webnovel

Relationshit

Unaya mengusap-usap rambut Jeka lembut, membiarkan pemuda itu menjadikan sebelah tangannya sebagai bantal. Jeka terlihat nyenyak dan bahkan menyunggingkan senyum ditidurnya. Rambut coklat lembut yang dirasa Unaya ditangannya membuat hatinya tergelitik. Desiran yang telah lama ia rindukan, menatap Jeka saat tidur seperti ini sungguh menyenangkan. Apalagi jika ia bisa menatapnya setiap hari diranjang yang sama.

Senyum kecil penuh haru mengembang diwajah kecil Unaya. Akhirnya setelah perpisahan yang amat menyesakkan mereka kembali bertemu, meski pertemuan itu tak kalah menyesakkan pula. Apa yang ia katakan pada Jeka beberapa jam lalu semoga bisa ia lakukan, ia tidak ingin memberikan Jeka harapan palsu. Hanya saja Unaya akan berusaha sebisa mungkin, kalaupun gagal ia berjanji tidak akan menghalangi hidup Jeka lagi. Unaya akan pergi sejauh mungkin agar Jeka bisa mencari kebahagiaannya.

"Gue ini egois banget Jeka. Lo udah sakit dalam waktu yang lama, maafin gue". Bisik Unaya sebelum menjatuhkan kecupan didahi Jeka. Gadis itu terisak disana, mengecup cukup lama sebelum suara dering ponsel menginterupsi.

"Ya, Mas Guan?". Unaya menarik tangannya yang menjadi bantalan Jeka sebelum menjauh dari ranjang. Gadis itu mengibaskan tangannya yang terasa kebas, menggerakkan beberapa kali agar enakan.

"....".

"Mau kesini ya...". Unaya menoleh kebelakang, melihat Jeka yang masih tertidur pulas. Guan bilang ingin berkunjung kerumahnya karena setelah kembali ke Jakarta pemuda itu jarang menghabiskan waktu bersamanya. Unaya tidak yakin jika mengijinkan Guan berkunjung disaat Jeka sedang sakit.

"Lain kali aja gimana Mas? Aku lagi sibuk". Sayup-sayup Jeka mendengar suara berisik Unaya. Mata pemuda itu berpendar karena zona ternyaman-nya tak ada ditempat. Begitu melihat kedepan, punggung kecil Unaya sudah menjadi suguhan.

"....".

"Tapi ini Mama juga lagi gak ada dirumah, gak enak kalau berduaan dirumah. eh?". Unaya kaget setengah mati begitu Jeka memeluk tubuhnya dari belakang sembari bertanya siapa yang telepon tanpa suara.

"Mas Guan". Sahut Unaya tanpa suara pula. Jeka mendengus, pemuda itu mulai memeluk Unaya posesif. Wajahnya memendam diceruk leher Unaya, ngambek karena gadis itu meninggalkannya hanya karena telepon dari Guan.

"....".

"Eunggg... gak kok Mas, gak kenapa-napa. Ya udah kalau mau dateng, aku tunggu". Unaya langsung buru-buru mematikan sambungan telepon. Gadis itu meletakan ponselnya diatas meja sebelum mengusap-usap tangan Jeka yang melingkari perutnya.

"Kok udah bangun? Ayo bobo lagi". Ujar Unaya lembut.

"Kenapa lo suruh dia dateng?". Sahut Jeka cepat, pemuda itu masih betah pada posisinya. Nafas hangat Jeka yang menyapu lehernya membuat Unaya sedikit tidak nyaman, menyerempet mikir yang iya-iya.

"Ayo bobo lagi, gue temenin". Unaya justru memilih mengalihkan pembicaraan, tentu saja Jeka tidak suka. Pemuda itu ingin Unaya menjelaskan, ia tidak suka menduga-duga hingga berujung jadi konflik. Sudah cukup dimasa lalu mereka menghadapi konflik yang pelik, sekarang Jeka tidak mau lagi. Hal-hal kecil yang dianggap sepele bisa bahaya nantinya, untuk itulah Jeka ingin semuanya dibicarakan dengan jelas sampai keakar.

"Biar lo bisa ketemu sama dia, Ha?". Tebak Jeka yang sudah tahu arah pikiran Unaya. Menemaninya sampai tidur kemudian pergi untuk menemui bedebah itu. Ck! Gadis nakal.

"Gak gitu Jeka". Melihat gurat marah dari wajah Jeka membuat Unaya takut. Gadis itu hendak meraih tangan Jeka namun ditepis berkali-kali.

"Udah sana lo temuin tunangan lo. Gue mah apa cuma mantan yang berharap masih ada celah". Sindir Jeka kemudian berbaring diranjang dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Jeka merajuk, pemuda itu kesal dengan Unaya yang hendak bertemu Guan. Lebih kesal lagi karena Unaya tidak mau berterus terang, kenapa harus menutup-nutupi dari Jeka?

"Jeka jangan ngambek dong. Mas Guan tuh cuma mau ketemu aja kok, gue janji cuma bentar". Bujuk Unaya kemudian ikut masuk kedalam selimut. Dejavu!

Jeka mendadak gugup, apalagi Unaya dengan mata bulat jernihnya menatap penuh harap. Seperti minta disetubuhi, eh ralat minta dimaafkan -_-

"Jangan deket-deket nanti ketularan". Kata Jeka mencoba menjaga jarak dengan Unaya. Namun dengan isengnya Unaya malah semakin mempersempit jarak dan meletakan kepalanya didada pemuda itu. Jeka terdiam, ia menahan mati-matian agar tidak bernafas. Takut kalau Unaya mendengar deru jantungnya yang memburu. Namun telat, Unaya bahkan sudah terkekeh karena tahu Jeka-nya gugup.

"Seru banget kayaknya disini, lagi ada parade drum band ya?". Tanya Unaya dengan iseng sembari menunjuk dada Jeka. Jeka berdecak, pemuda itu merunduk untuk mengecup puncak kepala Unaya gemas. Ditekan dalam karena sayang sekali.

"Gadis nakal". Olok Jeka. Unaya membulatkan matanya tidak terima.

"Hey! Gue enggak nakal, ya". Sahut Unaya dengan suara kecil. Gadis itu mengusap-usap dada Jeka lembut. Memberikan afeksi yang sukses menciptakan efek kupu-kupu diperut si pemuda.

"Unaya?". Panggil Jeka dengan suara serak. Salah siapa Unaya mancing, Jeka-nya jadi pingin main kan.

"Heum?".

"Main yuk". Unaya mendongak untuk menatap mata Jeka yang terlihat sayu. Ia meneguk ludahnya kasar, tatapan Jeka yang seperti ini Unaya tahu maksudnya.

"Main apa?". Tanya Unaya gugup. Jeka merapikan anak rambut Unaya yang berantakan kemudian menyampirkannya kebelakang telinga.

"Playdough boleh?". Sial wajah Jeka memerah. Aduh ini gara-gara Victor! Jeka jadi pingin nge-gas.

"Hah?".

"Eh? Gak ding, gak kok. Gak jadi hehe". Sahut Jeka dengan gugupnya. Pemuda itu langsung tidur membelakangi Unaya kemudian memukul-mukul mulutnya sendiri yang kurang ajar. Sementara itu Unaya masih memikirkan maksud perkataan Jeka.

"Unaya, gak usah dipikirin". Ujar Jeka yang seakan tahu jika Unaya masih terpaku pada pemikirannya sendiri.

Unaya terkekeh, gadis itu langsung memeluk Jeka dari belakang. Dengan berani menelusupkan tangannya kedalam kaos Jeka. Sontak saja Jeka terkesiap, pemuda itu menahan tangan Unaya yang mengelus-elus perutnya.

"Na!". Tegur Jeka.

"Sttttt... biar sembuh sakitnya. Bobo ya". Ujar Unaya lembut kemudian kembali mengelus perut Jeka. Unaya murni mau membantu kok, Jeka tahu itu. Hanya saja Jeka bukan bocah kecil yang kalau sakit dielus perutnya biasa saja, pemuda itu udah gedhe btw.

"Yang ada gue malah gak bisa bobo Na kalau kayak gini. Ada yang bangun nanti bahaya". Jeka langsung berbalik dan memendamkan wajah Unaya didadanya. Mengapit tubuh gadis itu agar tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Afeksi Unaya itu bahaya menyerempet ke merangsang. Jeka tidak mau mengikuti saran Victor. Andai kata Jeka kebablasan terus Unaya hamil. Habis itu si Om Suryo tahu, matilah dia. Tambah minus, minus, minuslah dimata lelaki itu.

"Gue berani kayak gitu karena percaya kalau lo gak mungkin macem-macemin gue". Kata Unaya dengan yakin. Mau Unaya telanjang didepan Jeka sekarang juga gadis itu yakin Jeka tidak akan menyerangnya. Jeka itu cinta mati banget sama Unaya, tidak mungkin mencuri kehormatan Unaya sebelum waktunya.

"Kata siapa?". Tanya Jeka sedikit mengurai pelukannya kemudian menatap Unaya serius.

"Kata gue barusan". Sahut Unaya menyebalkan ditambah juluran lidah. Jeka mencubit pipi Unaya gemas sebelum berujar.

"Kalau lo mancing mulu kayak tadi, lama-lama gue bisa lupa diri juga Na. Gue cowok normal btw, pelukan kayak gini aja udah sesek banget rasanya". Ujar Jeka jujur. Pemuda itu memejamkan matanya karena ngantuk. Yang tidur Jeka, yang ditepuk-tepuk lengannya Unaya. Unaya tersenyum kecil, gadis itu menyibak poni rambut Jeka kebelakang. Agak naik sedikit untuk memberikan kecupan disana.

"Makasih udah jagain gue, sayang banget sampai penuh-penuh". Bisik Unaya yang membuat bibir Jeka berkedut karena menahan tawa. Unaya-Unaya andai KUA didepan teras, udah pasti langsung Jeka seret.

--Ex-Bangsat Boys--

Unaya bergegas turun kelantai bawah karena Guan sudah datang, Sonia juga sudah pulang sejak limabelas menit yang lalu dan kini tengah menemani Guan berbincang. Jeka tidur lelap sekali dan karena itulah Unaya pergi sejenak untuk menemui Guan.

"Itu Unaya-nya udah turun, Tante tinggal keatas ya Guan. Anak cowok Tante lagi sakit soalnya". Pamit Sonia dengan ramah. Unaya menatap Sonia dengan sendu, gak mau ditinggal berduaan dengan Guan. Unaya ini sedang dalam tahap mencoba menjauh dari Guan demi Jeka. Tapi Sonia memberi kode Unaya agar tetap disana, lebih tepatnya menyuruh gadis itu untuk menghadapi bukan menghindari.

"Ah... iya Tante. Makasih". Ujar Guan agak berfikir anak cowok yang Sonia maksud. Begitu ingat sosok Jeka, Guan langsung mengangguk paham. Setelah Sonia pergi, Guan langsung mendekati Unaya dan mengecup dahi gadis itu. Guan agak mengernyitkan hidungnya begitu mencium aroma parfum laki-laki dari tubuh Unaya.

"Kamu habis nemenin dia ya?". Tebak Guan dengan wajah tak suka.

"Hah? Dia siapa?". Tanya Unaya pura-pura bodoh. Guan berdecak sebelum melipat tangannya didada.

"Siapa lagi kalau bukan Jeka. Mantan terindah kamu". Sahut Guan sarkas. Unaya menghembuskan nafas malas sebelum duduk di sofa yang berseberangan dengan Guan.

"Mama kok yang minta buat temenin. Lagian Jeka itu kan sodara aku, gak salah dong aku peduli sama dia?". Bohong Unaya. Tapi Guan sudah terlanjur cemburu buta pada Unaya. Baginya Jeka itu bahaya, posisi pemuda itu jelas mengancam Guan.

"Harus banget kamu tinggal satu atap sama dia? Kenapa gak tinggal sama aku aja?". Lama-lama Guan begitu menyebalkan dimata Unaya, cemburunya itu loh.

"Aku disini tinggal sama Mama dan Adek aku juga, udah deh Mas perkara Jeka aja dibesar-besarin banget. Kamu kesini mau silaturahmi apa ngajak ribut sih?". Unaya mulai nyolot. Gadis itu benci dipojokkan, ya meski apa yang ada dipikiran pemuda itu seratus persen benar. Faktanya Unaya memang ada apa-apa dengan Jeka, kesimpulannya Unaya in relationshit with Jeka.

"Ya gimana aku gak terganggu Unaya. Kamu tinggal satu atap sama mantan. Mantan adalah ancaman dalam sebuah hubungan, aku takut kamu balik sama dia dan ninggalin aku". Kata Guan jujur. Mata Unaya bergerak gelisah, Guan seperti cenayang. Pemuda itu sampai tahu jika Unaya tengah merencanakan hal tersebut.

"Aku gak bisa jauh dari dia Mas....". Sahut Unaya sambil menggigit bibir bawahnya, haruskah ia melepaskan Mas Guan sekarang dan berkata jujur?

"Kenapa?". Tanya Guan langsung. Ekspresinya sudah kaku karena menahan kesal. Sementara itu Unaya memainkan jemarinya karena bingung, katakan tidak ya?

"Ka-karena dia...". Ujar Unaya menggantung yang membuat Guan menahan nafas. Unaya menatap Guan ragu sebelum melanjutkan ucapannya.

"Dia manager aku Mas".

"Apa?". Akhirnya Unaya tidak berani mengatakan yang sejujurnya, gadis itu tidak siap. Unaya belum bisa menghadapi temperamen Guan jika seandainya ia memutuskan pemuda itu sekarang. Terlebih Jeka akan dalam bahaya jika ia mengatakan yang sejujurnya. Guan tidak mungkin diam saja kalau tahu ia dan Jeka ada hubungan lebih.

"Iya Mas. Jeka sekarang jadi manager aku. Semenjak aku dapet agensi baru, banyak endorse dan tawaran syuting. Aku kewalahan buat ngatur jadwal, alhasil minta tolong Jeka buat jadi manager aku". Jelas Unaya yang entah sejak kapan jago berbohong, bahkan wajah gadis itu meyakinkan sekali.

"Kenapa harus Jeka? Masih banyak yang lebih mumpuni, aku bisa bantu cari". Sahut Guan yang masih tidak rela Unaya dekat-dekat dengan Jeka, ditambah menjadikan pemuda itu manager segala.

"Gak ada yang bisa dipercaya selain keluarga sendiri kan?". Unaya menggedikan bahunya cuek. Guan menghela nafas berat, jelas keberatan dengan keputusan Unaya tapi perkataan gadis itu ada benarnya juga. Tidak ada yang bisa dipercaya selain keluarga, dan point-nya disini Guan adalah orang asing yang memiliki peluang untuk mengkhianati Unaya beserta keluarganya, seperti di skak.

Guan dan Unaya mengobrol biasa sampai Jeni dan Yeri pulang dari tempat bimbel.

"Kak Unaya, Yeri dapat kabar dari Mama kalau Bang Jeka sakit. Dia dimana?". Tanya Yeri terlihat panik. Gadis itu takut Abang tersayangnya kenapa-napa.

"Abang kamu gak apa-apa Yeri, lagi tidur tuh dikamar". Sahut Unaya, Yeri mengangguk kecil sebagai tanggapan kemudian atensinya teralihkan pada sosok Guan.

"Om ini tunangannya Kak Unaya ya? Halo Om saya Yeri". Kata Yeri sopan sembari menyalami tangan Guan bak menyalami orangtua, dikecup tangannya. Jeni pun ikut-ikutan menyalami Guan. Unaya menahan tawa melihatnya, sementara Guan bingung karena diperlakukan bak orangtua.

"Ah, iya Yeri. Saya Guan, panggil aja Kak". Sahut Guan canggung.

"Gak ah, cocok dipanggil Om. Gayanya tua... hmmmmpppptttt...". Jeni langsung membekap mulut Yeri karena takut gadis itu semakin bicara ngawur.

"Kak, kita keatas dulu ya". Pamit Jeni kemudian menyeret paksa Yeri.

Guan langsung melihat penampilannya sendiri, mendadak tidak pede gara-gara dibilang gayanya tua kayak om-om.

"Kenapa Mas? Kok murung gitu?". Tanya Unaya pura-pura tidak peka.

"Ah, gak apa-apa kok. Kayaknya aku harus ngubah penampilan ya". Sahut Guan.

"Belajar aja tuh dari Jeka". Unaya menggedikan dagunya kearah foto Jeka yang terpajang ditembok ruang tamu.

"Emmm... boleh juga". Unaya tersenyum kecil melihatnya. Kalau Guan dan Jeka akur apa jadinya ya?

--Ex Bangsat Boys--

Pagi ini Unaya datang ke agensi naik taksi. Ia hendak membicarakan terkait tawaran pekerjaan dari beberapa perusahaan. Setelah pengumuman bergabungnya ia ke agensi Jun Hit Entertainment, tawaran kerjasama langsung datang dari mana-mana. Meski skandal sikap bar-bar nya waktu itu masih hangat, tapi ternyata tidak menurunkan kadar popularitasnya. Syukurlah, Unaya tidak perlu overthingking dan berujung merugikan dirinya sendiri.

Unaya selaku aset agensi mendapat perlakuan spesial dari para staff dan tentu saja CEO Jun Hit Entertainment. Jika biasanya artis tunduk pada CEO, maka kini berkebalikan. CEO-lah yang tunduk pada artisnya. Sungguh luar biasa sekali pengaruh Unaya, tak heran gadis itu kini sudah duduk dengan sombongnya dihadapan Jun.

"Selamat datang Kanjeng Ratu Unaya. Kamu telat sepuluh menit, tapi gak apa-apa. Aset agensi mah bebas". Sapa Jun dengan sopan yang membuat Unaya meringis.

"Maaf, saya dateng kesini naik taksi. Harusnya anda kasih saya transportasi dan supir dong Pak CEO. Biar saya enggak telat!". Protes Unaya.

"Tenang-tenang, saya akan segera carikan kamu manager. Kamu mau manager yang seperti apa? Cowok atau cewek? Yang udah tua atau seumuran? Lulusan luar negeri atau...".

"Kalau soal manager, saya bisa cari sendiri. Saya udah menentukan siapa orangnya". Potong Unaya cepat-cepat.

"Hmmm... ya baguslah. Siapa orangnya, biar saya hubungi dia". Sahut Jun yang membuat Unaya tersenyum penuh arti.

"Jeka. Saya mau yang jadi manager saya, Jeka". Kata Unaya dengan yakin. Namun Jun agaknya kurang setuju, masalahnya Jeka belum tentu mumpuni untuk dijadikan seorang manager.

"Unaya. Tolong kamu pisahkan antara urusan percintaan dengan kerjaan, ya kali Jeka jadi manager hahaha". Jun tersenyum garing. Kalau Jeka yang jadi manager Unaya, bisa-bisa gadis itu kena skandal aneh-aneh. Masalahnya dua manusia itu tidak mungkin profesional menurut Jun. Pasti nanti bakal ada drama-drama kacangan dan bikin ribet.

"Loh kenapa? Menurut saya Jeka cocok kok jadi manager. Lagian dia juga pinter, dan yang pasti dia bisa jagain saya dari fans bar-bar". Jelas Unaya.

"Begini ya Unaya, diantara kalian kan ada perasaan. Kalau seandainya Jeka jadi manager kamu dan selalu ada sama kamu setiap waktu, nanti pasti bakal ada gosip yang aneh-aneh. Lagian gak yakin saya kalau kamu sama Jeka gak bakal bucin-bucinan. Meski saya bebaskan kamu memilih pekerjaan yang kamu sukai, tapi saya tidak mau punya artis yang banyak skandal. Saya baru buka agensi loh ini, jangan sampai agensi saya hancur karena ulah kamu". Kini Jun mulai tegas. Namun Unaya cuek, gadis itu sama sekali tidak peduli dengan celotehan Jun.

"Terserah Pak CEO! Yang jelas saya mau Jeka jadi manager saya...". Unaya bangkit dari duduknya kemudian menyambar berkas di meja Jun yang berisi penawaran kerjasama untuknya.

"Saya bawa berkas ini, bakal saya tandain Job yang mau saya ambil. Dan soal Jeka, saya yang bakal ngomong sendiri ke dia. Pak CEO tinggal terima beres, ok?! Bye... byeee...". Pamit Unaya dengan amat menyebalkan kemudian ngacir begitu saja membuat Jun yang belum sempat ngomel memijit pelipisnya karena mendadak pusing.

Baru satu hari Unaya taken kontrak sudah membuatnya pusing tujuh keliling, CEO kayak gak ada harga dirinya :')

Sementara itu dirumah, Jeka dijenguk teman-teman panitia ospek. Judulnya dijenguk tapi pada kenyataannya mereka tengah membahas persiapan ospek. Jeka selaku ketua tentu saja pendapatnya diperlukan oleh anggota yang lain, sehingga rapat yang harusnya dilaksanakan di kampus pun berpindah ke kamar Jeka.

"Gue mau suasana ospek-nya beda, jadi gak monoton dikampus aja. Misal di hutan, atau dimanapun yang penting gak di kampus. Terus gak usah yang pake konsep mengerikan lah, ospek kan bakal jadi pengalaman yang tak terlupakan buat maba. Jadi sebisa mungkin kita bikin kenangan yang indah buat mereka". Jelas Jeka panjang lebar, meski sakit ia berusaha memberikan masukan dan ide semampunya. Mengemban tugas sebagai ketua bukanlah hal yang mudah, sebisa mungkin ia menjalankan amanat itu dengan baik.

"Gimana kalau pakai konsep ala-ala camping gitu Bos? Kayak malam keakraban. Jadi maba dan panitia gak ada jarak, pinginnya sih mereka gak sungkan sama kita. Siapa tahu kan gue bisa cari istri kedua". Kata Victor mulai sembrono yang langsung mendapatkan jitakan maut dari Jimi.

"Parah emang lo! Inget kreditan panci! Dikebiri Mamah baru tahu rasa lo". Semprot Jimi.

"Waduh ngeri amat dikebiri, cita-cita mau bikin tim kesebelasan ala alien family pupus dong". Gerutu Victor pada udara yang kosong.

"Hahaha. Tapi gue setuju sama ide lo Vi, konsep camping oke juga. Yang lain gimana? Ada usul atau ada yang gak setuju?". Tanya Jeka pada anggotanya.

"Kita setuju kok Jek sama ide kamu. Udah ya cukup rapatnya, biar Jeka istirahat". Sahut Juwi yang sedari tadi tidak tega melihat Jeka memaksakan diri untuk banyak bicara sampai pegangin perutnya.

"Ciyeeeeee... Neng Juwi perhatian banget sih, jadi pingin ngelamar. Nikah yuk?". Canda Victor. Juwi berdecak sambil menatap Victor dengan sebal. Lelaki beranak satu itu kadang suka lupa kalau sudah berkeluarga. Kasihan Ririn dirumah berjuang menjadi seorang istri Solehah, eh suaminya diluar godain cewek-cewek wkwk.

"Gak mau! Aku gak bisa masak!". Sahut Juwi ketus.

"Gak apa-apa, aku juga gak bisa cari duit kok".

"Hiyaaaaaaaa!!!!". Mendadak suasana kamar Jeka ramai berkat candaan Victor. Ada-ada aja tuh manusia.

"Saran gue sih Vi mending lo beli kaca yang banyak, lo siapa berani-beraninya ngelamar tuan putri macem Juwi. Gak cocok lah kalian bersanding". Hina Jeka hingga membuat Victor tertohok hatinya. Jahat banget tapi kok fakta.

"Ya Allah jahat banget sih Bos ngomongnya. Tapi gak usah sewot gitu lah, gue mah cuma bercanda kali. Gak bakal gue ambil Neng Juwi dari lo". Ledek Victor. Padahal niatnya Jeka kan mau ngehina si Papa alien, lha kok malah pada salah paham. Jadilah Jeka diledek sama temen-temennya.

Dibalik pintu kamar Jeka...

"Oh jadi panggilan tuan putri bukan cuma buat gue aja? Ada yang lain?! Huh... cukup tau!". Dengus Unaya dengan mata berkaca-kaca. Jahat banget sih Jeka! Tadinya Unaya hendak meminta saran pada Jeka terkait tawaran kerjasama yang akan ia ambil sekaligus meminta pemuda itu untuk menjadi managernya. Tapi gara-gara kejadian barusan membuatnya sukses badmood. Unaya juga baru ingat jika ia sejenak melupakan sosok Juwi, ia pun belum tahu ada hubungan apa antara Jeka dan Juwi.

Dan ia telah gegabah mengajak Jeka menjalani hubungan brengsek seperti ini, hell!

--Ex-Bangsat Boys--

Próximo capítulo