webnovel

Pertunjukan Saudara Perempuan (3)

Okay, Sekar ingat dengan jelas, pintunya terkunci. Apa yang dilakukan orang yang tiba-tiba masuk menerobos kamarnya. Bahkan dengan segera membuka pintu kamar mandinya. Tidakkah mereka selalu berpikir dia berada dalam masa pemberontakkan dan susah diatur, seharusnya mereka sudah memikirkan privasi miliknya yang tidak bisa dilanggar.

"Apa kamu baik-bak saja?"

Suara itu membuat tubuh Sekar kaku. Dia menghentikan pikirannya, dan melihat lawan bicara dengan kaku. Ini adalah reaksi dari tubuh asli. Setelah mengetahui orang itu sangat peduli sebelum kematiannya, dia sangat senang, tapi canggung dan tidak tau harus melakukan apa.

"Aku…."

"ADA APA DENGANMU?!!"

Sekar bahkan belum mengucapkan beberapa kata saat Dhino berteriak. Teriakan itu bergema di kamar Sekar. Dia berkedip dan mengintip dibalik tubuh Dhino, sesaat kemudian dia mengerti. Pintu kamarnya tertutup. Dia menarik kembali pandangannya dan melihat Dhino memandang tangannya dengan erat. Dia bahkan tidak sedikit berkedip.

Refleks Sekar mencoba menyembunyikan tangannya. Ups, dia lupa, dia baru saja memukul kaca dan tangannya pasti terluka. Jiwanya yang sudah mengalami banyak rasa sakit dan kematian tidak terlalu memikirkan luka kecil. Dia sedikit ceroboh.

Bagaimana Dhino tidak bisa melihat Sekar mencoba menyembunyikan luka ditangannya. Dia dengan tegas maju dan menarik pergelangan tangan Sekar. Dia menunduk dan melihat wajahnya. Matanya yang tadi sangat marah dan kesal kini menjadi kosong dan tenang.

Dhino tidak bisa mengingat wajah ini lagi. Atau dia merasa wajah ini sangat familiar meski dia tidak mengingatnya. Sepertinya baru kemarin dia melihat versi wajah imut dari wajah cantik ini. Orang dengan wajah imut itu selalu berlari dibelakangnya dan memanggilnya 'kakak'. Kapan orang itu berhenti memanggilnya kakak dan mengabaikannya.

"Kakak."

Panggilan itu menarik Dhino kembali dari pikirannya. Melihat wajah cantik yang sama itu memanggilnya 'kakak', Dhino merasa mati rasa dan tidak tau harus bagaimana. Hanya setelah lebih menurunkan kepala, dia melihat darah yang mengalir, ketenangannya kembali.

"Duduk, obati dulu."

"Um."

Dhino dengan permukaan tenang menuntun Sekar duduk di sofa dalam ruangan. Dia mencari di beberapa tempat sebelum menemukan kotak pertolongan. Dengan hati-hati dia membersihkan luka dengan alkohol. Dia sudah mengeluarkan betadine, tapi beberapa saat sebelum dia menerapkannya pada lupa. Matanya naik menatap Sekar.

"Ini akan sedikit perih. Tahanlah."

"Um…." Sekar berkedip lalu menambahkan, "…. tidak apa-apa."

Mendengar jawabannya, Dhino mulai menerapkan betadine. Tangan itu tidak bergerak sedikitpun, tidak bergetar atau kaku. Seolah tidak merasakan apapun. Sesekali Dhino akan melirik wajah Sekar yang tenang tanpa gelombang apapun. Dia tidak bisa tidak berpikir

Apakah Sekar selalu seperti ini?

Apa saja yang terjadi pada Sekar selama tahun-tahun ini. Sepertinya dia sudah mengalami banyak hal. Dhino merasa terketan ketika berpikir dia sudah sangat acuh pada Sekar selama beberapa tahun terakhir.

Dengan cekatan, Dhino menyelesaikan balutannya pada tangan Sekar. Dia mulai merapikan peralatan kesehatan. Tidak tau apa yang merasukinya, dia ingin berbicara dengan Sekar. Sedikit, dia merasa sangat ingin tau tentang adiknya yang sudah beberapa tahun berjauhan ini.

"Aku ingat, bulan depan ada ujian masuk perguruan tinggi?"

"Um. Dan minggu besok adalah Ujian Nasional."

Dhino melihat mata Sekar. Dia memandang dengan polos dan murni. Dhino awalnya berpikir, dengan sikap adiknya yang tidak baik serta kehidupannya yang tidak teratur, adiknya tidak akan peduli dengan ujian-ujian semacam itu. Dia ingat adiknya hanya berada di 100 sampai 150 peringkat setiap tahunnya.

"Apakah baik-baik saja?"

Sekar melihatnya dengan berkedip. Tidak sulit untuk Dhino mengartikan kebingungannya. Hanya saja, melihat matanya yang berkedip polos di wajah bebas make up itu hatinya bersenyut sedikit. Tangannya gatal untuk mengusap kepalanya.

"Ujian."

"Oh~ Tidak apa-apa. Aku bisa mengatasinya."

"…. Kalau kamu butuh bantuan, katakana saja… aku… mungkin bisa membantu."

"Eh? Benarkah?"

"Y-ya.."

Dhino benar-benar merasa sangat tersiksa dengan keimutan Sekar. Kenapa dia tidak pernah menyadarinya. Dia kembali memandang wajah yang bersih tanpa celah itu.

"Jangan gunakan riasan untuk kedepannya."

Terdiam sesaat. Sekar kemudian mengangguk. Bahkan jika Dhino tidak mengatakannya. Dia juga tidak akan menggunakan make up seperti itu. Sangat menjijikan.

"Aku akan keluar dulu. Jangan gunakan tanganmu untuk menyentuh air."

"Um. Aku mengerti."

Dhino kemudian keluar dari kamar Sekar. Ketika dia menutup pintu itu. Senyum kecil menggantung di wajahnya. Dia akan kembali ke kamarnya saat melihat Orang tua sekar berdiri tidak jauh darinya. tentu saja mereka melihat Dhino yang tersenyum. Mereka bertanya-tanya, tapi juga curiga.

"Kamu…."

Próximo capítulo