webnovel

Jenjang Lebih Tinggi

Hari ini cuaca begitu mendukung suasana hati Arka. Pagi yang begitu cerah dengan matahari yang bersinar dengan sangat bersemangat menyirami bumi.

Pria yang memakai hoodie abu-abunya itu tak berhenti menahan senyum dengan raut wajah memerahnya. Kedua lengan yang bersembunyi itu sampai menggenggam erat tak kuasa menahan kesabaran menanti hari pertemuan dengan pria idamannya.

Meneduhkan diri di bawah pohon rindang dengan banyaknya siswa yang hilir mudik di depan mereka. Menatap malu-malu dan akan tertawa lepas jika sudah sedikit jauh dari hadapan kumpulan pria tampan itu. Arka, Yuda, Zaki dan Brian tak terlalu terkejut dengan banyak macam tindakan untuk menarik perhatian. Mereka malas untuk meladeni hal-hal receh seperti itu.

Ini memang hari yang ditunggu-tunggu setelah sekian lama. Pertemuan tak terduga beberapa hari lalu, menjadi alarm yang untuk pertama kalinya membangunkan Arka di jarum jam enam lebih lima menit pagi.

"Ar? Sejak kapan raut wajah semangat, lo tunjukkin saat kita harus berbaris panas-panasan kayak gini?"

Sebuah suara mengintrupsi pandangannya yang meliar mencari sosok yang ditunggunya. Menghembuskan nafas panjang, Arka pun menolehkan pandangannya dengan tatapan menyipit dan tajam. Brian yang mendapat lirikan mematikan itu pun seketika menelan ludah. Arka adalah pria yang baik dalam mengingat. Dengan kesalahan fatal yang dibuat Brian itu pun tak mudah untuk telinganya mendengar balasan ucapan baik, Arka akan cenderung membalasnya dengan sinis dan kasar.

"Lo nggak usah banyak bacot! Gue nggak ngerasa punya kewajiban ngejawab pertanyaan dari pengkhianat kayak lo!"

Dan itulah sepenggal sarapan pagi yang membuat Brian mual seketika. Ucapan yang begitu menancap di hati tak serta merta menuju sasaran. Yuda dan Zaki yang mendengar itu pun bahkan sampai bergetar merasa ketakutan.

"Untuk calon siswa, diharapkan segera membuat barisan! Acara akan segera di mulai."

Ya, ilni adalah awal dari segala mimpi untuk segera mengejar cinta pertamanya. Beranjak dewasa dengan beralih tempat ke jenjang yang lebih tinggi, Sekolah Menengah Atas.

Arka tak pernah seserius ini dalam menentukan dan bertindak. Ia sangat tahu jika perjuangan untuk mendapatkan seseorang yang berjenis kelamin sama sepertinya akan sangat sulit. Pasti banyak pandangan aneh serta mencemoohnya nanti. Tapi Arka tak akan gentar, muka tebal yang selama ini dikenakannya tak akan banyak mempengaruhi.

Arka, Yuda, Zaki, dan Brian adalah kawan yang dipertemukan dalam situasi tak terduga. Mereka memang sudah saling kenal dengan perkumpulan siswa yang paling sering mendapat hukuman. Saling berkomunikasi dan bertukar pendapat dalam menentukan rencana gila.

Berawal dari kenaikan kelas VIII yang mengharuskan seluruh siswa untuk diacak kelas. VIII C adalah kelas pertemuan mereka, dari ketertarikan mereka dalam menjelajah malam membuat mereka semakin dekat. Banyak hal mereka lakukan yang membuat mereka dijuluki geng berandal. Pertemanan mereka berlanjut lebih kental di kelas yang sama itu. Tawuran atau pun bertingkah jahil sudah seperti agenda tertulis untuk mereka.

Melepas hoodie dan mengumpulkan tas di tempat yang telah ditentukan. Tampilan putih biru itu pun perlahan membuat barisan kelompok. Arka yang begitu bersemangat menempati barisan terdepan dengan Yuda, Brian, dan Zaki mengikuti di belakangnya.

Panas matahari semakin menyengat. Beberapa orang bergantian menjadi pembicara dengan beberapa lembar kertas yang dibaca. Bunyi bisikan dari ratusan calon siswa baru yang seakan memprotes banyaknya formalitas yang menyambut mereka, alih-alih merasa terkagum-kagum dengan cuplikan beberapa prestasi sekolah, mereka yang sudah dipanggang hampir dua jam itu pun malah dongkol setengah mati. Kulit yang mereka rawat dengan usaha keras dalam waktu berbulan- bulan dihancurkan hanya dengan beberapa jam.

Itu juga yang dirasakan Arka. Peluh yang terasa menetes di tubuh menimbulkan sensasi panas dan sedikit gatal. Lengannya pun tak bisa diam, ia terus menyeka dahinya yang kebanjiran keringat. Arka sudah meliar dengan pandangan meneliti satu per satu wajah yang berdiri curang di bagian teduh dengan tertutup balkon bangunan di atasnya. Dugaan terhadap sosok yang dicarinya sebagai siswa yang aktif dalam kegiatan sekolah sedikit diragukan.

" Sebagai perwakilan dari calon kakak tingkat kalian, saya mengharapkan sikap saling terbuka dalam bertukar pendapat tanpa mengesampingkan sikap menghargai..."

Arka pun menatap sosok pria dengan setelan seragam putih abu-abu yang sedang melakukan pembicaraan di depan. Pakaian yang sangat rapi dengan tubuh tegapnya membuat Arka mendecihkan bibir, "Gue kira abangnya Brian yang jadi ketua osis. Tapi ngelihat sosok yang rapi dengan tubuh tegaknya itu, gue bisa ngerasa kalau tuh orang ketua osis yang rese," pikir Arka yang mencibir.

"Ar, woi!"

Sebuah tepukan di bahu belakang itu membuatnya sedikit tersentak kaget. Menolehkan pandangan ke arah belakang letak kawan-kawannya.

"Panas kayak gini, apa rencana lo selanjutnya?" tanya Yuda yang tepat di belakangnya.

"Nggak ada rencana. Kita nggak bisa kabur di hari pertama, apalagi kita dibarisan terdepan," balas Arka sedikit sewot. Ia kehilangan mood baiknya hari ini. Berbalik ke arah depan dan berusaha menahan diri untuk tidak merebut mikrofon dari pria di depannya yang terus menyerocos. Rencana indah yang dibuatnya semalaman jadi lebur berantakan, sosok itu tak kunjung hadir. Terjebak dalam situasi yang selalu dihindarinya.

"Para guru yang dengan siap siaga mendidik siswanya menjadi pribadi yang sopan, santun, dan berakhlaq cerdas. Semua ini tak luput...."

"Akh! tolong ada yang pinsan!"

Sebuah teriakan melengking menghentikan pembicara, dengan banyaknya sahutan kekhawatiran, tak membuat Arka tertarik untuk menolehkan pandangannya. "Alay banget!"

"Ar- Arka! lihat tuh dibelakang, woi!"

Tepukan di tubuh belakang lagi-lagi dirasakan Arka. Yuda beberapa kali memukulnya dan tak ditanggapi sama sekali, Arka terlalu malas.

"Ar! Ayo lihat belakang!" nimbrung Zaki yang ikutan heboh.

"Nggak nengok nyesel, ada Bang Nino tuh!"

Mendengar nama yang masih cukup asing ditelinganya itu pun serta merta membuat Arka menolehkan pandangannya.

"Tuh Ar! Itu abang gue, bang Nino!" Imbuh Brian yang sampai berjingkrak-jingkrak di tempatnya, terlalu gemas pada Arka yang tak kunjung menanggapi, sampai akhirnya satu lengan Brian menelengkan kepala milik Arka dengan paksa.

Mengikuti arah tunjukkan dari Brian, Arka pun menyipitkan mata. Pria yang masih sanggup menggetarkan hatinya walau sekian lama Arka tak melihatnya. Satu tahun, lamanya hari itu tak sekalipun bisa menghapus jejak incarannya. Pria yang dari dulu hanya bisa dipandang diam-diam tanpa berani berhadap secara langsung.

Suara bising dari banyaknya siswa yang mulai ikut kegirangan dengan tampilan pria yang saat ini menggendong wanita di antara lengan berototnya.

"Sial! Cara licik wanita murahan itu, mana bisa gue tiru?!" umpat Arka. Wajahnya mengkerut dengan masam saat pria itu bersentuh tubuh dengan orang lain, tubuh dan hatinya membakar habis dirinya.

Menusuk-nusuk mie ayamnya dengan ganas. Gertakan gigi bahkan cukup terdengar jelas. Mereka saat ini sedang istirahat di kantin yang begitu besar dan luas. Yuda, Zaki, dan Brian yang duduk di satu meja dengannya itu bahkan melahap makanannya dengan saling berpandang takut.

"Ar! Istirahat tinggal dikit lagi, lo makannya agak dipercepat dong!" ucap Brian. Dan Arka yang mendengar suara itu pun seketika melayangkan delikan tajam dan menunjuk-nunjuk wajah di depannya dengan garpu.

"Lo masih punya suara buat merintah gue? Temen macam apa yang nggak bantu temen lainnya buat ngejalanin rencana pendekatan ke orang yang di suka? Lo bahkan nggak paham, gimana rasanya nahan diri buat nggak ngejambak rambut cewek yang udah godain dia di depan gue!"

Brian pun menelan ludah kasar. Pandangannya menatap Yuda dan Zaki dengan kerjapan mata, meminta pertolongan. Tangannya begitu bergetar saat kedua tangannya seolah lepas tangan dengan menghindari tatapannya.

"Lo turunin garpunya ya, Ar... kan nggak lucu kalo tiba-tiba benda tajam itu nyolok mata gue."

Dengan memberanikan diri, Brian pun mencekal lengan Arka dan berusaha menjauhkannya. Mendudukkan diri tepat di depan Arka merupakan kesalahannya, pria itu lebih mudah untuk mengintimidasinya bahkan dalam setiap suap makanan yang dilahap.

"Oke-oke, oke! Gue bakal bantuin lo dapetin abang gue, meskipun nyawa gue yang bakalan jadi taruhan."

"Senin tanggal 5 Mei 2020 pukul sepuluh lima belas, gue catet! Hari ini lo udah mendukung penuh gue buat jadi calon kakak ipar lo! Awas aja lo ingkar!"

Próximo capítulo