webnovel

BOOK 1 CHAPTER 11

―Terima kasih sudah jadi kekasihku selama ini.‖

Ace pun tertawa kecil. ―Apa-apaan,‖ katanya heran. ―Kau harus berterima kasih aku mau jadi kekasihmu selamanya.‖

Drake memandangi wajah yang tak pernah dia lupakan itu. Bahkan dalam mimpi, hanya Ace yang tampak sejak dia mulai jatuh cinta. Lelaki itu sangat indah bahkan dengan wajah lecak baru bangun. Hidungnya mancung dan ingin dia gigit kadang kala.

Bibir itu tak pernah menolak ciumannya selama ini. Tidak, meski mereka sempat bertengkar karena hal-hal kecil. Dia tahu Ace memiliki perasaan yang sama besar dengan dirinya. Karena itulah kaki mereka bisa berpijak sampai di tempat ini.

Drake sulit sekali menginterpretasikan perasaannya dengan benar. Dia pikir, apapun yang dilakukan demi Ace, rasanya tidak pernah cukup. Rumah, kerjaan, lamaran ... segalanya. Drake ingin menjadi dominan keren untuk lelaki itu, tetapi Ace kadang melarangnya. Ah, andai dia bisa membawa sang kekasih ke altar dengan cara sempurna.

―Kau sedang memikirkan apa?‖

Dengan tanpa pergi dari tanah air. Dengan jujur kepada keluarga dan teman-temannya. Dan masih banyak hal lainnya.

―Tidak, hanya ingin menawari makan di mana?‖ kata Drake.

―Oh ....‖

―Kita bisa coba menu khas Italia di resto terdekat.‖ Drake membuka ponsel untuk melihat maps dalam saluran network-nya.

―Hmm, La Carte Dalgona ini sepertinya bagus.‖

Ace pun melirik ke layar itu. Di sana ada restoran bergaya Yunani dengan patung-patung berselendang yang terpajang. Pot-pot bunga bonsai menjadi dekorasi penting tempat itu. Dari dinding kacanya diterangi lampu tumblr, semuanya terlihat rapi dalam rakrak tinggi.

Ace pun langsung suka dengan suasana temaramnya. ―Boleh.‖

Drake tahu sang kekasih sedang memikirkan sesuatu. Entah apa. Mungkin gugup dengan tanah baru, tetapi dia pura-pura tidak tahu. Membuat Ace nyaman mungkin lebih baik daripada bertanya macam-macam padanya. ―Kalau begitu, ayo.‖

Hari pertama di Milan semuanya lancar-lancar saja. Ace terlalu senang melihat rumah kejutan yang Drake siapkan, hingga pria itu berlari pelan sejak turun dari taksi. Ekspresi cerahnya begitu indah. Dada Drake sangat hangat melihat Ace menikmati tiap detik membongkari koper.

―Ini bagus, Drake! Aku tidak pernah membayangkan akan

punya perapian lilin!‖

Malam itu, Drake hanya tertawa karena Ace mendorong sofa telur ke sebelah perapian. Ha ha. Rupanya sang kekasih sangat bersemangat hingga raut kalut itu hilang hanya dalam waktu setengah hari.

Drake pun menemani sang kekasih di sisinya. Pria itu memberikan secangkir kopi sebelum duduk di depan Ace. Dia memang suka dengan kegiatan sederhana seperti itu. Bersila, memandang sang lelaki tercinta dengan tatapan memuja, lalu mengobrolkan hal-hal kecil. ―Walau aku tetap merasa tempat ini terlalu sempit.‖

―Apa? Tidak. Sungguh.‖ Ace pun mencubit pipi Drake. ―Ini keren, oke? Aku suka penataan ruangannya, apalagi desain ini sangat klasik.‖

―Yang benar?‖ ―Iya, Drake. Lagipula lantai 2 belum ditata dengan benar. Nanti kalau barang-barang pindahan kita sampai, semua pasti tampak lebih baik,‖ kata Ace. ―Toh kita hanya berdua saja. Memang kau pikir dua lelaki butuh rumah seberapa besar?‖

―Siapa bilang kita hanya akan berdua?‖ Drake melingkarkan lengannya ke pinggang Ace manja. Dia seperti tengah mengemong lelaki itu, meski usianya lebih muda. ―Setelah menikah, aku ingin kita punya beberapa anak kecil.‖

―Eh?‖

Drake merebahkan kepalanya ke pangkuan sang kekasih.

―Tidak mau? Jika bukan mengadopsi. Tak masalah kalau dari surrogacy.‖

Wajah Ace pun memerah begitu cepat.

:)

Om_Rengginnangcreators' thoughts
Próximo capítulo