webnovel

Tragedy

"Saat ini, korban tewas dari kecelakaan Sentinel Road di jalur Km 67 sudah mencapai 12 orang. Menurut korban yang selamat, kecelakaan diakibatkan karena munculnya seorang anak kecil yang tiba-tiba saat tengah malam itu--" Layar TV menjadi gelap saat dimatikan.

"Hmm... Siapa anak kecil itu?" gumam pemuda yang mematikan TV. Tiba-tiba ponsel di atas meja berdering. Ia melihat layar ponsel sebelum mengangkatnya. "Ada apa Bu?... kenapa dengan Lindsey dan Ray? Ibu, apa yang terjadi? Kenapa menangis?" Ia mulai khawatir, "Iya, baik. Aku akan ke sana." Setelah memutus hubungan, ia segera mengenakan jaketnya dan mengambil kunci mobilnya.

Pemuda itu melesatkan mobil secepat mungkin. Perasaannya tidak enak setelah mendengar apa yang disampaikan ibunya. Pikirannya hanya tertuju pada kondisi dua keponakannya, Lindsey dan Ray. Ia masih berharap kalau mereka baik-baik saja, walau kemungkinan kecil harapan itu tidak sepenuhnya terkabul.

•••

Ketika bulan tepat berada di atas kepala, jurang itu sudah ramai dengan para pengolah TKP untuk meneliti kronologis bagaimana kematian Lindsey sebenarnya. Mobil ambulan dan polisi sudah terparkir di jalan depan rumah saat sebuah mobil sedan hitam tiba di sana.

"Apa yang sudah terjadi?" Kedatangan pemuda ini menjadi sorotan mata beberapa orang di halaman belakang rumah.

"Paman Sam!" sahut Ray.

Ia tampak kaget melihat kepala keponakan laki-lakinya itu dibebat. Hiasan yang tidak diinginkan untuk rambut cokelat keritingnya. Melihat kedua mata cokelatnya juga bengkak dan sembab membuat perasaan Sam semakin tidak enak.

"Kau kenapa?"

"Kecelakaan," jawab Mac sebelum Ray sempat menjawabnya.

"Kecelakaan? Tapi bagaimana bisa, Ayah?" Kata Sam tidak percaya.

"Bukan kecelakaan, Kakek Mac!" protes Ray. "Lindsey terbunuh karena anak laki-laki itu!"

"Anak laki-laki yang mana? Tunggu, tadi kau bilang apa? Dia membunuh Lindsey?!" Mata beriris kelabunya terbelalak.

"Laki-laki yang kira-kira seumuran denganku. Kaos lengan pendek dengan jaket rompinya dan celana panjang juga sepatu kets. Semuanya yang ia pakai serba hitam. Hanya warna kulitnya saja yang berwarna pucat," jelas Ray secara rinci.

Sam menganga mendengarnya. Semua ciri-ciri itu selalu disebutkan oleh saksi-saksi yang selamat saat kecelakaan maut.

"Jangan mengada-ada Ray. Tidak ada sidik jari sama sekali di pakaianmu ataupun adikmu," kata Mac.

"Tapi, Kakek, aku melihatnya. Ia sendirian di tepi jurang sambil melihat Lindsey. Hanya ada dia!" Ray berusaha untuk meyakinkan kakeknya. "Tidak mungkin Lindsey melakukan hal bodoh dengan cara bermain di tepi jurang atau melompat ke dalamnya."

"Ayah seorang komandan polisi, kan? Pasti tahu apa yang sudah terjadi di jalan Sentinel itu dan mendapat informasi dari para saksi yang selamat," kata Sam setelah merasa lebih tenang dan berhasil menekan mati-matian rasa sedih karena kehilangan keponakan perempuannya itu. Perkataan itu bermaksud membela keponakannya. "Oh iya, bagaimana dengan cerita tentang kelinci kutukan di daerah Opsy yang dekat dengan jalan maut itu? Apa Ayah sudah menyelidikinya?"

Mac mencoba mengingat kembali. "Sebenarnya masih dalam penyelidikan." Ia membungkukkan sedikit tubuhnya untuk sejajar dengan Ray yang masih terdiam. "Kau ke ibumu dulu sana," bisiknya.

Ray cukup enggan untuk berpisah dari pamannya yang membelanya, namun ia tetap mengangguk dan setengah berlari masuk ke dalam rumah.

"Memang apa hubungannya dengan ini?" Mac melanjutkan topik.

"Seorang saksi mata saat kecelakaan beruntun itu juga mengatakan, hanya ada seekor kelinci yang berhenti di tengah jalan saat kecelakaan. Tidak ada tanda-tanda anak kecil akan muncul ke tengah jalan saat orang itu sedang menuju Opsy dengan berjalan. Tapi sayangnya, pernyataan itu tidak bertahan lama sampai Tragedi Opsy muncul," jelas Sam. "Aku ingin tahu, apa benar Lindsey mempunyai seekor kelinci?"

Mac mengangguk. "Ya. Kelinci hitam pemberianku. Tapi kata Marry cokelat tua. Aku tidak yakin. Di mataku warnanya hitam," jawabnya. "Kelinci itu aku temukan di kontainer truk angkutan barang saat pindah rumah," tambahnya.

"Pasti itu kelinci kutukannya," kata Sam yakin.

"Hey! Banyak di dunia ini yang kelincinya hitam dan bermata merah, Samuell" tukas Mac.

Sam hanya mendesah dengan pandangan ke tanah sambil memijit tulang hidung. Ia tidak tahu lagi harus membalas apa yang dikatakan ayahnya itu. Ia berusaha berpikir serasional mungkin seperti Mac, namun suasana hati dan pikirannya sedang tidak bisa berpikiran seperti itu. Kedua mata kelabu Sam mulai berkaca-kaca.

"Ayah, aku tidak tahu. Aku tidak bisa menahan kesedihanku lagi," kata Sam sambil mengusap-usap matanya untuk menyeka air mata yang akan keluar. Ketidakhadiran Ray setidaknya bisa membuatnya sedikit mengeluarkan rasa sedih yang baru saja ia tekan.

Mac mengerti. Sam baru saja kehilangan keponakan kesayangannya itu dengan cara yang tragis. Tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali menepuk-nepuk pundak anak bungsunya itu, hal yang sama seperti yang ia lakukan untuk menenangkan anak sulungnya--ayahnya Lindsey yang bernama Richard. Walau Mac sendiri tidak mengeluarkan air mata, sebenarnya ia sama terlukanya saat kehilangan cucunya itu.

"Di mana jasad Lindsey sekarang?" tanya Sam. Ia berhasil menghentikan produksi air matanya.

"Sudah dibawa ke rumah sakit untuk diautopsi," jawab Mac, "acara pemakaman akan digelar besok pagi," tambahnya.

"Hmm..." Sam menghirup napas dalam dan dihembuskan perlahan untuk menenangkan pikirannya.

Mac berusaha keras untuk membuat topik sambil mengajaknya masuk ke dalam rumah. Setidaknya untuk tidak terlarut dalam kesedihan terlalu lama. "Ada kabar dari tunanganmu?" Untungnya ia bisa menemukan satu.

"Flawnsen?" kata Sam memastikan.

"Ya. Siapa lagi? Kau punya lebih dari satu memangnya?" Mac tertawa mendengarnya.

Sam juga ikut tertawa melihat ayahnya tertawa. "Pikiranku agak kacau hari ini," balas Sam ngeles. "Dia masih ada ekspedisi."

"Ekspedisi apa?"

"Ehmm..." Sam mengusap-usap dagunya dan mengingat-ingat, "ekspedisi hewan di hutan lindung."

"Jadi, sekarang dia tinggal di hutan?"

"Di permukiman dalam hutan lebih tepatnya," timpal Sam. "Asal ayah tahu, dia hebat dalam menangani hewan sakit. Dia juga ahlinya hewan kelinci. Jadi, di sana, dia ditunjuk sebagai ketua dalam ekspedisinya itu." Sam terlihat sedang membanggakan calon istrinya. Ia juga sudah terlihat kembali senang saat ini.

Mac tersenyum mendengarnya. "Kau memang hebat memilih pasangan," puji Mac sambil menepuk punggung Sam.

Sam tersenyum lebar dan ikut tertawa bersama ayahnya.

•••

Di pagi harinya, mereka mengadakan pemakaman untuk Lindsey Blackwood dengan penuh duka cita dan hasrat balas dendam dari kakak pertamanya, Raynald Blackwood. Ia dibantu dengan pamannya, akan mencari keberadaan anak itu.

Berita tentang kelinci kutukan sudah tersebar cukup luas di berbagai belahan bagian kota. Ada yang percaya dan ada yang tidak. Karena sudah 4 bulan ini tidak ada tanda-tanda musibah yang diakibatkan oleh kelinci ataupun anak laki-laki misterius yang muncul tiba-tiba itu, semakin lama kisah tentang kelinci kutukan dan Tragedi Opsy mulai dianggap mitos belaka.

Sam mengamati foto di dalam bingkai berbentuk hati. Ia sangat merindukan sosok gadis yang sedang tersenyum gembira sambil menggendong beberapa bayi kelinci di foto itu. Memperhatikan wajah bersih tirusnya, rambut coklatnya yang dikuncir kuda, bola mata hitamnya dan bibir tipisnya yang tertarik ke atas.

(Aku harap kau baik-baik saja dalam ekspedisimu, Kimberly.)

Próximo capítulo