webnovel

Bercak Merah

Jeritan Malam

"Berdasarkan pengamatan zura ada lebih dari 20 orang yang berpatroli… mereka berpatroli sebagai tim yang terdiri dari 2 orang… lalu mereka juga memiliki energi jiwa… mungkin setingkat dengan etranger kelas 3 ke atas… jadi jangan sampai lengah…"

"Baik…"

Asrea dan dini menjawab secara bersamaan sambil menyusuri hutan untuk membasmi para penjaga. Para penjaga sama sekali tidak menyadari keberadaan rigma dan rekan-rekannya, semua berkat sihir angin zura.

"Fuah… malam-malam begini harus patroli… ini terlalu membosankan…"

"Hahaha… bersabarlah… setelah ini kita bisa menikmati tubuh wanita itu sepuas kita lagi…"

"Hehehe… benar juga… wanita yang ditangkap ketua benar-benar membuat kita termotivasi…"

"Makanya kita harus bersabar dari melakukan tugas dengan benar…"

*sling… crat…*

Saat kedua prajurit penjaga berdiri kepala mereka terpenggal, kejadiannya begitu cepat hingga membuat sang pemilik kepala masih sempat melihat pemenggalnya. Seorang gadis bertubuh kecil dengan sabit hitam yang sangat besar berdiri di dekat tubuh mereka.

"Sayang sekali kalian tidak akan menikmati tubuhnya lagi…"

*wush…*

Setelah selesai berbicara gadis kecil yang membunuh dua penjaga pun menghilang. Dini benar-benar marah akibat perkataan para tentara bayaran yang menjaga laboratorium rahasia. Di sisi lain hutan asrea sedang mengeksekusi seorang prajurit bayaran, ia menahan tubuh sang prajurit dengan air. Namun ia sengaja menyisakan bagian kepala agar lawannya tidak mati karena kehabisan nafas.

"Arghh… ka… kau… siapa…?"

"Tidak penting aku siapa… aku datang untuk membunuh kalian yang suka menindas wanita lemah harus mati…!"

*tusuk... crat…!*

Asrea tanpa ampun menusuk kepala tentara bayaran dengan air tekanan tinggi hingga membuat lubang besar. Tatapan dinginnya terlihat seperti pembunuh berdarah dingin yang tidak kenal belas kasihan. Di pos penjaga tempat siar di tahan, ada dua orang yang sedang asyik minum teh hangat. Salah satunya adalah ketua dari tentara bayaran yang menjadi target utama rigma. Sementara yang satu lagi adalah pria maskulin bertubuh kekar dengan rambut tipis di kepalanya.

"Ah… teh hangat memang yang terbaik setelah perjalanan jauh… benarkan ketua…?"

"Ya itu benar… ngomong-ngomong bagaimana balas dendammu…?"

"Soal itu… semuanya berjalan sangat lancar… sampai tanganku gemetar setelah seluruh keluarga politikus sialan itu kubunuh…"

"Kau memang benar-benar sang harimau terkuat… Asep Tiasno..."

Ketua tentara bayaran memasang wajah serius ketika menatap asep yang sedang minum teh bersamanya. Namun asep hanya tersenyum menanggapi sifat ketuanya yang terlihat sangat kaku.

"Kau memang pandai sekali memuji ketua… tapi harimau ini juga tidak bisa menang melawan pahlawan bernama aldiano… dia tidak hanya membuatku babak belur… tapi juga membuat luka permanen di wajahku…"

"Kalau tidak salah namanya aldiano kan…?"

"Benar… dia sangat ahli dalam pertarungan tangan kosong… dia bahkan bisa membuat tangannya jadi setajam pisau…"

"Benar-benar orang yang menyeramkan… tapi 4 pahlawan memang sangat kuat… bahkan ada yang bilang kekuatan mereka setara dengan sebuah bencana alam…"

"Ya aku sangat tahu soal itu ketua… kalau dulu aku tidak menyerah… mungkin nyawaku sudah melayang seperti rekan-rekanku…"

Asep menyeruput tehnya sambil mengenang kembali masa-masa suram 20 tahun yang lalu. Ketika mereka sedang asyik mengobrol tiba-tiba alat komunikasi menyala.

*bzzt…*

"Hmmm…!?"

Alat komunikasi menyala, namun tidak ada laporan ataupun suara yang terdengar dari sumber yang menghubungi pos jaga.

"Kapten… aku baru sadar… area sekitar terasa jauh lebih sunyi dari biasanya…"

"Cih… jangan bilang ada penyusup…!"

'Kegelisahanku kemarin ternyata tentang hal ini…'

Mereka berdua pun keluar dari pos untuk mencari penyusup yang menyerang anggotanya. Di sisi lain asrea melapor pada rigma tentang kesalahannya yang membuat tentara bayaran mengaktifkan alat komunikasi.

"Maaf…! Aku benar-benar lengah tadi… aku pikir dia sudah mati…"

"Haaa…. Aku sudah menduga hal ini akan terjadi… kalau sudah begini… kalian berdua harus siap berhadapan dengan lawan yang kuat… karena pimpinan mereka pasti datang…"

"Okey…!"

"Siap tuan…"

Setelah mendengar jawaban dari dini dan asrea, rigma pun mematikan alat komunikasinya. Ia berkomunikasi sambil memegangi leher tentara bayaran yang menjadi targetnya.

"Sekarang apa yang harus aku lakukan padamu…?"

"Urgh… si... sialan…"

"Masih memaksa untuk bicara ya… tekadmu kuat juga…"

*crack…*

Remasan tangan rigma dengan mudah mematahkan leher prajurit bayaran hingga membuatnya tewas seketika. Langkah rigma yang hendak pergi ke tempat selanjutnya terhenti ketika merasakan hawa keberadaan kuat di belakangnya.

"Wah wah… aku tidak menyangka bisa bertemu dengan seorang bocah di hutan belantara seperti ini…"

"Hooo… jadi aku yang pertama kali ditemukan ya… betapa tidak beruntungnya diriku…"

"Aku mengikuti suara lemah yang terdengar dari sini… siapa sangka ternyata pembunuhnya hanya seorang bocah… ditambah… perkataanmu barusan menunjukkan kalau kau tidak sendirian…"

Pria bertubuh kekar dengan rambut tipis muncul dari balik bayangan pepohonan. Sebuah pedang panjang menempel di pinggangnya dengan sarung motif batik khas jawa.

"Yap aku memang tidak sendiri…"

"Sepertinya dugaan ketua memang tepat… instingnya masih tajam seperti dulu…"

"Ketua yang kau sebut barusan akan mati malam ini…:"

"Hohooo… sudah lama aku tidak bertarung dengan kekuatan penuh… sepertinya kau lawan yang layak…"

Rigma sudah memasang siaga penuh ketika pria yang ada di depannya terus mengoceh. Sebab ia tahu betapa besar energi jiwa yang keluar dari tubuh pria yang ada di depannya. Apalagi lawannya terlihat mulai menarik pedangnya dan memasang kuda-kuda. Rigma tidak mau kalah pun mengeluarkan pedang senja, tapi ia terkejut ketika melihat bentuk pedang musuhnya.

"I-itu…! Keris…!?"

"Haha… benar… tapi bentuknya sudah dimodifikasi agar sesuai dengan ukuran tubuhku… gimana keren kan…?"

"Sudah lama sekali aku tidak melihat senjata tradisional khas indonesia… tapi sayang sekali sekarang malah melihat musuh yang memegangnya…."

"Sebagai hadiah karena telah menunjukkan sesuatu yang bagus… aku akan membunuhmu dengan cepat dan tanpa rasa sakit…"

"Wuah… kau benar-benar orang yang percaya di-..."

*swing… slash…*'

Rigma dengan sangat cepat melesat dan memotong leher asep tanpa ampun.

"Eh…!?"

[Tebasan Langkah Phantom]

Asep yang sempat terkejut karena kepalanya melayang di udara pun tersenyum. Kemudian tubuh dan kepalanya perlahan menghilang seperti fatamorgana.

"Hahahaha…. Siapa sangka aku dapat lawan sekuat dirimu…!"

"Apa…!?"

Rigma terkejut melihat di atas pepohonan terdapat puluhan musuh yang wujudnya sama. Asep menggandakan tubuhnya hingga menjadi puluhan hingga berhasil mengepung rigma.

"Kenapa…? baru pertama kali melihat musuh yang bisa memperbanyak dirinya…?"

"Cih ilusi ya…"

"Ayolah… jangan samakan sihir ini dengan sihir murahan seperti ilusi…"

*wush…!*

Salah satu sosok asep melompat sambil mengarahkan tebasan keris besar ke arah rigma.

*swing… TANG…*

'Pedangku berhasil menahan serangannya…! Kalau begitu ini yang asli…'

[Gemerlap Phantom]

5 bayangan hitam keluar di sekitar rigma, kelimanya bergerak secara bersamaan menyerang asep. Tusukan pedang menembus tubuh asep di lima titik vitalnya jantung, paru-paru, kepala, perut dan hati. Namun lagi-lagi tubuh asep berubah menghilang seperti uap setelah mengalami luka fatal.

"Palsu…!?"

"Lihat kan…? Sihirku bukan trik murahan semacam ilusi… setiap bayanganku dapat menyerang… perbedaannya hanya dari segi daya tahan…"

"Jadi teknik yang lebih tinggi dari [Gemerlap Phantom] ya…"

"Kalau yang kau maksud bayangan hitam yang tadi menyerang tiruanku… ya tiruanku bisa dibilang teknik yang lebih tinggi dari bayanganmu…"

"Haaa… aku pikir bisa menyelesaikan pertarungan ini hanya dengan teknik pedang… tapi ternyata lebih sulit dari dugaanku… kalau sudah begini..."

[Tato Sakral]

Tekanan udara berubah bersamaan dengan munculnya tato merah di tubuh rigma. Asep merasakan bahaya yang tidak biasa dari perubahan hawa keberadaan rigma.

'Bagaimana bocah seperti dia hawa keberadaan bisa sekuat ini…! Sialan… bulu kudukku berdiri seperti merasakan kematian dari jarak dekat… sensasi ini mirip dengan pria itu…'

Asep tiba-tiba mengingat masa lalu ketika ia hampir dibunuh oleh aldiano 20 tahun yang lalu. Hawa membunuh yang keluar dari tubuh bocah pendek di depannya sangat mirip dengan aldiano.

"Mari kita selesaikan dengan cepat…!"

"SIALAN…!! JANGAN MEREMEHKANKU…!!"

Sebagian tiruan asep menyerang secara bersamaan, namun rigma tiba-tiba menghilang ketika keris tiruan asep hampir mengenainya. Rigma melompat sangat tinggi di langit hingga sulit dilihat karena baju hitamnya berbaur dengan langit malam.

"Siapa juga yang meremehkanmu…?"

*swing…*

Pedang senja bergerak dengan cepat menembus seluruh tiruan asep yang berada di tanah. Setelah sebagian tiruan asep musnah, pedang senja kembali ke tangan rigma yang masih melayang di udara. Kecepatan pedang senja terlalu cepat untuk diikuti oleh mata asep ketika melayang di udara.

"Kecepatan macam apa itu…!?"

"Aku hanya menambahkan sedikit [Gravitasi] pada telekinesis pedang ini… tidak lebih…"

*tap…*

Rigma berhasil mendarat dengan mulus di atas puncak pohon setelah menjelaskan soal kekuatan pedang senja.

"Sepertinya ini memang akan jadi ajang adu kekuatan senjata ya…"

*gemuruh…*

Kilatan petir berwarna kuning keluar dari keris panjang yang digunakan oleh asep. Ia beserta tiruannya pun menghunuskan pedangnya ke arah rigma dengan sangat percaya diri.

"Awalnya aku menyiapkan teknik ini untuk melawan orang itu… tapi siapa sangka… kau akan menjadi orang pertama yang mencicipinya…"

Seluruh tiruan asep pun lenyap seperti uap dan energi jiwanya meningkat secara drastis. Dari situ rigma tahu satu hal, teknik tiruan musuhnya memakan energi besar dan hanya digunakan untuk mengetes kekuatan.

"Bagus…! Lawan aku dengan serius… kita buat malam ini lebih meriah lagi…"

"Dengan senang hati…!!"

[Gelap Ngampar]

*JGER….!*

Petir dari keris membesar bersamaan dengan gerakan asep yang melesat ke arah rigma. Suara gemuruh petir besar yang menghanguskan apapun terdengar di seluruh penjuru hutan.

"MATILAH…!!"

*BRUM… JGER JGER JGER….*

Saat petir dari keris panjang mengenai targetnya, sambaran petir pun tersebar ke area hutan yang ada di belakang rigma. Sebagian besar hutan hangus terbakar oleh sambaran petir kuning dari keris panjang milik asep.

"Huaaa…. Aku pikir serangannya akan melukaiku… tapi nyatanya… menggores tubuhku saja tidak bisa…"

Rigma sudah menggunakan [Transformasi Ratu Succubus : Tahap Pertama] dan menahan keris panjang asep dengan tangannya.

'Ternyata konsep pengendalian energi jiwa bisa seampuh ini… aku bahkan bisa menahan serangan langsung tanpa tergores…'

"Sekarang giliranmu untuk merasakan kekuatanku…"

"Sial…!!"

Asep memilih untuk melepas keris panjang miliknya untuk bisa menjaga jarak dari rigma. Lalu ia kembali tersenyum ketika berhasil menjauh, tiba-tiba keris yang ada di tangan rigma bereaksi.

"...! darah…?"

*sring… BOOM…!*

Rigma terkejut melihat bercak darah di keris panjang milik asep, kerisnya bersinar dan meledak dalam hitungan detik. Ledakannya sangat besar hingga membuat gelombang udara berhembus ke seluruh area hutan.

"Hahaha…. Rasakan mode ledakan keris gelapku…! Ledakannya setara dengan ledakan bom atom… jadi tidak mungkin ada yang selamat dari ledakan itu…!"

"Hoo… benarkah…?"

*jleb…*

"Uhakk…! Mustahil…"

Asep mendapat tusukan dari cakar succubus milik rigma setelah mengoceh soal kekuatan kerisnya. Rigma sendiri mengalami luka yang cukup parah di bagian lengan kanannya akibat ledakan keris panjang. Mulut asep langsung mengeluarkan darah karena tusukan rigma hampir mengenai jantungnya.

"Ledakan tadi memang hebat… tapi… bukan berarti cukup untuk membunuhku…"

*remas…*

"Uhakkkk…!"

"Lihat betapa mudahnya diriku meremas jantungmu…"

Dengan sisa-sisa kekuatannya asep berusaha menoleh ke arah rigma, wajahnya terlihat menyedihkan.

"Kumohon… ampuni nyawaku…"

"Sayang sekali aku bukan orang yang murah hati… "

Rigma tersenyum sambil memasang wajah seram hingga membuatnya terlihat seperti malaikat pencabut nyawa.

*crat…!*

Rigma pun menghancurkan jantung asep hingga berkeping-keping, tubuhnya pun jatuh tergeletak di tanah.

"Sekarang bagaimana situasi dini dan asrea ya…?"

Saat rigma merayakan kemenangan sambil membawa keris hasil rampasan, dini dan asrea sedang kewalahan melawan musuhnya.

"GRRRR….!"

"Siapa sangka lawan kita benar-benar bisa berubah menjadi beruang besar…"

"Kulitnya sangat keras… sabitku hanya bisa menggoresnya…"

"Kita harus memikirkan cara mengalahkannya… kalau tidak… bisa gawat…"

Bersambung…

Próximo capítulo