webnovel

CH.181 Udara Segar

Kalau aku ditanyai apa yang membuatku menyukai dunia Heresia lebih dari Logiate hanya satu jawabanku, dunia Heresia lebih hijau dan memiliki udara yang sejuk dan segar. Hanya dengan perbedaan udara dua dunia, aku sudah merasakan perbedaan yang segnifikan. Sebenarnya aku tidak bisa merasakan perbedaan yang nyata, tetapi aku tahu kalau dunia Heresia lebih layak dihuni dibandingkan dunia Logiate.

Kedatanganku di dunia ini disambut hangat oleh Shin dan keluarganya. Di hari pertama, aku masih belum ke mana-mana selain di rumah milik keluarga Kihinnoaru dan Ajikiaru. Namun rumah ini bisa disebut lebih dari rumah yang lain karena luasnya sudah seperti lapangan landasan pesawat terbang. Lebih kecil sih daripada itu panjangnya, tetapi ini sudah sangat luas.

"Rie, kau paling menyukai di bawah pohon yang rindang ya?"

"Tentu saja, sejak dulu di mana pun aku hidup dan tinggal, aku selalu menyukai udara sejuk di bawah pepohonan rindang dan alam yang hijau. Mungkin ketika aku di dunia Logiate, aku tertekan karena tidak ada satu pun pohon di sana, sepengatahuanku tentu."

"Kenapa Rie tidak tinggal saja di rumah kami? Atau tidak tinggallah dekat rumah kami jadi kita bisa sering-sering bertemu. Dengan begitu Rie dan Shin akan lebih mudah berkomunikasi dan diskusi."

"Ide yang bagus sih sebenarnya, akan aku pertimbangkan, tetapi untuk sekarang aku masih harus bekerja untuk keluarga Akaterasu. Aku tidak bisa meninggalkan pekerjaanku begitu saja. Roda penggerak perusahaan adalah keberadaanku dan kecerdasan buatanku."

Kalau aku bisa dan punya kesempatannya, aku juga ingin tinggal di dunia ini. Daripada menjelajahi dunia Logiate, aku lebih ingin menjelajahi dunia Heresia. Entah kenapa, aku berpikir bahwa Heresia lebih mendekati dan mirip dengan Terra walaupun keduanya sama-sama mirip dengan Terra. Hanya pandanganku, tidak memaksa orang lain berpikir hal yang sama.

Namun aku tidak harus menjelajahi dunia ini, aku hanya ingin memenuhi rumahku dengan pepohonan yang rindang. Tidak harus seluas tanah rumah milik keluarga Kihinnoaru dan Ajikiaru, tetapi sebagian besar tanah yang kosong ingin kutanami berbagai macam pohon dan tumbuhan.

"Begitu ya… ya sudahlah, aku tidak memaksa juga, hanya sekedar memberi ide. Lagipula Rie memiliki uang yang cukup bukan untuk mempunyai rumah sendiri?"

"Iya, hasil dari aku bekerja di perusahaan yang kupimpin sekarang. Seharusnya berkali-kali lipat kalau perusahaan itu sepenuhnya milikku, tetapi sayangnya itu milik keluarga Akaterasu."

"Kalau soal pekerjaan, perusahaan, uang, dan sihir, Rie dan Shin sangatlah mirip, tidak ada bedanya. Kalian memanglah layak dikatakan saudara sesungguhnya."

Saudara yang sesungguhnya? Sebenarnya selama ini belum ada yang benar-benar kuanggap sebagai keluargaku sendiri. Mungkin karena aku sendiri tidak pernah memperhatikan keberadaan sekitarku juga keluargaku. Memang kalau dipikir aku punya keluarga di sana dan di sini. Aku punya banyak istri dan anak di kehidupan Lucifer, satu istri dan empat anak saat hidup sebagai Sin, satu suami dan tiga anak untuk kehidupanku pertama sebagai perempuan.

Mereka semua keluarga memang, tetapi tidak pernah ada yang kuanggap benar-benar 'keluarga'. Mungkin perkataan Lala benar, selain Shin dan Jurai, tidak ada yang mengenalku lebih baik. Hanya mereka berdua yang mengenalku dan tetap ada di kehidupanku sampai sekarang. Mereka memang benar-benar teman di atas tingkat keluarga.

"Kalian sedang membahas apa? Aku mendengar namaku barusan."

"Ah papa, mengejutkan mama saja. Sudah selesai pekerjaan hari ini?"

"Sudah setengah, sisanya nanti dulu. Ingin cari udara segar, malah bertemu kalian."

Udara segar, selain beberapa tempat yang aku benar-benar sukai, tidak ada yang benar-benar memiliki udara segar. Saat jadi Lucifer, memang ada banyak pohon, tetapi aku tidak menyukainya entah kenapa. Di kehidupanku menjadi Kioku, aku sengaja membuat rumah yang dikelilingi pohon yang membuat suasananya menjadi seperti di hutan. Jadi aku paling nyaman memang di dunia Kimino, di rumah yang kurancang dan di hutan Heiyu. Dan sebagai Rie, mungkin di sini.

Kalau dipikir sebenarnya udara segar itu penting keberadaannya. Coba dipikir, seharusnya otak manusia bahkan seluruh tubuh manusia membutuhkan oksigen untuk tetap bekerja. Jadi tidak ada udara segar, tidak ada oksigen, kerja tubuh manusia jadi melambat bahkan mati. Namun di dunia Logiate itu ditangani dengan adanya mana.

Pada dasarnya mana memang mempunyai potensi yang banyak dan manfaat yang tidak sedikit. Namun perlu diingat bahwa mana bukanlah segalanya juga, mana punya batasan tertentu jadi tidak segala sesuatu dimampukan oleh adanya mana dalam hidup kita. Dalam waktu senggangku dulu aku selalu melakukan banyak riset tentang banyak hal, termasuk tentang mana.

"Tadi mama melihat Rie yang sedang berbaring di bawah pohon, tetapi tidak tidur sewaktu mama dekati. Jadi ya mama temani dan ajak ngobrol. Tadinya bahas tentang Rie untuk tinggal di sini atau dekat sini, jadi menyasar tentang yang lain termasuk papa deh."

"Kalian itu memang ya sukanya berbicara di balik layar. Namun ide soal Rie tinggal di sini atau dekat sini itu bagus. Kenapa tidak Rie terima saja saran Lala dan juga aku?"

"Sejak dulu aku masih terbebani oleh fakta bahwa aku berhutang budi besar kepada keluarga Akaterasu untuk membantuku dan teman-temanku. Itulah kenapa aku bekerja di perusahaan yang kalian kunjungi kemarin dan akhirnya aku terikat di situ."

Sedikit aneh memang kalau dipikir bagaimana kehidupanku seluruhnya mengalami banyak hal termasuk yang ada campur tangan dewa takdir. Namun apa pun yang sudah terjadi biar menjadi pengalaman yang melatihku menjadi pribadi yang lebih kuat dan tangguh.

Biar nanti pada saatnya aku akan buat perusahaan itu tidak bergantung pada diriku atau kecerdasan buatanku. Jadi aku bisa hidup bebas dan bekerja sesukaku seperti dulu. Lagipula di dunia ini penyihir disambut baik karena keberadaan monster sesekali muncul dari gerbang portal yang terbuka secara acak. Jadi para penyihir punya pekerjaan di sini, juga tentu ada pembawa pedang, tameng dan lainnya yang menandakan sebuah kelompok yang saling mendukung.

"Ya sudah, selama Rie masih nyaman dan tidak memaksa diri, lakukanlah sesuai yang Rie inginkan. Namun kalau Rie ingin melepaskan diri dari tekanan itu, ingat saja saran kami untuk tinggal di rumah kami atau dekat dengan sini. Nanti kami akan bantu jika ingin membangun rumah di dekat rumah kami."

"Tentu saja, terima kasih Shin, Lala."

"Kami hanya bisa membantu sebisanya, jadi berjuanglah Rie. Shin yang mengurusi semuanya, jadi beri tahu lewat dirinya saja kalau soal minta bantuan seperti tadi. Namun kalau soal perasaan dan emosi, bicara saja denganku."

"Aku akan mengingatnya, kau memang baik Lala. Dasar Shin, pintar mencari istri, hahaha."

Yup, sudah kutentukan, aku akan melakukan yang terbaik supaya orang-orang yang dekat dengan diriku tidak harus khawatir tentang diriku. Aku sudah hidup lebih lama daripada yang lain, tidak boleh menunjukan sisi seperti anak kecil. Justru seharusnya dirikulah yang paling bisa diandalkan karena pengalaman hidupku tidak sedikit.

Apa pun yang terjadi, aku yakin dan percaya selama aku mengingat kebaikan Shin dan Lala, juga Jurai dan Aeria, aku bisa tetap bertahan dan melalui bahkan masalah tersulit yang ada. Di saat itu, aku akan berdiri dengan tegap menunjukkan punggungku yang kuat dan terlatih oleh banyak masalah yang sudah kualami selama ini.

"Lho, aku tidak mencari lho. Justru malah Lala yang mencariku terlebih dahulu. Tidak sengaja sih, tetapi jelas Lala yang mendekatiku terlebih dahulu."

"Oh jadi begitu, papa tidak ingin mengakui bahwa akhirnya papa yang selalu mendekati mama dan memanjakan diri sampai akhirnya kita memiliki tujuh anak?"

"Hehehe, kalau itu tidak salah sih. Lagipula sebenarnya papa masih ingin lebih."

"Nanti malam papa tidur di luar saja, gak usah sama mama."

"Hee… jangan begitu dong. Nanti kasur papa dingin karena gak ada mama."

Mereka berdua masih saja seperti pasangan baru dan orang yang sedang jatuh cintanya. Apa mereka tidak sadar ya kalau masih ada aku di sini dan mereka sudah mempunyai tujuh anak yang sangat ganteng dan cantik dan punya banyak bakat. Anak-anak mereka juga dewa dan dewi dengan kemampuan sihir yang bermacam-macam setiap anaknya, kurang apa coba.

Memang harus kukatakan Shin itu tidak bisa melepaskan Lala, dan Lala tidak bisa menolak permintaan Shin. Bisa kusimpulkan bahwa mereka berdua memang sama saja, tidak ada bedanya. Makanya kalau debat pun dua-duanya sama salahnya, tidak bisa hanya membenarkan yang satu. Namun begitu pun tidak masalah, debat mereka membuat mereka semakin mendekatkan diri, beda dengan diriku.

"Jadi kalian selalu seperti ini walau sudah mempunyai tujuh anak dan mereka bisa saja melihat juga mendengarkan perkataan kalian."

"Biasanya gak selalu begini. Kalau sudah kumat dan ada topik yang menyenggolnya untuk dibahas ya jadi begini. Sekarang aku masih membiarkannya, kalau memaksa lebih lagi entah apa yang akan terjadi."

"Yang akan terjadi adalah poof, kalian punya anak lagi setelah hampir seratus tahun. Dan mungkin aku bisa membayangkan ekspresi ketujuh anak kalian, ahahaha."

Kapan ya kira-kira aku bisa menikmati waktu hidupku dengan seperti ini, berbicara, membahas suatu topik, bercanda satu sama lain, dan melakukan hal menyenangkan juga lucu lainnya? Mungkin jawabannya Cuma satu, yaitu setelah aku menyelesaikan setiap masalahku dengan Kuroshin yang mungkin masih hidup dan dewa takdir yang bisa saja memainkan takdirku lagi. Sebelum aku menyelesaikan dua penyebab utama ini, aku tidak akan bisa menikmati hidupku.

Hari esok masih ada dan panjang, tidak seperti di Terra, kami tidak perlu takut akan kiamat lagi. Paling yang perlu dipikirkan adalah menangani kekurangan mana, tetapi itu pasti bisa dipikirkan juga solusinya. Jadi pasti akan ada waktu untuk aku menikmati kehidupanku dan menghabiskan sisa waktuku dengan bahagia dan muka yang berseri.

"Ugh, tidak salah juga sih."

"Yeay, anak kedelapan."

"Hoi, Shin tahu diri sedikit, juga tahu malulah. Sudah setua ini pun masih kayak anak-anak saja. Tahu sih kalian masih bisa mempunyai anak lagi, tetapi bagaimana kalian akan menjelaskan kepada ketujuh anakmu dan anak kedelapan bahwa selisih umurnya dengan kakak-kakaknya hampir 100 tahun?"

"Ughh… ya sudah deh aku menyerah soal itu."

"Hahaha, dasar kalian itu."

Próximo capítulo