webnovel

Newone

Celebridades
Contínuo · 32.7K Modos de exibição
  • 15 Chs
    Conteúdo
  • Avaliações
  • NO.200+
    APOIO
Sinopse

Do Kyungsoo, yang menghabiskan waktu masa kecilnya di Los Angeles, karena suatu hal harus melanjutkan jenjang kuliah di negara asalnya, Korea Selatan, tepatnya di kota Seoul. Menjadi pendatang baru bukanlah perkara mudah bagi Kyungsoo. Namun ia mampu untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dengan baik dan memiliki sahabat yang setia. Tak hanya itu, Kyungsoo yang sebelumnya belum pernah jatuh cinta baik pada perempuan maupun lelaki, dihadapkan pada sebuah pilihan dilematis, dimana dia jatuh hati tidak hanya pada satu orang saja. Kyungsoo pun tak mengira, perasaan cintanya tersebut bukan mendatangkan sebuah hal yang bahagia, malah menjadi sebuah pengalaman yang tak pernah ia duga sebelumnya, atau bahkan pernah ia mimpikan dalam mimpi terliarnya sekalipun.

Tags
3 tags
Chapter 1Chapter 1

"Kau tahu, itu menjijikan."

"Chagi-ya, biarkan aku menolongmu. Jebal."

"Tidak! Pergi."

"Tapi..."

"PERGI!! Apapun yang terjadi setelah ini, jangan pernah muncul di hadapanku. Dan berhenti melakukan hal itu lagi."

Call me baby

I georineun wanjeon nalliya

Call me baby

Saramdeul saineun namiya

Call me baby

Hamkkehaneun mae sungani

Like boom, boom, boom, boom, boom

What up...

Do Kyungsoo membuka mata perlahan. Tangan kanan nya meraih ponsel nya yang berbunyi di meja disamping tempat tidur. Terpampang tulisan "WAKE UP BOBAE!" di layar ponselnya mengikuti bunyi alarm salah satu lagu favoritnya itu.

Ia menggeser layar ponselnya hingga musik berhenti, dan menyimpan ponselnya disamping bantalnya.

Matanya lalu menerawang ke langit-langit kamar. Sesekali ia menutup kembali matanya hingga kalimat di mimpi tadi terulang kembali mengiang di telinganya, namun menghilang seketika saat ia membuka kembali matanya.

Sambil menghela nafas panjang dan lembut, ia mengangkat tubuhnya dan diam terduduk dengan kepala menunduk. Jantungnya memalu kencang, saat ia kembali mengingat kalimat di mimpinya. Kali ini tak hanya kata-kata yang terngiang. Tapi bayangan saat itu pun kembali melintas di benaknya.

Nafas tersengal.

Baju berantakan.

Tempat yang gelap.

Dan darah.

Kyungsoo mengerutkan kening sambil memejamkan matanya seolah hendak menangis. Namun semua hal buyar saat ponselnya kembali mengganggu memecah keheningan. Ia kembali membuka matanya dan meraih kembali ponselnya. Ada nama Byun Baekhyun disana.

"Yeoboseyo," ucap Kyungsoo perlahan.

"Hei, kau sudah bangun?" terdengar suara nyaring di seberang sambungan.

"Aku tak akan mengangkat teleponmu jika belum bangun," kata Kyungsoo, dengan malas-malas menyingkapkan selimut tebalnya dan menggerakan tubuhnya hingga duduk di sisi tempat tidur, "apakah sudah waktu yang tepat kau mulai menggangguku?" tambahnya sambil menguap, lalu melirik jam digital kotak berwarna biru di atas meja yang menunjukkan pukul lima lewat lima menit.

"Aku hanya ingin mengingatkanmu untuk bersiap nanti. Jangan lupa semua barang yang harus kau bawa."

"Kau baru akan menjemputku jam sembilan, Baekhyun. Dan itu masih empat jam dari sekarang."

"Aku tahu kau sudah bangun karena Call Me Baby-mu," Baekhyun terkikik di ujung telepon, "baiklah, aku akan kembali tidur. Annyeong Kyungsoo," dan ia langsung menutup sambungan telepon sebelum Kyungsoo sempat menyampaikan kalimat protes lain.

"Dasar aneh," desis Kyungsoo, melempar ponselnya ke tempat tidur sekenanya.

Ia berjalan ke arah meja dimana ada beberapa foto terpajang, dan mengambil satu foto dengan figura warna hitam. Ada sosok pria dengan pakaian kemeja rapi dan sosok wanita dengan dress warna putih dan mengenakan sweater hitam. Diantara kedua sosok itu ada Kyungsoo yang dengan senyuman mengembang, merangkul erat Mr dan Mrs Do, ayah dan ibunya yang terlihat bahagia.

Kyungsoo mengusap foto yang diambil beberapa bulan lalu di sebuah taman kota saat ia pulang ke Los Angeles.

"I love you Mom, Dad," bisiknya.

Setelah beberapa detik terhanyut akan kenangan saat terakhir kali ia pulang ke kampung halaman nya itu, Kyungsoo mengerling foto lain di meja dengan figura hitam yang sama dengan foto ia dan kedua orang tuanya. Ada lima orang dalam foto itu. Kyungsoo meletakan foto pertama dan meraih foto kedua.

Seketika saja mimpinya kembali terngiang.

"Biarkan aku menolongmu," Ucap seorang laki-laki mungil dengan lirih.

"Tidak! Pergi."

"Tapi..."

"PERGI!! Apapun yang terjadi setelah ini, jangan pernah muncul di hadapanku," nafas orang itu tersengal, "dan berhenti melakukan hal itu lagi."

"Tapi, aku..."

"Aku tak suka bantahan. Kau selalu tahu itu."

Suara notifikasi Whatsapp Messanger, yang artinya ponselnya itu telah kesekian kalinya pagi ini menjadi pengganggu, kembali membuyarkan setiap rekaman di benaknya. Rekaman kenangan yang sungguh ingin dilupakan, tetapi terlalu sulit untuk dihilangkan.

Kyungsoo mendekat ke tempat tidur, dan meraih ponselnya. Tanpa membuka kunci ponsel dan aplikasi tersebut, ia hanya membaca isi pesan di layar depan ponselnya.

"Do Kyungsoo, hari selasa malam jam 7 tempat biasa." pengirim pesan tersebut Oh Sehun.

Dengan sedikit dengusan ringan, Kyungsoo melempar ponselnya lagi ke tempat tidur, lalu berjalan ke kamar mandi dan menutup pintunya.

*

Mobil memasuki halaman sebuah rumah besar mewah. Rumah bernuansa Eropa Timur, dengan pekarangan yang penuh dengan bunga-bunga mawar berwarna merah. Seorang pria tua dengan rambut putih dan mengenakan topi safari terlihat sedang merawat bunga-bunga tersebut. Saat melihat mobil masuk dan berhenti di depan pintu, pria tersebut setengah berlari menghampiri dan membantu membukakan pintu depan mobil.

"Selamat pagi, Tuan Muda," sapa pria itu.

"Terima kasih, Wu," kata Baekhyun turun dari balik kemudi.

"Selamat pagi, Tuan Do," sapa Wu dengan ramah pada Kyungsoo, yang baru turun dari sisi lain mobil.

"Halo, Wu, bagaimana kabarmu?" balas Kyungsoo dengan senyuman ramah.

"Selalu baik, Tuan Do, terima kasih," Wu, yang meski terlihat sudah berusia lanjut, namun masih tegap dan enerjik.

"Dan mawarnya semakin terlihat indah."

"Ya begitulah, Tuan. Apapun yang selalu dikerjakan oleh hati yang tulus tentu akan memberikan sesuatu yang berharga," kata Wu dengan mata berbinar.

Kyungsoo tersenyum. Baekhyun memberikan kunci mobil nya pada Wu.

"Wu, kalau tak keberatan, nanti tolong cucikan mobilku."

"Dengan senang hati, Tuan Muda."

Baekhyun dan Kyungsoo berjalan menaiki undakan depan pintu rumah.

"Sampai jumpa, Wu," kata Kyungsoo melambaikan tangan dua kali, diikuti bungkukan sopan dan senyuman Wu yang ramah.

"Dia selalu terlihat sehat ya, Baek," kata Kyungsoo, saat mereka sudah memasuki rumah, "dan selalu terlihat sangat bersemangat mengerjakan apapun."

"Ya, aku bersyukur ia sudah ada disini sejak aku belum dilahirkan. Dan kami sekeluarga sangat berterima kasih atas bantuan nya," kata Baekhyun, memimpin menaiki tangga melingkar menuju ke lantai atas.

Kyungsoo sudah beberapa kali, mungkin sering, datang berkunjung ke rumah mewah dan megah milik keluarga Byun ini. Ayah Baekhyun adalah seorang pemilik jaringan hotel terkenal dengan banyak hotel tersebar di beberapa negara di dunia. Ibunya adalah seorang perancang busana terkenal yang karyanya selalu digunakan oleh selebritis-selebritis di Korea. Meskipun begitu, mereka berdua tidak pernah mengesampingkan keluarga demi pekerjaan mereka masing-masing. Terbukti, Baekhyun dan kakak laki-lakinya, selain bergelimang harta, namun cinta dan kasih kedua orang tuanya. Bahkan Tuan dan Nyonya Byun sudah menganggap Kyungsoo sebagai anak mereka.

Yap. Sebagai seorang pendatang dari negara lain, Kyungsoo cukup beruntung bisa kenal dengan Baekhyun dan keluarganya. Ia sendiri sebenarnya memang memiliki darah Korea dari ayahnya. Namun sejak lahir, Kyungsoo memang dibesarkan di Los Angeles karena ayahnya menikah dengan ibunya yang merupakan warga Amerika Serikat.

Saat akan memasuki waktu kuliah, tepatnya saat Kyungsoo berumur enam belas tahun, kedua orang tua nya memutuskan untuk menyekolahkan dia ke negara asal ayahnya, yaitu Korea Selatan, karena ayahnya akan pensiun dari pekerjaannya yang sekarang tiga tahun lagi, atau tepatnya dua tahun dari waktu saat ini, dan kembali ke Seoul bersama dengan ibunya. Agar tidak perlu waktu lama bagi Kyungsoo untuk banyak belajar dengan budaya disini.

Baekhyun membuka pintu kamarnya. Ia melangkah ke cermin, sementara Kyungsoo langsung menjatuhkan diri di ranjang yang empuk dan wangi.

"Aku ingin segera memotong rambutku," kata Baekhyun, mengacak-acak rambutnya yang agak gondrong dan berwarna hashbrown. Tak lupa eyeliner yang menjadi ciri khas-nya. "Bagaimana jika nanti siang kita ke barber shop biasa?" tanya Baekhyun, menoleh pada sahabatnya.

"Tentu," Kyungsoo menjawab sambil membuka ponselnya.

Baekhyun berbalik lagi ke cermin dan membuat gerakan-gerakan pada rambutnya dengan berbagai gaya.

"Baek?"

"Ya," jawab Baekhyun tanpa menoleh dari cermin.

Kyungsoo mengangkat tubuhnya dan duduk di sisi tempat tidur.

"Aku..."

Kyungsoo tiba-tiba diam. Ia hendak membuka mulutnya, namun tak ada suara yang keluar. Merasakan ada sesuatu yang aneh, Baekhyun mengerling.

"Kenapa? Kau bermimpi itu lagi?" tanyanya pelan.

Tiba-tiba saja air mata bergulir ke pipi Kyungsoo. Ia sedikit terisak dengan bibir bergetar. Baekhyun langsung menghampiri dan mengalungkan tangan ke bahu Kyungsoo.

"Sudahlah, Kyung. Kau tak perlu menangis lagi memikirkan hal itu. Kau bisa sakit," kata Baekhyun mengusap-usap bahu Kyungsoo untuk memberi semangat.

"Tapi, aku merasa bersalah, Baek, aku merasa pecundang sekali," isak Kyungsoo dengan lirih, bersandar ke bahu Baekhyun, "aku seharusnya bisa melakukan sesuatu."

"Hey, kau tak perlu merasa bersalah. Yang kau lakukan itu benar."

"Tidak, aku..."

"Sudah, sudah, jangan kau menangis lagi," Baekhyun menegakan tubuh Kyungsoo, yang kali ini air mata sudah membanjiri seluruh wajahnya.

"Tenangkan dirimu. Aku akan kebawah mengambil air minum, sementara itu kau tenangkan dirimu dulu. Nanti kita bicarakan lagi, oke?" katanya dengan tatapan meminta.

Kyungsoo hanya terdiam, namun memberikan anggukan kecil. Baekhyun menepuk kedua bahu sahabatnya, kemudian bangkit dan berjalan ke pintu, membukanya, dan menghilang di balik pintu.

Dengan masih terisak, Kyungsoo mengangkat wajahnya menatap cermin di hadapannya. Matanya yang sayu dan berkaca-kaca saling beradu pandang dengan bayangannya di dalam cermin. Dan tanpa sadar, semua terasa terulang lagi...

*

Enam bulan lalu sebelum saat ini...

Dengan kaki yang sudah lelah, Kyungsoo mendorong troli yang mengangkut koper-koper besar miliknya. Nafasnya sedikit tersengal, dengan keringat yang bercucuran melewati topi kupluk abu-abu. Saat melihat kursi, ia memutuskan untuk berhenti dan duduk untuk beristirahat. Ia mengambil botol minum air putih dari sela ranselnya, dan meneguk banyak-banyak seolah ia sudah berlari mengelilingi Madison Square Garden di New York lima puluh kali.

Setelah air minum tersisa seperempat, ia mengelap mulutnya dengan lengan mantelnya. Namun demikian, tidak terlalu melelahkan baginya untuk membuka ponsel. Ia menonaktifkan airplane mode, dan mendapati ada tiga puluh pesan iMessage yang masuk. Beberapa dari pesan itu dikirim oleh ibunya yang menanyakan apa dia sudah sampai.

Kyungsoo membalas bahwa ia sudah sampai dengan selamat di Incheon Int'l Airport, dan sedang menunggu jemputan. Setelah beberapa teks ia dan ibunya saling membalas, Kyungsoo memasukan ponselnya ke dalam saku mantel, tepat saat seorang wanita paruh baya menghampirinya.

"Do Kyungsoo?" tanya wanita itu dengan hati-hati.

"Ya?" kata Kyungsoo sedikit mengerutkan dahi.

Langsung saja senyum sumringah terlukis di wajah wanita itu. Tanpa aba-aba ia langsung menghambur memeluk Kyungsoo, yang dengan mata membelalak terkejut sekali.

"Kau sudah besar sekali sekarang," seru wanita itu, "aku sangat merindukanmu."

"Ann imo?" tanya Kyungsoo, yang sedikit kesulitan bernafas karena Bibi Ann memeluknya dengan erat, "aku tak bisa bernafas, ahjumma," ia malu sekali karena banyak orang di sekitar yang memperhatikan. Saat Bibi Ann melepaskan pelukannya, Kyungsoo sedikit tersengal bernafas, apalagi ia belum lama duduk dengan niat untuk beristirahat karena lelah berjalan.

"Kau tahu, terakhir kali aku bertemu denganmu, kau masih setinggi ini," Bibi Ann dengan antusias memeragakan tangan nya dengan membuat ukuran tinggi sejajar dengan lututnya, "astaga, kau tumbuh tinggi dan tampan," senyum merekah kembali di bibir Bibi Ann.

Kyungsoo tersenyum mencela. Ia tak yakin umur berapa ia saat tingginya masih setinggi lutut Bibi Ann yang tinggi badannya saja saat ini tiga puluh senti dibawah Kyungsoo. Ia malah merasa itu tinggi untuk seekor anak kambing.

"Tapi kau bisa mengenaliku, ahjumma," kata Kyungsoo, yang sejujurnya ia sendiri tidak tahu wujud asli Bibi Ann. Ibunya baru menunjukkan foto Bibi Ann saat mengantarnya ke LAX Airport. Itupun foto delapan tahun lalu. Kyungsoo hanya bisa mengingat bahwa di foto itu tubuh Bibi Ann memang lebih mungil dibanding ibunya. Dan melihat wanita di hadapannya sekarang ini, ia yakin memang ini adalah Bibi Ann.

"Ya, ibumu hanya berkata untuk mencari anak laki-laki lucu, dan tampan," kata Bibi Ann.

Kyungsoo langsung berpikir sambil tersenyum pahit, apa yang akan terjadi seandainya yang ia hambur peluk tadi bukan dirinya tapi orang lain.

"Ibumu sudah mengirimkan fotomu lewat wosop, tapi aku tak mengerti bagaimana cara membukanya," kata Bibi Ann diikuti tawaan mencicit. Mungkin maksudnya Whatsapp, pikir Kyungsoo mencoba memaklumi.

"Euh, aku lelah sekali, bagaimana kalau kita segera pulang," kata Kyungsoo, yang merasa sudah cukup disambut dengan berbagai keanehan ini.

"Baiklah, ayo, aku sudah memasakkan banyak makanan untuk mu," kata Bibi Ann, melangkah ke belakang troli berisi koper-koper besar Kyungsoo, dan mencoba sekuat tenaga mendorong troli itu.

"Biar aku yang dorong," kata Kyungsoo, tidak tega melihat wajah Bibi Ann yang langsung memucat karna hanya berhasli mendorong troli beberapa senti.

"Tentu saja," cicit Bibi Ann, tertawa terkekeh lagi, sambil mengusap wajahnya dengan sapu tangan kuning.

Mereka berdua berjalan berdampingan, dengan Kyungsoo mendorong trolinya kembali, keluar dari ruang tunggu Airport. Sesekali Bibi Ann masih mengajak berbincang dengan penuh semangat.

*

Dengan berat, Kyungsoo membuka kelopak matanya. Musik khas alarm ponselnya terdengar terredam dari balik bantal. Tangannya menyusup kedalam bantal untuk mengambil ponsel, lalu mematikan alarm. Ia meregangkan tangan dan kakinya persis seperti seekor kucing yang terbangun dari tidur, dan langsung beranjak dari tempat tidur.

"Baiklah, semangat," kata Kyungsoo, menatap mata cokelat bulat di depan cermin dengan tatapan berapi-api.

Hari ini adalah hari pertamanya di masuk kuliah di salah satu universitas terkenal di kota ini, SM Seoul University. Banyak hal yang harus dipersiapkan, terutama banyak hal dan kebiasaan yang mulai hari ini harus ia biasakan. Saat di Los Angeles, ia terbiasa dibangunkan oleh ibunya untuk berangkat sekolah.

Tapi disini, ia tinggal sendirian disebuah apartemen mewah yang telah disiapkan orang tuanya. Bibi Ann hanya akan sesekali berkunjung kemari, karena rumahnya jauh di sisi kota. Ditambah dia memilki rutinitas yang harus dilakukan setiap hari di rumahnya. Namun ia selalu mengingatkan Kyungsoo untuk tidak sungkan meneleponnya apabila membutuhkan bantuan.

Tidak perlu waktu lama bagi Kyungsoo untuk mandi dan bersiap-siap. Ia sudah rapi, mengenakan kaus lengan panjang warna putih dan celana jeans skinny biru langit serta sepatu kets hitam. Setelah sedikit mengatur rambutnya yang berwarna hitam gelap, ia pun berjalan ke pintu dan keluar.

Apartemennya memang tidak terlalu jauh. Ia hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit berjalan kaki untuk mencapai kampusnya. Kyungsoo menatap pintu gerbang masuk kampusnya, dimana banyak terlihat anak baru sepertinya, diantar oleh orang tua masing-masing. Namun tak sedikit juga yang seperti dia datang sendiri tanpa dikawal oleh orang tuanya.

Dengan helaan nafas singkat tapi bertenaga, dan juga gerakan tangan memberi semangat, Kyungsoo dengan langkah yakin berjalan ke arah pintu gerbang kampus.

"Bruukkkkk!"

Ia merasa ada orang yang menabraknya dari samping. Tas nya yang hanya ia sampirkan di bahu terjatuh.

"Joesonghabnida. Aku tak sengaja," kata orang yang menabrak, membantu membawakan tas Kyungsoo.

"Iya, aku tak apa," kata Kyungsoo, "gomawo."

Seorang laki-laki jangkung berambut cokelat tua dengan gaya mohawk, berkulit putih pucat dengan mata tajam, memberi senyum ramah dengan bibirnya yang tipis.

"Hoobae?" tanya laki-laki itu.

Kyungsoo sedikit mengernyitkan kening. Ia memang sudah belajar bahasa korea sejak kecil karena diajarkan langsung oleh ayahnya. Tapi terkadang ia masih harus mencerna beberapa kalimat tertentu. Hoobae sendiri artinya adalah istilah panggilan untuk adik kelas.

"Mahasiswa baru?" laki-laki itu mengulang bertanya dengan bahasa Inggris, seolah mengerti raut kebingungan di wajah Kyungsoo.

"Iya," kata Kyungsoo dengan senyuman canggung.

"Oh, salam kenal. Aku adalah sunbae-mu. Namaku Oh Sehun, atau boleh Sehun saja," laki-laki itu menjulurkan tangannya. Kyungsoo membalas salam Sehun dengan ramah sambil mengangguk. Sunbae sendiri adalah istilah untuk kakak kelas atau senior.

"Halo, sunbae. Aku Do Kyungsoo. Aku pindahan dari luar negeri."

"Kau bukan asli sini? Wah itu menarik," kata Sehun dengan senyuman lebar, "baiklah, Do Kyungsoo, err atau kupanggil Kyungsoo? Atau Kyung?" tanyanya.

"Aku terbiasa dipanggil Kyungsoo saja, sunbae," kata Kyungsoo dengan senyum simpul ramah.

"Baiklah, Kyungsoo, sampai jumpa, aku harus segera masuk karena sudah terlambat untuk rapat panitia penerimaan mahasiswa baru. Semoga harimu menyenangkan," kata Sehun, sembari menepuk bahu Kyungsoo.

"Terima kasih, sunbae," Kyungsoo memberikan anggukan ramah.

Sehun tersenyum sekilas, kemudian segera setengah berlari masuk melewati gerbang kampus. Sekitar lima detik Kyungsoo hanya terpaku, karena masih sedikit terkejut tadi. Kemudian ia pun segera masuk berjalan ke dalam gerbang yang beberapa detik lalu dilewati Sehun.

*

Setelah melewati berbagai seremoni untuk menyambut kedatangan mahasiswa-mahasiswa baru, yang bagi Kyungsoo cukup melelahkan karena ia masih merasa jetlag, ia masuk ke dalam kamar mandi dan berjalan ke wastafel. Air mengucur perlahan saat ia memutar kran-nya. Dengan telapak tangannya ia menampung air, kemudian menunduk sedikit untuk dibasuhkan ke wajahnya.

Salah satu bilik toilet dibelakangnya membuka. Seorang laki-laki keluar dari dalam dan berjalan ke arah wastafel. Ia mengambil tempat di samping Kyungsoo.

"Kau anak baru juga?" tanyanya pada Kyungsoo yang sedang membasahi rambutnya agar terlihat segar.

"Betul. Kau juga?"

"Byun Baekhyun," ia menjulurkan tangan nya. Kyungsoo membalas jabatan tangan Baekhyun sambil menjawab, "aku Do Kyungsoo. Aku pendatang baru di negeri ini."

"Kau bukan asli Korea?" tanya Baekhyun, dengan mata sedikit membulat, "kau orang mana?"

"Aku lahir dan besar di Los Angeles. Tapi appa-ku asli Korea."

"Wow, itu menakjubkan," Baekhyun terlihat kagum, "aku pernah sekali ke Amerika. Tepatnya ke New York. Itupun saat kecil karena mengantar ayahku."

"Yeah, tidak ada yang lebih baik di Los Angeles. Semuanya hampir sama," kata Kyungsoo dengan tawaan kecil.

"Kukira kita bisa menjadi teman baik," Baekhyun menepuk bahu Kyungsoo, tersenyum sambil mengangkat kedua alisnya.

"Tentu saja."

Mereka berdua berjalan bersamaan sambil mengobrol banyak hal tentang diri masing-masing dan sekali-sekali tertawa karena pembicaraannya. Itulah awal perkenalan Kyungsoo dengan Baekhyun dimana mereka langsung merasa cocok satu sama lain untuk berteman.

Mereka berdua berjalan ke arah aula kampus SM Seoul University yang besar. Ada banyak meja stand berjajar yang mewakili setiap kegiatan ekstrakurikuler yang ada di kampus. Aula itu penuh oleh anak-anak baru yang dengan bersemangat berjalan kesana kemari untuk melihat jajaran stand-stand, yang beberapa diantara nya menyuguhkan penampilan masing-masing ekskul.

Seperti ekskul modern dance, terdapat layar LED ukuran besar di tengah meja mereka, yang menampilkan kegiatan mereka yang pernah tampil di acara-acara ataupun kejuaraan antar kampus. Ada ekskul seni rupa, menampilkan hasil karya lukisan yang indah-indah. Ada seorang perempuan sedang melanjutkan lukisan wajah manusia, dikelilingi oleh beberapa orang yang penasaran. Ada ekskul basket, dengan para cowok atletis memeragakan atraksi menggunakan bola. Terdengar tepukan riuh dari para gadis muda dengan mata berbunga-bunga. Di sisi lain ada ekskul cheerleader dengan para perempuan berpakaian seksi. Bukan mendapat perhatian dari anak perempuan yang berminat bergabung, para cowok mahasiswa baru yang berdiri membentuk lingkaran menyaksikan mereka beratraksi.

"Kau mau bergabung kemana, Kyung?" tanya Baekhyun dengan sedikit berteriak, saat mereka berdua melewati meja ekskul marching band yang bising sekali.

"Hmm, entahlah, belum ada yang membuatku berminat," seru Kyungsoo, yang mengedik sedikit saking bisingnya.

"Coba kita kesana, nampaknya tempatnya lebih tenang," Baekhyun menunjuk ke arah kirinya, dimana kerumunan orang tidak terlalu banyak.

Kyungsoo hanya mengangguk cepat memberi isyarat, dan mereka berdua sedikit bersusah payah melewati segerombol cewek yang berteriak-teriak melihat atraksi juggling bola oleh salah satu atlet basket.

Di sisi lain aula memang tidak seramai tempat tadi. Mereka berdua bisa dengan tenang dan leluasa melihat-lihat stand disini. Ada perempuan cantik mengangguk sopan di meja stand ekskul menjahit. Dengan tatapan penuh minat, Baekhyun tiba-tiba berbelok.

"Anyeong haseyo," sapa Baekhyun dengan lagak sok kenal.

"Anyeong haseyo, silahkan masuk," sapa perempuan itu dengan ramah.

"Aku Byun Baekhyun. Dan aku murid baru disini," Baekhyun berkata dengan cepat sambil menjulurkan tangannya.

Kyungsoo tersenyum mencela. Ia tak yakin perempuan itu berpikir Baekhyun adalah murid lama di kampus. Rasanya ia tak perlu memperkenalkan diri sebagai murid baru, pikir Kyungaoo.

"Aku Yoo Bin," jawab Bin dengan ramah, membalas jabatan tangan Baekhyun. Ia lalu menengok pada Kyungsoo, "dan kau?"

"Aku Do Kyungsoo. Dan aku..." belum sempat ia melanjutkan perkenalan, Baekhyun memotong dan langsung meminta Bin mengantarnya untuk melihat-lihat hasil karyanya. Bin nampak ramah dan senang menjelaskan setiap karya yang ia sudah jahit kepada Baekhyun. Sementara Kyungsoo hanya bisa manyun. Ia tersenyum kecut melihat dan menyadari bahwa Baekhyun lebih memerhatikan wajah Bin daripada sweater rajutan Bin.

"Hey, hoobae."

Kyungsoo menoleh, dan bisa melihat Sehun berjalan menghampiri. Ia bersama seorang perempuan cantik tinggi dengan rambut pirang diikat ke belakang.

"Halo, sunbae," kata Kyungsoo memberi sedikit bungkukan dengan sopan.

"Kau berniat mengikuti ekskul ini?" tanya Sehun ramah, sambil mengangguk ke meja stand.

"Oh bukan. Tadi kebetulan hanya lewat. Dan temanku Baekhyun ingin melihat-lihat."

"Kenalkan, ini temanku Hyeorin," Sehun menoleh sekilas pada perempuan disampingnya itu.

"Anyeong haseyo, senang berkenalan denganmu," kata Hyeorin ramah, memberi senyuman manis dengan dua lesung pipi indah.

"Anyeong haseyo, sunbae, namaku Do Kyungsoo," Kyungsoo menangguk singkat, memperkenalkan diri.

"Dia adalah sekretaris Yeonhab," kata Sehun.

Yeonhab adalah sebuah organisasi mahasiswa utama di SM Seoul University ini. Oh Sehun sendiri adalah wakil presiden dari Yeonhab. Kyungsoo menyadari hal itu saat tadi seremoni penyambutan mahasiswa baru, Sehun berdiri di belakang presiden mahasiswa yang memberi sambutan dalam sebuah pidato singkat namun menghibur. Namun ia tak ingat ada Hyeorin diantara orang-orang yang berjajar dibelakang itu saking terpesonanya menyaksikan setiap frase kalimat dari presiden Yeonhab yang menarik.

"Kalau tak salah kau yang tadi pagi, kan?" tanya Sehun mengangkat sebelah alisnya.

"Betul, sunbae, yang tadi pagi tak sengaja bertabrakan denganmu."

"Aku yang menabrakmu, kita tak bertabrakan, maaf," kata Sehun diikuti tawaan ringan, "ngomong-ngomong kau mau bergabung dengan Yeonhab?"

Mata Kyungsoo yang bulat semakin membulat melebar, "kau serius? Mengajakku bergabung?" tanyanya sedikit terkejut. Dari informasi yang ia dengar dari Baekhyun tadi saat obrolan ringan, tidak sembarang mahasiswa bisa bergabung dengan Yeonhab. Dan entah karena apa, Kyungsoo merasa tak percaya mahasiswa baru seperti dia diajak langsung oleh wakil presidennya, "kau pasti bercanda, sunbae." kata Kyungsoo dengan kekehan ringan.

"Tidak, Sehun benar, kau boleh bergabung kalau kau mau," kata Hyeorin dengan senyum manis, "kalau kau memang berminat, besok datanglah ke ruang Yeonhab di lantai dua gedung Einstein. Aku akan memberimu formulir pendaftaran."

Kyungsoo membuka mulutnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Jujur, ia masih sedikit kaget menerima ajakan itu. Belum sempat ia menyampaikan sesuatu, Baekhyun dan Bin muncul. Melihat Sehun dan Hyeorin, Baekhyun terbelalak kaget.

"Errr, sun... sunbae Oh, dan ...." kata Baekhyun terbata-bata, dengan mata berbinar menatap Hyeorin.

"Hyeorin imnida," Hyeorin berkata dengan ramah.

"Euh, sunbae, ini temanku Baekhyun," kata Kyungsoo.

"Byun Baekhyun imnida," kata Baekhyun dengan lantang dan lancar.

"Kau pasti adik Byun Yifan?" Sehun menebak.

"Betul sekali, sunbae," kata Baekhyun sigap, seolah yang bertanya padanya adalah jendral perang pasukannya.

"Senang berkenalan denganmu, Baekhyun," kata Sehun, "baiklah Kyungsoo, jangan lupa besok," ia menoleh pada Kyungsoo.

"Ten...tentu saja, sunbae, gamsa habnida," kata Kyungsoo dengan senyuman lebar di bibirnya yang mungil dan berbentuk hati

Sehun dan Hyeorin meminta diri sambil tersenyum ramah, lalu berjalan meninggalkan tempat itu.

"Kau?" tanya Baekhyun pada Kyungsoo yang masih memasang tampang tak percaya.

"Ya?" Kyungsoo menoleh ke Baekhyun.

"Bagaimana bisa kau mengobrol dengan nya?" Baekhyun memandang dengan tatapan tak percaya, "kau tahu, hyung ku berkata kalau Oh Sehun adalah orang yang dingin dan kurang bersahabat."

"Buktinya dia terlihat ramah," kata Kyungsoo mengedik ke arah Sehun, yang menghilang di kerumunan orang.

"Lalu apa yang dia lakukan disini?"

"Dia mengajakku bergabung dengan Yeonhab."

"Tak mungkin," kata Baekhyun dengan mata tak percaya, "kau diajak bergabung dengan Yeonhab?" tanyanya dengan tatapan menodong.

"Kenapa kau tampak tak terima begitu?" Kyungsoo tersinggung dengan tatapan tajam Baekhyun.

"Bukan begitu, tapi.. Err, apa aku boleh ikut besok?"

"Silahkan saja, aku tak punya alasan untuk menolak permintaanmu."

Senyum merekah di bibir Baekhyun. Lalu ia merangkul Kyungsoo sambil tertawa-tawa. Ia melambai pada Bin, kemudian mereka berdua berjalan sambil mengobrol seru lagi, ditambah Baekhyun yang sudah tahu banyak hal tentang Yeonhab.

[TBC...]

*

Você também pode gostar