webnovel

Ruang Arsip

Pada saat itu, Linda hampir pingsan, dan dengan suara gemetar, dia bertanya mengapa Prambudi masih bertanggung jawab padahal sudah mengetahui apa yang terjadi.

Linda akan mengingatnya kejadian ini sepanjang hidupnya. Prambudi duduk di samping tempat tidur, menatapnya dengan tatapan tak acuh, lalu tersenyum pahit, "Linda, karena aku tidur denganmu, dia tidak akan menginginkanku lagi... "

Jadi, tidak masalah dengan siapa kau tidur bersama atau dengan siapa kau menikah.

Linda mengerti bahwa ini adalah bentuk balas dendam Prambudi. Dia bersedia menikahinya, tetapi dia tidak akan memiliki cintanya. Bahkan kehangatan yang paling mendasar tidak akan diberikan padanya.

Linda harus menyerah, tetapi tidak dengan posisi Nyonya di keluarga itu. Dia tidak akan mundur, maupun memberikan posisi itu pada orang lain. Linda sudah bersikeras dan membuat keputusan.

Nah, itu masalahnya, terserah siapa yang tertawa di akhir.

Bukankah Kiki itu seperti cahaya bulan putih di hati Prambudi? Lalu kalau Kiki sudah berbau busuk, akankah Prambudi masih berpikir kalau gadis itu suci seperti batu giok?

Linda memandang Kiki dan mencibir, "Ibuku berjanji menjualmu untuk Tuan Amir, dan Tuan Amir bersedia menikahimu, tapi apa yang telah kamu lakukan sekarang? Kau malah jadi wanita simpanan Ezra!"

Jeje sudah melompat geram, "Aku benar-benar belum pernah bertemu seseorang berperangai jelek sepertimu. Bahkan anjing saja lebih baik darimu!"

Linda menatapnya, "Bukankah kau hanya seekor anjing kalau berada di sebelah Kiki?"

Jeje masih berdebat. Kiki menghentikannya. Dia menatap Linda dan tersenyum tipis, "Ya, akulah yang melakukan kejahatan itu. Tapi Linda, masa depan masih sangat panjang di masa depan. Kuharap kamu bisa selamat dan bisa bertahan hidup."

Setelah selesai berbicara, dia mengajak Jeje pergi dan berjalan dengan sangat cepat.

"Kiki, lupakan saja? Dia jelas tidak tahu malu. Prambudi ..." Jeje menatapnya dan berkata dengan enggan, tetapi disela oleh Kiki, "Lupakan."

Keduanya naik ke atap. Kiki berdiri, melihat pemandangan nun jauh di sana.

Dia merasa sekujur tubuhnya menggigil...

Jeje berdiri, dan dia berbisik, "Kalau begitu ... kau benar-benar menjadi ... istri Ezra?"

Kiki melihat ke kejauhan, dan setelah sekian lama, dia akhirnya tertawa, "Ya!"

Jeje tertegun, tetapi Kiki menoleh dan menatap Jeje, "Jeje, apa kau sangat meremehkanku sekarang?"

"Kiki… Kau pasti punya masalah!" Jeje ragu-ragu.

Kiki menunduk dan berkata dengan lembut, "Aku memang mengalami kesulitan, tetapi aku tidak punya pilihan."

Dia hampir mengejek dirinya sendiri dan berkata, "Aku bisa menjadi tumbal orang tua dan menjalani kehidupan yang relatif layak."

Tapi Kiki sudah paham. Tuan Amir akan meninggalkannya setelah sekitar dua atau tiga tahun berlalu. Dia benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi padanya nanti.

Mai takut pada Ezra, begitu juga dengan Tuan Amir. Bagi Kiki, Ezra adalah tempat peristirahatan terbaik.

Ezra menginginkan tubuhnya, dan Kiki menginginkan perlindungannya.

Jeje mencerna dengan susah payah. Semua ini berada di luar pemahamannya. Dia melihat ke arah Kiki, telapak tangannya menggenggam erat ponselnya.

Di ponsel, Jeje memotret Kiki dan Ezra. Dia ingin menunjukkannya pada Kiki, tapi sekarang ... Jeje tidak membutuhkannya.

Dia bahkan menyesal karena sudah mengajak Kiki ke di Perusahaan S pada saat itu. Hubungan Kiki dengan Ezra sekarang...

Hati Jeje berantakan, dan perasaannya juga sangat rumit. Dia tidak mengira kalau 'sahabat'nya ternyata menyembunyikan rahasia sebesar ini, tanpa mengabarinya.

Kiki mengenal Ezra dengan baik, mengapa dia tidak memberitahukan soal ini padanya secara langsung?

"Kiki, aku ingin menemanimu bekerja sebagai pekerja paruh waktu di Perusahaan S." Jeje ragu-ragu sejenak, tapi tetap mengungkapkan isi hatinya.

Kiki sedikit terkejut. Dia menoleh untuk melihat Jeje, dan kemudian tersenyum sebentar, "Ezra tidak tahu aku bekerja di sana, dan aku tidak tahu berapa lama aku akan berada di sisinya."

Jeje terlihat sedikit kecewa. Karena bagaimanapun, ini adalah satu-satunya kesempatannya untuk mengenal para pemimpin senior Perusahaan S.

Setelah beberapa saat, dia dengan ragu-ragu bertanya, "Kiki, apa kau mau bekerja di Perusahaan S di masa depan?"

Kiki berjalan turun dari atap, menepuk-nepuk rok di tubuhnya, dan menggelengkan kepalanya perlahan, "Tidak."

Dia tidak akan menjadi istri Ezra untuk selamanya, dan dia tidak akan membiarkan dirinya melakukannya.

Jeje berhenti mengatakan apapun, dan mengikutinya ke kelas ...

Pada jam 2:30 siang, Kiki naik bus dengan membawa tas di punggung, dan Jeje berdiri di peron dan melambaikan tangannya.

Saat bus melaju jauh, tangannya masih melambai terus dalam waktu lama...

Kiki tiba di Perusahaan S. Saat itu sudah pukul 3.05. Dia mengganti pakaiannya dan segera masuk ke ruang arsip.

Biasanya tidak ada orang di dalam. Ezra akan datang ke sini sesekali, tapi itu adalah informasi yang didengarnya dari pekerja lain. Sejauh ini dia belum pernah melihat Ezra datang ke sini.

Kiki mempelajari desain dan tidak tertarik dengan angka-angka membosankan itu.

Dia membentangkan selembar koran, duduk di lantai, dan mengkategorikan dokumen satu per satu. Kiki lalu menempelkan label pada folder yang tersedia. Ruangan itu tenang, dan dia merasa nyaman.

Ketika Ezra masuk, dia melihat Kiki duduk di tanah, dengan wajah kecil menghadap ke bawah dan jari-jarinya bergerak secara fleksibel.

Ketika melihatnya, Ezra ingat bagaimana Kiki membuat mie ayam. Gerakan tangannya sangat cekatan.

Tentu saja, akan lebih baik jika Kiki tidak memakai kacamata itu di wajahnya.

Hari ini, Kiki mungkin lupa memakai lipstik, atau karena dia merasa aman di sini. Bibirnya terlihat lebih segar.

"Presiden!" Rani berbisik dari belakang.

Ezra mengangkat tangannya. Rani langsung memahami instruksinya. Dia minggir dan berjaga di luar.

Ezra masuk dan menutup pintu dengan muls. Kiki mendongak ketika dia mendengar suara itu ... ekspresi wajahnya sontak kebingungan, itu terlihat lucu.

Ezra hanya melihatnya, lalu berjalan melewatinya dan menemukan dokumen yang dia inginkan dari rak.

Kiki segera berdiri dan menunggu di belakangnya seperti seorang murid yang patuh.

Ezra tersenyum sedikit dan meletakkan jarinya di rak buku, tetapi setelah mencarinya lama, dia tidak menemukannya. Dia memikirkannya dan bertanya pada Kiki, "Di mana dokumen untuk Maret 2011?"

Kiki terkejut, dan kemudian menjawab secara refleks, "Di paling kiri di rak ketiga."

Ezra tersenyum, lalu memalingkan wajahnya ke samping, "Kiki, ambilkan untukku!"

Kiki tercengang. Barusan … dia memanggilnya Kiki?

Apa dia mengenalinya?

Mata Kiki melebar. Tenggorokannya menelan dengan kuat, dan tubuhnya terus bergerak ke belakang, sosoknya sekarang tampak menyedihkan.

Ezra mengaitkan dagu kecilnya, "Kemarilah."

Kiki masih berdiri di sana, mengerucutkan mulut kecilnya, suaranya sangat pelan, "Bagaimana kau ... bagaimana kau bisa mengenalku?"

Apa kau masih berjuang menyamarkan identitasmu?

Ezra menariknya mendekat, "Bantu aku mencari dokumen itu!"

Kiki sontak hendak pergi mencari dokumen yang dimaksud, tetapi alih-alih melepaskan tangan Kiki, Ezra merengkuh pinggang rampingnya, dan dia hampir bersandar di bahunya.

Ezra sangat tinggi, sehingga postur tubuhnya membuatnya terlihat sangat ramping.

Kiki berdiri berjingkat, menurunkan dokumen itu, dan menyerahkannya padanya.

Kemudian dia ternyata masih ditahan. Ezra mengulurkan tangannya untuk memegang dokumen, menjebaknya di tengah, dan melihat dokumen dalam posisi ini.

Kiki merasa sangat tidak nyaman, tetapi dia tidak berani mendorongnya. Hidungnya penuh dengan nafas pria dewasa, yang mencemari dirinya secara dominan.

Ezra membalik-balik dokumen dan berkata dengan santai, "Aku sudah tahu sejak lama."

Próximo capítulo