webnovel

Kenyataan pahit

Sepulang dari kuliah, aku langsung pergi ke rumah sakit. Sengaja aku buru buru, agar tidak terlihat Arizona. Aku takut dia khawatir, aku juga tidak memberi tau kedua orang tuaku aku rasa ini cuma penyakit biasa yang di sebabkan kecapean.

Setelah menjalani tes darah, aku juga harus di rontgen, satu setengah jam sudah aku menunggu, akhirnya hasil sudah keluar.

Dokter menjelaskan perlahahan kepada ku.

" Dengan berat hati saya menyampaikan nona Amy mengidap penyakit kanker paru paru." Kata dokter, tentu saja aku sangat kaget di buat nya bagaikan tersambar petir di siang bolong.

"Apa dokter? Dokter tidak salah kan?" Kataku memastikan bahwa ini semua tidak benar.

" Iya, bahkan ini sudah stadium tiga."

Aku hanya bisa menutup mulutku Dan air mataku mulai pecah. Ini semua tidak benar. Aku nggak mungkin kena penyakit ini.

"Tapi kenapa bisa dok. Selama ini saya baik baik saja."

"Biasanya ini di sebabkan karena faktor keturunan, perokok aktif mau pun pasif. Bisa juga karena polusi udara."

"Apa bisa di sembuh kan dokter? "

" Bisa, dengan Cara di kemoterapi."

"Tapi dok, banyak orang yang gagal meskipun di kemoterapi."

"Tidak semua gagal, tergantung dengan semangat dan daya tubuh nona."

"Baik dok, terimakasih. Saya akan memikirkan soal kemoterapi itu dok."

"Iya sama sama, lebih cepat lebih baik. Karena ini sudah stadium 3, akan lebih sulit untuk penyembuhanya."

Aku meninggalkan ruangan dokter. Aku tidak sanggup menahan kesedihan ku. Aku berlari keluar seakan tidak bisa menerima kenyataan pahit ini.

"Ke danau dekat taman kota pak." Kataku kepada supir taksi. Aku berulang kali melihat isi surat dari dokter dan tiada hentinya aku menangis.

"Nona tidak apa-apa? " Tanya sopir taksi itu, yang mungkin saja merasa heran melihatku yang terus saja menangis. Aku tidak sanggup menjawab pertanyaan nya. Aku hanya bisa diam.

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhh!!! " Aku ber teriak se kencang kencangnya di atas danau.

Kenapa ya allah kenapa? Kenapa semua ini engkau berikan kepada ku. Aku tidak sanggup menerima kenyataan pahit ini. Aku masih harus meraih cita cita ku Dan membanggakan kedua orang tuaku, aku ingin bisa mengangkat derajat nya. Bahkan aku masih banyak angan dan impian untuk hidup bahagia dengan Arizona. Aku ingin menikah denganya, menjalani hari dengan orang yang paling aku cintai. Aku juga ingin melahirkan anak Arizona. Kenapa yaallah kenapa? Baru saja kau mengirimkan kebahagiaan untukku tapi hari ini? Seakan kau Memusnahkan semua impian dan harapanku. Ini sungguh tidak adil untukku. Hiks... Hiks.. Hiks.. Aku masih saja terus menangis.

Aku tidak sanggup pulang, aku tidak berani menyampaikan kenyataan ini kepada mama Dan papa. Aku nggak mau membuat mereka hancur. Mereka menaruh begitu banyak harapan kepada ku aku nggak mungkin menghancurkan hati mereka begitu saja.

Sampai malam aku meratapi kesedihanku di tepi danau. Kulihat begitu banyak miscall dari mama Dan juga Arizona. Aku tau mereka mungkin menghawatirkan aku, karena tidak biasanya aku tidak memberi kabar, meskipun pulang telat atau pergi ke suatu tempat aku selalu berpamitan kepada mamaku.

Aku berjalan menyusuri jalanan menuju rumah dengan tatapan kosong.

"Tinnnn tiiinnn!!! Woi jalan pakai mata dong, ketabrak bau tau rasa lu." Teriak pengendara mobil.

Astaga, hampir aja. Aku nggak bisa terus terusan begini. Aku harus cepat pulang. Mama papa pasti sudah hawatir.

****

"Amy, kamu dari mana saja, mama dari tadi cemas nyariin kamu."

Kata mama memasuki kamarku.

"Maaf ma, tadi Amy Ada urusan."

"Nggak biasanya kamu pergi sendiri. Tadi Arizona juga nyariin kamu. Mama tanyain ke Theola katanya kamu tidak bersama dia."

"Iya ma, tadi aku pergi sendirian."

"Kamu kenapa? Kamu habis nangis ya? "

"Ah enggak ma."

"Kamu ada masalah sama Arizona? "

"Aku baik baik aja kok ma, aku pengen istirahat dulu boleh ma? "

"Ya sudah, kalau ada apa-apa kamu cerita sama mama. Jangan di pendam sendiri." Mama menutup pintu kamarku.

Bagaimana mungkin ma, aku nggak mau senyum manis yang terukir di wajah mama menjadi kesedihan dan penuh kekhawatiran. Bahkan aku sendiri juga takut. Aku takut sendiri. Aku takut menghadapi ajal ini. Aku ingin sembuh, aku ingin membuat kalian semua bahagia.

Aku mengangkat telfonku yang sedari tadi berdering.

"Hallo sayang kamu di mana." Kata Arizona yang penuh khawatir.

"Aku di rumah."

"Kamu kemana aja, aku telfonin nggak kamu angkat. Aku khawatir sama kamu."

"Maaf ya, tadi aku masih sibuk nggak lihat telfon kamu."

"Iya nggak apa-apa, lain kali kalau ada acara atau ada apa-apa kamu kabari aku dulu, biar aku nggak khawatir nyariin kamu. Tadi mama kamu juga khawatir lo."

"Iya iya, maaf ya sayang."

"Ya sudah kamu istirahat sekarang, besok ke kampus aku jemput."

"Iya. Selamat malam sayang." Aku mematikan telfonku dan langsung tidur hari ini aku sangat lelah, aku berharap ini hanya mimpi buruk. Besok aku bangun semoga mimpi ini juga hilang.

****

Kami ber enam makan siang bersama di kantin kampus. Semuanya terlihat baik baik saja. Ngomong ini itu. Aku hanya bisa diam dan mengaduk aduk minuman ku. Perutku terasa kenyang melihat makanan di depanku. Aku kehilangan selera makanku.

"Kamu kenapa? " Tanya Arizona

"Aku nggak apa-apa." Kataku mencoba tegar. Arizona tidak boleh mengetahui ini semua.

"Di makan dong makananya. Kalau dingin kan nggak enak."

"Iya."

"Apa mau aku suapin."

"Ih apaan sih malu tau."

"Mangkanya di makan."

Aku memakan makanan itu. Iya aku harus bisa menghadapi ini semua, aku harus tegar, aku nggak bisa terus terusan berlarut dalam kesedihan.

"Sayang, habis ini aku mau ke masjid. Kamu mau ikut nggak? "

"Iya nanti aku atar kesana, selesaikan makanya."

Setelah selesai makan, kami berdua pamit dulu ke yang lainya. Arizona mengantarkan aku ke masjid dan dia menungguku di depan.

'Yaallah jika ini jalan takdir yang engkau berikan kepada ku, aku akan menerima semuanya dengan lapang dada. Maafkan aku yaallah jika selama ini aku kurang bersyukur kepadamu. Aku tau yaallah setiap penyakit yang engkau berikan pasti ada obat nya. Aku mohon berilah kesembuhan untukku, senantiasa aku akan terus berobat agar cepat sembuh. Tapi jika engkau berkehendak lain. Izinkan aku melihat orang orang yang aku cintai bisa hidup bahagia.'

Setelah sholat dan berserah diri kepada Allah hatiku merasa tenang. Aku harus berusaha untuk kesembuhanku. Aku harus tetap semangat hidup.

Aku keluar dari masjid dengan perasaan yang lebih tenang, Arizona tersenyum melihatku sungguh indah. Aku ingin memilikinya yaallah apa aku salah?

"ajari aku ajaran Islam, aku juga ingin mencintainya seperti aku mencintaimu."

"kamu yakin dengan apa yang sudah kamu ucapkan? "

" iya aku yakin."

subhanallah, aku sangat senang mendengarnya. aku tidak ingin ada perbedaan di antara kita. apa aku salah ya Allah yang telah begitu mengharapkan dan selalu ingin terus bersamanya?

Próximo capítulo