"Z-Zero," gumamku memanggil namanya seraya kusentuh bibirku dengan jari-jari tanganku. Kuharap apa yang terjadi barusan bukanlah halusinasiku saja. Katakan bahwa Zero benar-benar menciumku barusan?
Dia sudah menjauhkan bibirnya tapi tidak dengan wajahnya. Wajahnya masih begitu dekat dengan wajahku. Lalu dia menempelkan keningnya dengan keningku seraya jari-jari tangannya mengelus wajahku dengan lembut.
"Menurutmu kenapa saat itu aku repot-repot datang ke Istanamu hingga mengacau di sana?" tanyanya tiba-tiba. Tentu aku teringat hari di mana dia datang ke Istanaku, lalu terlibat pertarungan dengan begitu banyak prajurit Istana. Saat itu tak ada satu pun prajurit yang mampu menghentikannya. Di hari yang sama pula, Zero menghilang dari hadapanku.
"Aku melakukan itu karena aku mencintaimu, Giania. Aku baru menyadarinya setelah kau pergi. Aku sangat takut kehilanganmu karena itulah aku datang ke istanamu untuk membawamu kembali," tambahnya.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com