"Korera no jaakuna menomaede, ningen to akuma no subete no akutoku ga bakuro sa remasu. (Di depan mata jahat ini, segala keburukan manusia dan iblis akan terungkap.)—" Demon Eyed Zero. Jalan hidup seseorang tidak ada yang mengetahui. Manusia bersembunyi di balik kenyamanan mereka, tanpa mengenal bahaya yang bersembunyi di balik gelapnya malam. Mata adalah jendela dunia, dan dengan matanya, dia dapat mengetahui apa yang tidak diketahui manusia biasa.
Namaku Sasuke, Reira Sasuke Adriansyah, seorang blasteran Jepang dan Indonesia. Ayahku bernama Reza Pratama Putra, seorang pengusaha kecil di Kyoto, sedangkan ibuku bernama Reira Mitsuki. Aku adalah anak pertama dari 4 bersaudara. 2 adikku adalah perempuan, sedangkan adik bungsuku adalah laki laki.
Pada awalnya, aku tinggal di distrik Nijo, sebuah distrik yang terletak di Prefektur Kyoto, Jepang. Tetapi, saat usiaku menginjak 5 tahun, Chichi (Sebutan sopan untuk Ayah dalam bahasa Jepang) membawa aku, adik kembarku, dan Haha (Sebutan sopan bagi Ibu dalam bahasa Jepang) menuju Yogyakarta, Indonesia.
Adik kembar perempuanku bernama Reira Yukari Adriana. Dia adalah perempuan yang enerjik, suka memasak, dan bermain bersamaku. Dia juga mudah bergaul dengan anak-anak lain di Indonesia. Berbeda denganku yang pendiam dan lebih memilih menutup diri dari pergaulan semenjak kelas 3 SD.
Di Jepang, teman-temanku biasa memanggilku Sasuke, tetapi, di Indonesia, panggilan itu berubah menjadi Rei. Karena menurut mereka, nama tengahku, Sasuke, terlalu aneh untuk diucapkan oleh lidah mereka. Sampai-sampai, mereka pernah salah menyebutkan namaku menjadi Saskeh karena namaku mirip dengan tokoh kartun yang sedang digandrungi pada masa itu.
Ah, berbicara tentang menjadi penyendiri, itu memang sebuah kebenaran. Berbeda dengan adikku yang polos dan riang, aku dianugerahi oleh Tuhan dengan "PERBEDAAN" dari manusia biasa. Aku bisa melihat apa yang tidak bisa teman-temanku lihat, aku bisa berbicara dengan mereka, dan bersentuhan dengan mereka seolah-olah mereka hanya manusia biasa.
Mungkin bagi kalian terdengar luar biasa atau menyeramkan, tetapi, bagiku ini seperti sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu, bahkan tergolong menjengkelkan. Alasannya? Simpel sekali, karena kemampuan inilah aku tidak bisa membedakan mana manusia dan mana yang bukan manusia. Sampai aku menyadari, kalau setengah dari diriku memang adalah bagian dari mereka, para makhluk supranatural.
Terdengar mainstream? Maa~ shoganai da ne (Yah, apa boleh buat), dalam keluargaku, hanya diriku yang memiliki kemampuan lebih besar dibandingkan lainnya, sehingga aku bisa menyebut sebagian dari diriku adalah bagian dari mereka.
Aku akan memulainya dari cerita yang sering Haha dan Chichi ceritakan, yakni kejadian sebelum aku dan imouto (Sebutan untuk adik perempuan dalam bahasa Jepang) lahir. Yah, meski agak merepotkan sih, demo (tapi), aku hanya ingin menuliskan apa yang ingin kutuliskan saja, tidak lebih dan tidak kurang.
Jika kalian tertarik dengan ceritaku, kalian bisa mengikuti alur dari cerita yang kutulis ini, dan silahkan saja kalian memberikan tanggapan apapun terhadap apa yang kutulis.