webnovel

"Perawat Jalan"

Kakinya ku obati saat aku dalam kecewa, tak ada yang mendonorkan darahnya sebagian. Maka, ku carikan gunting yang dirusak lidah tak bertuan. Lalu, darahku meletus dari kesabaran. Dalam ruang hampa oleh empati, warna dinding berkamuflase jadi ambisi diri sendiri. Atap ruangan tiba-tiba roboh, menghujam paru-paru hingga sesak napas.

Ada cahaya dari atas, simbol untuk bernapas lebih luas.

Aku memendam beban, agar ia bisa ku naiki di pundakku, hingga menggapai cahaya.

Setibanya ia di sana, aku tersenyum dengan kakinya yang berjalan meninggalkan obat jalan, yang ku beri tadi

Próximo capítulo