Keiza sudah merasa sangat lega sekarang. Brandon bisa memaafkannya dengan cepat dengan masalah tersebut, dan dia juga meminta maaf karena bersikap kasar. Dia menjelaskan bahwa dia membutuhkan waktu untuk menenangkan semua kekesalannya atas kejadian kemarin. Dan dengan begitu, masalah ini sudah selesai.
Sejujurnya, aku tak menyangka bahwa hal ini bisa secepat ini. Di sisi lain, Brandon bisa bersikap lebih dewasa daripada perkiraanku. Ya ya, memang seharusnya dia begitu, bukan?
Dan sekarang, dia ingin mengobrol denganku berdua saja. Dia tak mengatakannya langsung, tapi aku tahu dia ingin berbicara denganku berdua.
Mengapa?
Sebab aku juga menginginkan berbicara empat mata dengannya tanpa dua orang di belakangku.
Bukan pembicaraan yang pantas untuk mereka.
"Oh, sial! Aku harus ke kampus sekarang!" Jason tiba-tiba menjadi panik sendiri.
Sebenarnya sekarang kami masih berempat di apartemen Brandon. Setelah suasanya mendingin, Jason menghibur kami dengan menceritakan masa lalunya berteman dengan Brandon waktu SMP sampai SMA. Dia memang pelawak.
"Ya, benar. Kau harus mengantarkan Kei juga kalau begitu."
"Hah? Kau kan pacarnya!"
"Aku ada urusan setelah ini, sebenarnya." aku melirik ke arah Brandon. "Akan lebih efektif jika aku titip Kei ke kamu."
"Gak lihat ekspresi pacarmu bagaimana?"
Ya, aku tahu kalau Keiza pasti sedih!
"Babe. Kau harus kuliah juga, kan?" Aku kembali menatap Keiza. "Maafkan aku ya, hari ini aku tidak mengantarkanmu. Nanti kamu juga harus ketemu sama Aisyah, kan? Nanti aku pasti menjemputmu setelah urusanmu selesai."
Keiza seperti akan melawan, tapi dia terdiam. Dia pasti sedikit kecewa karena aku sudah berjanji untuk cuti sampai akhir pekan ini. Selain itu, aku juga belum memberitahunya bahwa aku ada urusan setelah ini.
"Iya."
Aku melirik ke Jason.
"Kei. Ayo! Aku keburu telat."
Jason akhirnya bangkit berdiri dan diikuti oleh Keiza.
"J, aku berangkat dulu!"
"Babe," Kei mencium pipiku. "BJ, terima kasih ya. Dan aku harus pergi."
Mereka akhirnya pergi meninggalkan kami berdua.
Setelah tidak bisa merasakan keberadaan mereka berdua, Brandon akhirnya bangkit berdiri. Dia mengambil bingkisan dari Keiza dan membawanya menuju ke dapur. Kemudian dia membuka kulkasnya. Di sana dia menyimpan pemberiannya dan mengambil dua kaleng minuman soda.
"Ops!" aku hampir saja gagal menangkap minuman kaleng itu.
"Kupikir bahwa pacarmu itu berbahaya karena dia terlihat cantik dan pintar ngomong. Setelah datang dan berbicara, dia seperti seekor anak kucing yang takut di keramaian." Kata Brandon setelah dia mengecap sodanya. Dia masih berdiri di dapur. "Tapi, sepertinya kau mengajarinya."
"Apakah buruk?"
"Tidak."
"Keiza hanya terlalu baik sehingga sering dimanfaatkan orang-orang jahat. Sehingga aku mengajarinya berbicara dan memahami beberapa makna tersirat."
"Sepertinya kali ini dia tidak memahami makna tersirat itu."
"Apa maksudmu?"
Brandon membuang sampah kalengnya baru menjawab,
"Apa kau tak menyadarinya? Dia pasti memberitahu orang lain yang dekat dengannya dan tanpa diketahui olehnya orang lain itu adalah salah satu orang Ms. JN."
Dia pemikir yang tajam dari perkiraanku. Ya, dia juga memikirkan apa yang dipikirkan oleh Aisyah.
"Ya, mungkin. Tapi aku tak mencurigai siapapun."
"Apakah orang itu sudah bertemu dneganku di rumahmu?"
Sial, dia memojokanku. Tapi inilah yang terlihat makin menarik.
"Kubilang bahwa aku tak mencurigai siapapun."
Brandon pasti sadar bahwa aku mengetahui siapa yang bisa dicurigai menyebarkan informasi mahal ini. Tapi, ini masih terlalu awal untuk menghakimi orang tersebut. Masih banyak hal yang masih harus dipertanyakan jika mau menuduh, bukan?
"Bukankah itu berbahaya untukmu jika kau melakukan kesalahan?"
Ms. JN memang sedang mengawasiku. Aku takkan menyembunyikan hal itu.
"Nyatanya, korban dan lokasinya tak disebutkan di postingan itu."
"Ya, hanya namaku saja yang disebut."
Itu terdengar seperti kesal. Tapi melihat ekspresinya, dia tidak kesal dengan postingan Ms. JN yang hanya menyebutkan namanya. Dia seperti kesal akan sesuatu. Frustasi? Jika memang benar, dia pasti di kondisi tidak bisa berbuat apa-apa.
Setiap posting Ms. JN akhir-akhir ini selalu merujuk satu hal. Tentunya, aku dan Brandon pasti menyadarinya.
"Jika boleh tahu, mengapa kau datang ke rumahku kemarin?" tanyaku mengganti topik. Kaleng sodaku sekarang sudah kosong sehingga aku meletakannya di atas meja makan.
Brandon yang tahu kaleng kosongku, mengambilnya dan membuangnya ke tempat sampah. Ohya, Brandon di sini tak memiliki robot maid mini yang harusnya membantunya mengurus tempat ini. Perkiraanku, dia menggunakan sistem lama di apartemen ini.
"Aku berniat untuk menghentikannya, tapi sepertinya tak berhasil."
Apakah maksudnya itu Rin? Tapi itu terdengar lebih berat bebannya daripada hanya Rin permasalahannya.
Selama dua tahun ini, Brandon bisa mengabaikan permintaan manja Rin dengan entengnya. Hanya saat posting tentang hubungannya menjadi viral, dia menjadi mempertimbangkannya untuk berkunjung. Mungkinkah itu berhubungan?
Ya, dia juga kesal terhadapku karena dikira aku memakai Kelly agar dia mau datang dan menemui Rin. Secara tidak langsung, tebakannya benar.
"Begitulah Rin. Dia tidak begitu berubah."
"Ya, itu salahmu, Rei. Kau terlalu memanjakannya."
Well, itu cukup menusuk hatiku. Perkataannya benar, tapi itu cukup kejam.
"Ya." Jawabku jujur.
Ah, aku berharap dia memiliki bir. Ugh... tapi kupikir ulang bahwa aku harus fokus untuk hari ini.
"Kau tahu bagaimana keadaan keluargaku yang tak pernah berubah. Menyedihkan memang. Tapi bagaimana lagi? Aku harus bertanggung jawab padanya karena membuatnya menjadi penyakitan."
"Apa maksudmu?"
Aku tak ingin memberitahukan ke siapapun sebenarnya, tapi Brandon selalu menjadi orang yang berbeda. Dia sudah mengenal keluargaku, mengetahui bagaimana mengerikannya anggota keluargaku, dan efek apa yang pada akhirnya tercipta sekarang.
Meski waktu itu dia masih SD, tapi dia kukenal memiliki ingatan yang kuat. Dia pasti bisa menilainya saat sudah besar seperti sekarang.
Bukankah itu alasannya menolak untuk mengunjungi Rin?
"Rin hampir mati sebelum didiagnosis memiliki penyakit-penyakit itu. Aku tak berada di sampingnya saat dia dalam keadaannya yang hampir mati."
Seharusnya salah siapa? Aku masih mempertanyakan sampai sekarang. Jika diingat kembali saat itu, posisiku seharusnya tak bisa disalahkan. Tapi aku yang waktu itu masih begitu naif dan mau menyesalinya.
Sekarang aku terasa terbelenggu dengan rantai-rantai tak terlihat yang mengikat seluruh tubuhku.
"I'm sorry. Kau pasti menyesalinya." Kata Brandon tiba-tiba. "Tapi, kau tetap salah dalam mendidik kembaranmu sendiri."
Mengapa semua orang selalu berkata kalau beban Rin selalu ditanggung padaku?!
"Bagaimanapun, kau pasti akan meninggalkannya. Untuk urusan pribadimu ataupun hal yang tak terduga. Itu sangat buruk kalau kau terus-terusan membuatnya tergantung padamu."
"Apakah menurutmu begitu?"
Menyedihkan!
"Kau bahkan tak memiliki saudara."
Brandon kini hanya menatapku. Apakah dia mencoba menganalisisku? Takkan kubiarkan kau mendapatkan informasi apa yang kurasakan setelah mendengarkan perkataanmu!
"Ya, aku tak punya dan tak mampu mengerti."
Entah mengapa jawabannya tidak membuatku puas.
"Tapi sepertinya aku mengerti posisimu sekarang."
"Bullshit!"
Aku hampir saja tertawa karenanya. Dari semua orang yang kukenal baik, bahkan Keiza, tak menyadari hal ini. Mereka tak mengetahui ataupub mengerti posisiku sebenarnya.
"Lalu, bagaimana denganmu?" aku menagih balasan untukku.
Ketika kita memberi, kita pasti juga mendapatkan balasannya. Itu yang kupercayai.
"Aku? Posisinya hampir sama denganmu."
Mungkinkah...
"Bukan hanya kau yang bisa membenci keluargamu sendiri."
Haha... jadi itu alasannya dia mengerti posisiku sekarang. Kukira dia akan mengatakan mengapa alasannya dia menahan dirinya untuk bergaul sekarang. Tapi ternyata dirinya juga memiliki masalah yang kelam di dalamnya.
Ya, aku sedikit memahaminya juga. Meski aku tak tahu spesifiknya masalahnya bagaimana.
"Ya... sangat disayangkan. Banyak sekali orang-orang yang memiliki keluarga yang sangat mendukung mereka."
"Keluarga memang selalu mendukung, sebenarnya. Hanya saja terkadang tidak sesuai dengan keinginan kita."
Ya, aku setuju akan hal itu. Tapi kehidupan itu tak berlaku di kehidupan versiku.
"Apakah itu yang membuatmu menjadi anti sosial?"
Melihatnya yang mau diajak bicara baik-baik dan saling mengobrol, dia bukan orang yang harus menutupi semua kisahnya. Seperti kata Jason, Brandon itu sangat asik saat diajak bicara dan tak mungkin menjadi anti sosial.
Brandon tiba-tiba membanting pintu kulkasnya. Dia baru saja membuka kulkasnya lagi untuk mengambil sekaleng minuman lagi. Apakah pembicaraan ini juga berat baginya?
Kurasa kami memang berada di posisi yang sama.
"Iya. Secara tidak langsung."
"Ya, aku tak percaya juga kalau Kelly yang begitu posesif padamu."
Setelah mengobrol dengan Kelly, dia memang bukan tipe orang yang akan membatasi orang lain. Meskipun aku bisa merasakan bahwa dia memiliki kuasa untuk mengatur orang lain, Kelly sepertinya bisa mengaturnya dengan baik. Contohnya adalah aku. Dia tidak membatasiku terlalu banyak sebagai kelinci percobaannya pada penelitiannya. Dia hanya ingin aku menjaga tubuhku tetap prima dan sisanya dia percaya padaku.
Dengan sikap seperti itu, apakah benar dia posesif?
"Ah... Kelly bukan tipe yang seperti itu. Mungkin seperti Keiza, dia orang yang terlalu baik. Sampai sebuah masalah tak penting saja sampai membuatnya menyalahkan dirinya."
Aku sangat mengerti apa maksudnya. Oleh sebab itu, aku tertawa setelah mendengarnya.
Sekali lagi, aku dan dia memang memiliki posisi yang sama.
Aku mulai bangkit berdiri. Kurasa ini adalah waktuku untuk pergi. Ada hal lain yang harus kulakukan sebelum menjemput Kei nanti.
"Tenanglah, aku akan membantunya menghentikan rumor buruk tentangnya." Kataku saat aku sudah berada di depannya. Letak dapur dan pintu keluar begith dekat, jadi tak bisa dihindari bahwa kami harus bertatapan.
Tetapi...
"Kau baik-baik saja?" tanyaku padanya karena dia tiba-tiba tersedak dengan minumannya sendiri.
Brandon memang sedang minum saat aku mendekatinya dan mengatakannya. Setelah aku selesai, dia langsung tersedak karena terkejut. Apakah sebegitu parahnya?
Dan ini tidak sekali. Satria di lab waktu itu juga memiliki reaksi yang sama.
Ini aneh.
Apakah mereka meragukanku? Kurasa tak sesederhana itu.
"Aku baik-baik saja." Kata Brandon yang setelah itu meminum air putih yang diambilnya dari kulkas.
"Bagaimana kau akan membantunya?"
Pengalihan? Kurasa memang benar ada yang ditutupi darinya dan Satria.
"Aku bisa berbicara langsung dengan Ms. JN. Dan itu seharusnya rahasia."
"Ah, jadi kau tahu identitas aslinya."
"Tapi, BJ." Entah mengapa memanggilnya dengan sebutan itu terasa lebih bersahabat. "Bag-ah, lupakan saja!"
Aku menuju pintu keluar. Dia bahkan tak penasaran dengan apa yang akan kukatakan tadi.
"Bye."
Aku akhirnya keluar dari kamar apartemennya. Dan tentunya, sistem sialan muncul kembali dan memanduku ke jalan keluar. Karena kesal, aku mengabaikannya dan melangkahkan kaki sesukaku.
Apakah sistem akan melaporkanku? Kurasa tidak akan. Selain meminta izin untuk menemui Brandon, aku juga diam-diam telah meminta izin untuk menemui seseorang yang juga tinggal di apartemen sekarang. Tetapi, waktunya saja yang sedikit tidak tepat. Aku terlalu cepat meninggalkan apartemen Brandon karena perkiraanku yang salah.
Dan aku masih memiliki lima belas menit lagi. Apa yang sebaiknya aku lakukan?
Pintu lift di depanku akhirnya terbuka. Di balik pintu lift, aku dapat melihat hanya ada seorang perempuan di dalamnya. Entah kebetulan atau tidak, ini adalah keberuntunganku!
Ya... dia pasti terkejut karena aku sudah muncul di apartemen ini lima belas menit lebih awal dan berada di lantai 22.
Setelah aku masuk ke dalam dan pintu tertutup, aku menghidupan sistem senyap di antara kami berdua.
"Senang bertemu denganmu lagi, Saphira Young. Kuharap kita bisa bertemu hari ini lebih cepat."
.
Bab 23
The Pretenders
Thanks for reading this chapter, Shay...
Like it ? Add to library and comment!