webnovel

Menolong

"Oke, tunggu aja. Pas mereka dateng jangan nyesel ya. Karena aku udah peringatin kalian." timpalku dengan mimik wajah yang meyakinkan.

Biarlah ... Setidaknya orang yang dipukuli tadi bisa beristirahat sejenak. Aku hampir saja lupa tentang dia. Dia sedari tadi melihatku dengan tatapan menyedihkan. Dasar tidak sopan. Apa dia pikir aku akan berakhir tragis sepertinya?

Beberapa menitpun berlalu dengan tegang, peluh ketakutan sudah memenuhi wajahku. Si preman besar itu sudah keliatan kesal denganku. Dia terdengar cengengesan sesaat sebelum akhirnya melangkah mendekat.

"Mana?"

Aku menelan ludah dengan berat sembari meremas lenganku yang gemetar. Ah, pada akhirnya aku harus menyelesaikan ini semua. Aku menatap anak berkulit pucat yang dipukuli tadi untuk menambah rasa beraniku. Dengan tangan yang sudah terkepal aku membusungkan dadaku dan menatap preman itu dengan berani.

"Oh, jadi setelah ketahuan bohong baru mulai berani ya? Haha, Oke kita lawan satu biar adil. Eh, kalian jagain tuh bocah. Jangan sampe dia kabur."

"Oke, bos."

Dia merenggangkan otot lehernya dan mulai berancang ancang untuk menyerangku, tapi aku tidak akan gentar.

Sebelum ketegangan di antara kami berlangsung tiba tiba suara sirine terdengar dari persimpangan jalan di belakangku. Membuat wajah si preman besar itu berubah pucat pasi.

"Ternyata beneran dateng. Sialan!" dia melototiku sesaat sebelum lari bersama antek anteknya kearah jalan lain.

"Huh, selamat." aku mengelus dada dengan hati yang lega.

Aku berjalan mendekati si korban pemukulan. Dia terduduk dibawah lampu jalan. Terlihat dari lampu yang remang wajahnya lebam dan berdarah darah.

"Kamu gak apa apa?."

Pertanyaanku sangat konyol. Sudah tahu kalau dia sangat tidak baik baik saja sekarang.

Dia mengerang saat aku menyentuh pipinya yang biru. "Maaf ... Apa kamu tadi di rampok? Atau mau di culik? Aduh aku nanya apaan sih ... Gini aja, aku bakal anterin kamu pulang, ya?."

Dia menatapku dengan matanya lamat lamat tapi tidak berbicara apapun. Mungkin mulutnya terlalu perih untuk dibuka, pikirku.

Aku mencoba lebih tenang dan membiarkannya dahulu karena suara sirine yang berbunyi tadi lebih menarik perhatianku.

Ternyata itu memang mobil polisi dan sekarang mulai mendekati kami. Apa anak ini yang menelpon mereka? Aku jadi penasaran.

Dibelakangnya terlihat mobil hitam besar yang aku tidak tau apa merknya, yang jelas itu pasti mobil seorang konglomerat. Mereka berhenti tepat di dekat kami. Aku memegangi tangan anak itu agar dia merasa aman.

Dan dua polisi pun turun dari mobil dibarengi seorang pria tinggi dan gagah yang keluar dari mobil hitam di belakangnya. Dia berlari kearah kami dan langsung memeluk orang disebelah ku. Aku sontak terkejut.

"Prei, kamu gak apa apa? Kamu kenapa mesti kabur dari rumah segala, sih. Lihat sekarang! Kamu jadi begini, kan." suara parau dan berat dari orang itu membuatku sedikit tercengang.

"Dia ayah kamu?." aku bertanya dan menatap anak itu.

"Kamu siapa?!" tiba tiba orang tua itu mendelik ke arahku.

"Pah! Dia yang nolongin aku tadi. Jangan ganggu dia." ucap anak lelaki itu sambil melepas rangkulan ayahnya dan berdiri. "Aku mau pulang sekarang." kemudian dia berjalan terhuyung menuju mobil hitam sambil memegangi perutnya.

Hei, dia bisa bicara. Kenapa tadi dia diam saja saat aku tanya?

Ayahnya menatapku sejenak lalu menepuk pundakku. "Terima kasih,"

Tiba tiba saja, aku yang tidak melakukan apa apa ini merasa malu malu sendiri. "Ah, iya. Tadi saya cuma keb-"

"Saya harus bayar berapa?" kata kata itu membuatku mematung. Aku yang awalnya senang dan merasa bangga menolong seseorang kini berbalik bingung dan kesal.

Tapi, sebisa mungkin aku tahan. Aku yakin dia hanya ingin berterimakasih saja.

"Tidak usah, pak. Saya nggak nga-"

"Saya kasih kamu cek saja. Biar kamu tulis nominalnya sendiri. Oke?" ucapnya santai, lalu melipat sehelai kertas dan langsung memasukkannya ke dalam saku di dadaku. Setelahnya dia pergi tanpa berkata apapun lagi.

Aku tertegun beberapa saat hingga mobil hitam itu mulai pergi perlahan. Anak lelaki yang ku tolong tadi melihatku dari jendela tanpa ekspresi apapun.

Apa apaan ini semua! Aku sangat tidak terima diperlakukan begini.

Setelah ditanyai beberapa pertanyaan oleh polisi aku pulang dengan hati yang marah sampai aku harus berendam di dalam air. Demi apapun, apa semua orang kaya seperti itu? Dasar sok.

Lain kali kalau aku bertemu anak itu, akan aku pukul dia.

Próximo capítulo