webnovel

Para Pelayan yang Unik (1)

"JANGAN LARI PENCURI BUAH! KAU SUDAH MERUSAK POHONKU!" Pria chainsaw menaiki pohon, hendak meloncat ke arah Mihai.

"Hiii itu kan kau yang rusak sendiri!" Mihai gemetar ketakutan. Liviu yang dipunggungnya benar-benar trauma dengan chainsaw itu dan matanya basah seluruhnya.

Mendengar bantahan, pria chainsaw mengernyit tidak suka. "KAU YANG MERUSAKNYA!" Bersikeras dengan pemikirannya, pria itu menendang batang pohon dan langsung meluncur ke arah Mihai. Ia mulai menebas bilah chainsaw-nya membuat Mihai ngeri.

'Aku akan mati!' Mihai ingin lari tapi kakinya lemas sehingga ia hanya bisa tetap bergantung erat pada daun jendela.

"Sudah kubilang jangan bermain chainsaw di dalam kediaman!"

Api panas tiba-tiba menyembur keluar dari jendela yang terbuka dan langsung melelehkan bilah chainsaw. Pria yang membawa senjata itu kehilangan pijakan kaki dan langsung jatuh mencium tanah.

Semuanya terjadi dengan sangat cepat hingga Mihai membutuhkan beberapa waktu untuk mencerna semuanya dan memahami bahwa bahaya telah hilang.

"Hah … syukurlah…."

"Da…."

Papa dan bayi itu menghela napas lega. Warna sudah mulai kembali ke wajah mereka.

"Wuahh!! Paman merusak chainsaw-ku lagi!" Pria yang sudah jatuh itu kembali bangun dan langsung berteriak meratapi chainsaw kesayangannya. Itu sudah menjadi yang ke-5 dalam bulan ini.

"Itu karena kau selalu menyerang siapa pun yang masuk ke dalam kebunmu dengan benda itu! Suaranya sangat berisik!" gerutu Vasile – yang menembakkan api itu – seraya berjalan mendekati jendela dan menghujam pria chainsaw itu dengan tatapan tajam.

Pria chainsaw itu tidak mempedulikannya dan terus meratapi nasib. "Sudah kemasukan pencuri, kehilangan satu pohon, chainsaw juga rusak … huhuhu ... Paman harus mengganti chainsaw-ku!"

Sudut mata Vasile berkedut. Ia benar-benar tidak ingin membelikan chainsaw lagi untuk pria gila itu tapi tuannya pasti akan menyuruhnya membelikannya lagi. "Hah … membuatku sakit kepala saja," gerutunya kesal.

Ia ingin mengabaikannya dan kembali mengurus pekerjaannya ketika ia bertemu pandang dengan dua pasang mata yang terus menatapnya dari atas sampai bawah. Vasile juga baru menyadari keduanya yang bergantung di daun jendela karena terlalu marah saat melihat chainsaw.

Kedua pasang mata itu tiba-tiba melebar lalu kedua kepala menoleh hampir bersamaan menuju bagian dalam ruangan.

"Ah! Muka suram!" Mihai langsung menunjuk wajah Luca tepat saat ia melihatnya.

Liviu ikut-ikut menunjuk sambil ber-'da' ria sementara Luca hanya menoleh dan menatap dingin pada papa dan bayinya itu.

"Akhirnya aku melihatmu lagi! Woi sialan! Cepat tanggung jawab!" Mihai sudah melupakan semua ketakutannya dan segera menapakkan kakinya pada kusen jendela, berusaha untuk masuk ke dalam ruangan.

Namun, Vasile segera menahannya dengan meletakkan lengannya pada kusen jendela, menghalangi badan Mihai. "Jangan pernah masuk ke dalam atau aku akan melemparkanmu dengan api seperti yang kulakukan tadi!" ancamnya.

"Berisik! Lepas! Aku mau memukul dia!" Mihai terus berontak, berusaha menerobos lengan itu. Merasa tidak bisa menggerakkan lengan itu seinci pun, ia ingin melangkahinya, tapi Vasile segera menahan kaki Mihai yang sudah terangkat dengan tangannya yang kosong.

Tidak mau menyerah, Mihai berusaha menjauhkan Vasile dengan mendorong wajah pria berkumis itu. "Jangan halangi aku!"

"Kau tidak boleh masuk! Tolong pergi dari sini!" Vasile juga tidak mau kalah dan menambah kekuatan tangannya.

Keduanya terus mendorong satu sama lain dengan kekuatan penuh. Vasile tidak menyangka Mihai akan sekuat itu hingga bisa setara dengan kekuatan tubuhnya yang pandai bela diri ini. Jika begini terus, Vasile yang lebih tua akan terkalahkan. Ketika ia sudah siap mengeluarkan sihirnya, sebuah sosok tiba di tepi jendela.

Tiga pasang mata langsung menatap sosok itu yang adalah Luca.

"Aku akan memukulmu!" Mihai segera menaikkan kepalan tangannya.

"Tidak akan aku biarkan!" Vasile langsung menahan tangan itu.

"Da!" Liviu merangkak melalui lengan papanya untuk memukul tangan Vasile agar dia melepaskan orang tuanya.

Tangan Luca terjulur ke dahi Mihai membuat ketiganya terhenti. Jari telunjuknya tertekuk dan ditekan oleh jempol.

"Eh?"

"Da?"

CTAKKK!

Sebuah jitakan diluncurkan dan Mihai beserta Liviu langsung terbang dengan teriakan, "NYAAAAA!!!" dalam kecepatan tinggi.

"Tu—Tuan…?" Wajah Vasile sedikit pucat melihat kesadisan tuannya.

Di sebelahnya, Luca masih berdiri dengan wajah datar. Suara teriakan Mihai masih berlangsung.

"MUKA SURAM SIALAN! AKU AKAN MEMUKULMU 1000 KALI!" Makian Mihai langsung terdengar, menggema di seluruh area kediaman itu.

Mata Luca menyipit tajam. "Tch!"

"?!" Vasile terbelalak mendengar tuannya mendecakkan lidah.

'Hah! Sudah 400 tahun tidak mendengar decakan lidah Tuan!' Ia merasa terharu dan langsung mengambil memonya untuk mencatat hari indah ini.

"Paman, lanjutkan pembicaraan kita," ujar Luca menyadarkan Vasile dari kesibukannya. Tidak ia sadari, tuannya itu sudah duduk kembali dengan tenang. Vasile langsung kembali pada kegiatan mereka yang sempat terpotong oleh kekacauan tadi.

*****

"Sial!"

Mihai menancapkan cakarnya pada dinding batu bata yang membatasi halaman belakang kediaman Luca. Di bawahnya, sungai dengan aliran air yang sangat deras terpampang jelas beberapa meter dari tempatnya berada.

Liviu segera mempererat pegangannya pada punggung papanya dengan wajah pucat pasi dan tubuh gemetaran karena melihat ketinggian itu.

"Da! Da! Da!"

"Jangan berisik! Nanti aku tidak bisa konsentrasi dan jatuh," gerutu Mihai yang dengan hati-hati memanjat dinding itu untuk kembali masuk ke dalam area kediaman.

Tadi, ketika mendapat jitakan dari Luca, tiba-tiba, tubuhnya terpental ke samping, terbang lalu berbelok hingga sampai pada halaman belakang kediaman itu dan tepat ketika ia berada di luar dinding batu bata yang menjadi batas antara kediaman dengan dunia luar, Mihai langsung jatuh ke bawah. Untungnya, refleksnya sangat bagus sehingga ia bisa mencegah dirinya jatuh ke sungai. Namun, tetap saja, ia membutuhkan tenaga lebih untuk memanjat dinding batu bata yang disusun dengan sangat rapi itu – hampir tidak bagian yang bisa digunakan sebagai pegangan.

Saking kesalnya, ia langsung meneriakkan ancaman kepada pria tak bertanggung jawab itu.

'Aku pasti akan memukulnya 1000 kali!' sumpahnya lagi dalam hati.

Setelah beberapa menit, akhirnya! Ia berhasil sampai pada puncak dinding itu dan langsung meloncat pada batang pohon kokoh yang berjarak beberapa sentimeter dari dinding.

PRAK!

Tepat saat tubuhnya menumpu cabang pohon itu, bunyi sesuatu yang retak tertangkap telinganya.

"?!"

Belum sempat ia menyadarinya, cabang pohon itu patah. Mereka langsung jatuh pada kolam air yang berada di tepat di bawahnya. Suara benda besar yang jatuh ke dalam air menggema diiringi dengan gelombang besar yang langsung membasahi benda-benda di sekitarnya.

"Liviu!"

Mihai adalah perenang yang baik karena darah harimau yang mengalir di dalam dirinya. Selain itu, kolam itu tidaklah terlalu dalam untuk orang dewasa. Dengan sigap ia menarik putranya ke permukaan.

"Ohok! Ohok!" Bayi kecil itu langsung terbatuk-batuk. Mihai membantunya dengan menepuk-nepuk punggung putra kecilnya itu dengan pelan sambil berenang ke tepi kolam.

"Ah! Ini half-beast yang kemarin!" Suara seorang gadis yang terdengar kekanakan tiba-tiba terdengar diikuti dengan munculnya dua bayangan di atas Mihai.

"Oh! Yang bodoh itu?" Suara seorang laki-laki yang beroktaf tinggi ikut menimpali dan segera kikikan kecil terdengar dari kedua suara itu.

"Hah? Siapa yang bodoh?!" Mihai sudah ingin membentak lebih lanjut ketika pandangannya menangkap dua sosok anak kecil yang terlihat berumur sekitar 8-9 tahun berdiri di tepi kolam, sedang menunduk dan menatap lurus kepadanya.

Dua anak kecil itu berkulit sawo matang dan berambut putih bersih. Sepasang tanduk hitam yang melengkung ke belakang tumbuh di kepala mereka. Wajah mereka sama persis hingga ke bentuk senyumnya. Yang perempuan menggunakan dress biru abu-abu dengan celemek dan bandana putih sedangkan, yang pria menggunakan kemeja putih dengan rompi dan celana pendek berwarna biru abu-abu.

Mendengar pertanyaan Mihai, keduanya terkikik lagi.

"El, dia tidak sadar diri," ujar yang gadis membuat yang laki-laki terkikik semakin keras.

"Ela, katanya, half-beast memang tidak pernah sadar diri," timpal yang laki-laki setelahnya.

Wajah Mihai merah padam. Apa-apaan anak-anak ini?! Ia tidak pernah melihat anak yang sekurang ajar itu.

Liviu yang menyadari kemarahan papanya juga ikut marah. "Da! Dadada!" serunya sambil menunjuk-nunjuk keduanya dengan jari mungilnya. Namun, ia segera berhenti karena bersin.

Mihai akhirnya menyadari udara yang terlalu dingin itu dan segera melupakan kemarahannya. Ia langsung naik ke tepi kolam.

Kedua anak itu segera berlari menjauh sambil terkikik-kikik sambil berteriak, "Lari! Monster bodoh sudah bangkit!"

"Siapa yang monster bodoh?!"

"Kalian … walaupun dia bodoh, tidak baik untuk mengatakannya di depan orangnya. Catat itu baik-baik." Suara seorang wanita dewasa tiba-tiba terdengar tidak jauh dari mereka, membuat Mihai untuk pertama kalinya menyadari sesosok wanita anggun berkulit sawo matang, berambut putih bersih, dan berpakaian sama seperti anak gadis itu. wanita itu sedang menjemur pakaian pada tali-tali yang terikat pada kayu-kayu yang didirikan dengan kokoh.

"Baik, Mama!" seru kedua anak itu yang sudah berdiri di kedua sisi wanita tersebut lalu kembali terkikik.

Mihai hampir saja tidak menyadari ejekan yang diucapkan wanita itu karena kecantikannya. 'Sialan!' Batinnya yang kembali marah.

"Hatchyuu!" Liviu kembali bersin membuat fokus Mihai kembali teralihkan. Tangannya bisa merasakan tubuh putra kecilnya yang sedikit gemetar karena diterpa angin sejuk. Tubuhnya sendiri juga basah kuyup dan dingin sehingga tidak dapat memberi kehangatan untuk Liviu.

'Bagaimana ini? Aku tidak membawa baju ganti….'

Berpikir keras, pandangannya kembali bertemu dengan ketiga pasang mata merah di hadapannya, memberinya sebuah ide.

"A—apa kalian punya baju bayi yang bersih? Aku ingin mengganti pakaian putraku," tanyanya dengan sedikit enggan karena harus meminta bantuan dari orang yang telah mengejeknya.

Wanita anggun itu menatap keduanya sebentar. Kedua anak itu mendongak untuk melihat respons dari mama mereka.

Keheningan yang aneh memenuhi tempat itu.

'Apa? Apa dia tidak mau membantuku?'

Tubuh Liviu semakin dingin membuat Mihai semakin cemas. "A—ak—"

"El, pergi ambil baju lamamu. Ela, pergi ambil handuk dan air hangat." Wanita itu tiba-tiba membuka suara dan kedua anak kecil itu segera berlari masuk ke dalam kediaman dengan ritme yang sama setelah mengucapkan, "Siap, Mama!" dengan ceria. Ekor mereka bergerak ke kanan dan ke kiri dengan irama yang sama sambil berlari menjauh dari tempat itu.

Terima kasih sudah membaca ^o^

Hope you like it!

AoiShana8creators' thoughts
Próximo capítulo