webnovel

Tiga Belas Penyamun IV

"Lumayan lah harta gonimah hasil tempur hari ini." Kata Vivadhi Ranata yang dengan puas membuka Sumeru Storage Space dan menyimpan semua koin emas dan golok beserta sarungnya yang telah mereka kumpulkan.

"Kalian berdua tidak apa – apa?" Vivadhi Ranata lalu bertanya kepada Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya sambil mengisyaratkan kepada sepasang saudari kembar tersebut untuk mendekat kepadanya.

Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya pun menurut saja dan mendekat kepada sang lelaki.

"Terima kasih, Tuan.... Maaf, tapi kami tidak tahu nama anda...?" Tanya Nadhine Aisyah yang dengan tanpa rasa takut menyapa lelaki yang telah menyelamatkan dirinya dan saudari kembarnya dari kepungan para perampok.

Sementara itu, Nadhine Alisya hanya terdiam saja di belakang saudari kembarnya sambil sesekali melirik Vivadhi Ranata dengan tatapan mata yang kesemsem seperti seorang gadis yang baru saja bertemu dengan sang pangeran tamvan dalam mimpi –mimpi seperti dalam kisah – kisah dongeng sebelum tidur yang sering dibaca oleh dirinya sewaktu sang gadis masih kecil.

Vivadhi Ranata yang sudah berumur 69 tahun tapi masih bertampang 19 tahun itu memang lah seorang pria yang cukup tampan bahkan sebelum dirinya menjadi seorang evolver berkat Dadu Dewa yang ditemukan oleh dirinya.

Apalagi kini setelah sang lelaki menjadi semakin dan semakin tamvan paras wajahnya serta temperamen nya menjadi semakin baik memancar memenuhi aura tubuhnya seiring dengan semakin meningkatnya tingkat evolusi yang telah diraih oleh dirinya.

Hanya dengan satu lirikan matanya saja sudah cukup untuk menembakkan panah asmara ke hati gadis – gadis biasa.

Tak heran juga lah kalau emak – emak pedagang seisi pasar dengan ringan hati dan penuh senyuman di wajah mereka selalu memberikan harga yang sangat bersahabat kepada sang lelaki setiap kali dirinya menyinggahi lapak mereka di pasar dan berbelanja di sana.

...

Sementara sepasang saudari kembar itu mencoba bercakap – cakap dengan Vivadhi Ranata, Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane mengamati setiap gerak – gerik dan perilaku Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya dengan penuh seksama seolah seperti seorang kurator museum berpengalaman yang sedang mencoba untuk menilai karya seni yang akan dibeli olehnya untuk dipajang dengan bangga di museum milik mereka.

Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane hanya tersenyum – senyum saja sambil mengangguk – anggukkan kepala mereka dengan puas bagaikan seorang pembeli yang telah menemukan komoditas dengan kualitas yang memuaskan di tempat belanja mereka.

Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane merasa kalau Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya adalah sepasang saudari yang memiliki perangai yang baik dan oleh karena itu, merupakan kandidat calon yang cukup pantas untuk bergabung dalam keluarga dan menjadi saudari mereka, tentu saja dengan Vivadhi Ranata sebagai lelaki mereka.

Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane pun dengan penuh siasat saling bertatap mata satu sama lain.

Faladhina Kiseki dan Myradhia Chikane dengan hanya menggunakan tatapan mata dan isyarat gerak badan mereka saja tanpa menggunakan ilmu telepati yang mereka miliki dengan lancar telah mengatur siasat yang cermat tentang bagaimana caranya agar Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya mau bergabung dengan mereka dan menjadi wanita kekasih hati Vivadhi Ranata serta dengan segera sanggup untuk membantu mereka berdua dalam "Pertempuran Malam" demi mengimbangi ganasnya hujaman tombak pusaka penuh gelora hasrat nafsu milik sang lelaki.

Sementara kedua orang wanita kekasih hatinya tersebut sedang mengatur siasat untuk menambah jumlah harem milik sang lelaki, Vivadhi Ranata sedang bercakap - cakap dengan si kembar Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya....

"Uhm... Masa' kalian berdua gak kenal ama saya sih. Ini saya lho, Vivadhi Ranata. Itu..., yang tinggal di rumah paling utara, setengah kilo dari rumah kalian." Kata Vivadhi Ranata sambil menjelaskan dirinya kepada Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya.

Si Kembar Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya sontak saja kaget mendengar hal ini.

"Hah!? Om Ranata!? Ini beneran Om? Bukannya Om udah tua? Kok bisa tiba – tiba jadi muda lagi?" Nadhine Aisyah yang penuh rasa penasaran dengan tanpa rasa takut bertanya pada Vivadhi Ranata.

"Well..., Gampangnya begini saja deh... Kalau Om bilang Om itu orang sakti, apa kalian percaya?" Tanya Vivadhi Ranata kepada si kembar yang memandangi dirinya dengan tatapan mata penuh tanda tanya.

"Percaya kok Om, percaya." Jawab Nadhine Aisyah dan Nadhine Alisya secara kompak bersama – sama sambil mengangguk – anggukkan kepala mereka berdua seperti dua ekor ayam yang sedang mematoki bulir – bulir padi yang berceceran di tanah.

"Ranata, boleh kami memperkenalkan diri kami pada mereka?" Tanya Faladhina Kiseki yang telah menyusun langkah pertama untuk mendekati dan mengenal lebih lanjut kedua gadis kembar tersebut.

"Oh iya, sebaiknya saya perkenalkan kalian berdua. Nadhine, perkenalkan, yang di sebelah kiri ini namanya Faladhina Kiseki. Sementara yang di sebelah kanan, namanya adalah Myradhia Chikane."

" " " " Salam Kenal. " " " " Ke - empat orang gadis tersebut pun kemudian mulai saling memperkenalkan diri dan bercakap – cakap satu sama lain....

Sementara Vivadhi Ranata beserta ke - empat orang gadis muda tersebut saling bercakap – cakap mengakrabkan diri, sebuah kelompok yang terdiri dari tujuh orang pemuda berbadan kekar dengan perawakan yang kasar - kasar tak jauh berbeda dengan enam orang perampok yang sebelumnya menjadi samsak latihan uji coba Ilmu Ajian Seni Kekayaan Pixiu telah berjalan semakin dekat dengan kawah tempay Vivadhi Ranata dan para gadis – gadis berada.

Ketujuh orang tersebut sedang bercakap – cakap mengenai hal yang mereka lakukan hari ini.

"Boss, bagaimana ini Boss, di kawah sebelumnya yang lebih besar dari pada kawah yang itu saja tidak ada apa – apanya. Jangan – jangan kita sudah keduluan orang lain lagi."

"Iya Boss, benar sekali, kawah yang itu kelihatannya sudah bersih sekali, tidak ada bekas adanya harta sedikit pun. Saya curiga apa yang ada disana sudah digasak oleh orang lain."

"Hmmm... Aneh sekali padahal aku yakin sekali tidak ada pendekar, kultivator atau pun praktisi ilmu gaib di sekitar sini yang benar – benar punya kemampuan. Harusnya tidak ada yang berani mengambil harta itu kalau mereka masih pada sayang nyawa."

"Iya Boss, di wilayah ini siapakah yang tidak tahu dan tidak takut dengan kita, Tiga Belas Penyamun dari Sekte Golok Naga? Ha ha ha ha."

"Jangan sebut – sebut nama sekte sialan itu lagi kalau kamu masih sayang kepalamu."

"Baik Boss! Maaf..."

"Hmph! Tunggu saja nanti Tetua sialan itu, beraninya dia membuang seorang murid berbakat sepertiku cuma gara – gara seorang perempuan biasa. Setelah aku berhasil mendapatkan harta yang turun dari langit kemarin, aku pasti bisa naik sampai ke ranah Xiantian. Setelah itu, he he he he.... Sekte Golok Naga akan jadi milikku!"

"Ha ha ha ha! Ingat ya Boss, kalau Boss berhasil, kami sebagai para pelayan setia yang telah mengikuti Boss juga minta posisi dalam Sekte ya Boss!" (Dalam hati: Awas kalau kau menipu kami semua, walau pun kamu yang paling kuat, memangnya kamu masih bisa menang kalau kami keroyok rame – rame?)....

Próximo capítulo