webnovel

Dawai-Dawai Asmara {7}

Tapi, yang lebih membuat aneh dari semua ini adalah sebenarnya dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia bisa menyamar menjadi manusia? Bagaimana bisa dia menjadi sok ramah dan sok baik seperti ini? hanya karena dia merasa kasihan dengan gadis kecil bernama Anqier? Ataukah karena wajah dan nama dari gadis kecil ini benar-benar mengganggu pikirannya? Sebuah dua hal yang benar-benar diluar nalarnya sama sekali. Dan dua hal itu membuatnya bingung setengah mati.

Tak lama dari hutan pinus itu, mereka kembali melewati hutan-hutan bambu, jalan yang seharusnya dekat menjadi terasa sangat jauh. Chen Liao Xuan kembali mengerutkan kening, kemudian dia melihat hantaran hutan persik yang diputari oleh dua wanita kecil itu.

"Kenapa kita tidak lewat hutan persik itu? Bukankah jalurnya akan semakin lebih cepat? Kita juga bisa memetik beberapa persik di sana untuk mengganjal perut yang kosong. Sekarang, adalah musim buah-buah persik matang, bukan?" kata Chen Liao Xuan memberi ide.

Tapi, dua wanita itu malah memasang mimik tegang dan panik. Wajah keduanya semakin pucat pasi dengan ekspresi ketakutan yang sangat nyata di sana.

"Kenapa? Kenapa kalian seperti ketakutan?" tanya Chen Liao Xuan bingung.

"Tuan, apa kau benar-benar tak tahu atau pura-pura tak tahu?" tanya Yang Si Qi. Chen Liao Xuan tampak terdiam. Mimik wajahnya jelas terlihat kalau dia sedang bingung dengan ucapan Yang Si Qi sekarang. "Hutan persik itu…," kata Yang Si Qi sambil menunjuk hutan persik yang mereka hindari. "Memang tampak sangat indah, terlebih ketika mereka berbunga dan berbuah. Akan tetapi, di sana bukanlah tempat yang tepat untuk kita lewati. Karena hutan itu adalah hutan terlarang bagi manusia dan makhluk mana pun. hutan itu adalah hutan dalam wilayah kerajaan iblis. Dan siapa saja yang berani lewat, apalagi memetik satu buah saja di hutan itu. Maka, nyawa mereka tidak akan tertolong. Mereka akan langsung dibunuh di tempat. Dan berapa banyak manusia yang sudah menjadi korban dari hutan yang tampak indah itu? Banyak… banyak sekali. Di mata kami para penduduk yang paling dekat dengan hutan mengerikan itu. Dibandingkan jika hutan itu indah, bagi kami hutan itu lebih seperti kuburan manusia-manusia yang mati dengan cara sangat tragis."

Chel Liao Xuan agaknya lupa dengan aturannya sendiri. Ya, dia ingat, dia sangat ingat jika dia mengatakan dan menyuruh prajuritnya untuk selalu menjaga hutan itu. Dia agaknya merasa bersalah dengan dua wanita ini. tanpa bertanya lebih lanjut, dia akhirnya memilih untuk diam. Kemudian, dia melanjutkan perjalananya menuju ke rumah Anqier.

Sudah hampir tiga puluh menit mereka berjalan, sampailah mereka ke dalam sebuah perkampungan. Sebuah desa yang tampak sangat ramai dan nyaman, dengan banyak orang-orang dan anak-anak kecil yang berlalu lalang.

Di bibir pintu gerbang desa itu, ada sebuah pasar. Di mana di sana menjual berbagai barang-barang keperluan penduduk. Sementara di sepanjang rumah-rumah warga, tampak sangat ramai dengan berbagai hal pemandangan. Ada para anggota kepolisian dan para petinggi desa, yang tampak berlalu-lalang sambil membawa kuda-kuda mereka. ada juga kereta kuda yang sedang berjalan, dengan diiringi oleh para pejalan kaki lainnya. Kereta kuda itu, dihias dengan sedemikian rupa dengan pita-pita warna merah. Pun dengan kuda-kuda yang menjadi sarana untuk mendorongnya. Chen Liao Xuan agaknya cukup tertegun dengan kehidupan manusia yang ada di desa ini.

"Bukankah itu putri dari Panglima Tong? Dia menikah dengan siapa?" tanya Anqier. Pelan-pelan tenaganya menjadi pulih, dan rasa nyari serta sakit yang teramat pada selangkangannya itu pun mulai tak begitu ia rasakan lagi. Mereka bertiga menepi, kemudian berhenti sejenak sambil melihat arak-arakan pengantin itu.

"Katanya, putra tunggal dari penasihat istana yang berhasil mendapatkan hatinya. Betapa beruntung putri Panglima Tong. Bukankah dia terlahir sebagai gadis yang sangat sempurna? Lahir dalam kehidupan keluarga bangsawan yang sangat aman dan nyaman, kemudian dia menikah dengan putra dari petinggi kerajaan. Gadis mana yang tak ingin sekadar mendambakan untuk hidup sempurna seperti putri Panglima Tong!" pekik Yang Si Qi semangat.

"Apa kau punya mimpi untuk menjadi sepertinya?" tanya Anqier menggoda. Yang Si Qi langsung berkacak pinggang, kemudian dia mengangguk kuat.

"Tentu saja. Bahkan setiap malam aku mimpi untuk menjadi seperti putri Panglima Tong,"

Anqier pun terkekeh, membuat Chen Liao Xuan yang sedari tadi memerhatikannya pun tertegun. Dia tak menyangka, jika ada senyuam yang semanis itu. Senyuman seorang wanita yang membuatnya merasakan hal yang aneh.

"Manisan! Apa kau ingin aku membelikannya untukmu, Nona Liu?!" semangat Yang Si Qi.

Sambil setengah menunduk, Anqier pun mengangguk, kemudian dia menjawab, "dengan senang hati, Nona Yang," keduanya kembali terkekeh, kemudian Yang Si Qi dengan cepat mendekat pada penjual manisan. Tak berapa lama dia kemabali dengan tiga manisan. Satu untuknya, satu untuk Anqier, dan satu untuk Chen Liao Xuan.

Namun, Chen Liao Xuan enggan untuk mengambil manisan itu. Dia malah memalingkan wajahnya, saat Yang Si Qi menyodorkan manisan itu kepadanya.

"Apa kau tak mau manisan ini?" tanya Yang Si Qi dengan nada sedikit kesal dengan penolakan kasar dari Chen Liao Xuan.

"Maaf, tapi aku tak memakan benda aneh seperti itu," ketus Chen Liao Xuan.

"A… apa? Benda aneh?" tanya Yang Si Qi dengan mimik wajah kesalnya yang semakin bertambah. "Hey, Tuah Chen. Aku tahu kalau kau adalah putra dari seornag bangsawan, tapi untuk mengatakan dan malah tidak tahu kalau benda aneh ini adalah manisan kurasa kau cukup keterlaluan. Apakah kau tak pernah menjadi kecil? Sehingga saat usia kanak-kanakmu tak pernah meminta manisan kepada orangtuamu?"

Chen Liao Xuan kembali memalingkan wajahnya, kini dia tampak bersedekap dan bersikap seolah tak peduli dengan apa yang dikatakan oleh Yang Si Qi.

Hingga Anqier yang merasa lucu dengan tingkah sok menolak Chen Liao Xuan pun mengambil manisan itu dari tangan sahabatnya, kemudian dia memaksa memasukkan manisan itu ke dalam mulut Chen Liao Xuan.

Chen Liao Xuan yang awalnya menolak pun agaknya kaget. Rasa aneh mulai menjalar di seluruh mulutnya dengan begitu nyata. Chen Liao Xuan langsung mengambil manisan itu dari mulutnya. Kemudian dia memandang manisan itu dengan alis berkerut. Dia bahkan tak menyangka, jika makanan manusia rasanya ada yang seaneh ini. tapi, dia ketagihan juga dengan rasanya.

"Apa kau lihat ekspresinya itu? Dia seperti dari alam lain yang baru tahu kalau itu adalah sebuah manisan. Lihatlah ekspresi bodohnya itu," dengus Yang Si Qi, berjalan mendahului Chen Liao Xuan yang masih terperangah dengan yang namanya manisan.

"Bukankah kau bilang jika dia adalah putra bangsawan. Mungkin saja apa yang dikatakan adalah benar. Dia belum pernah makan yang namanya manisan. Jadi, biarkan saja dia merasa takjub dengan rasanya," imbuh Anqier.

Próximo capítulo