Ada dua hal yang kupikirkan sekarang.
Satu. Ini sudah direncanakan. Semua yang terjadi belakangan ini, apalagi yang berkaitan dengan Pramudirga, seperti beruntut. Mulai dengan penolakanku untuk menghindari mereka, lalu lewat Kelly dengan gimik membantu meredakan isu, lalu akhirnya lewat Jason. Sepertinya Rin benar-benar tidak akan menyerah. Dia ingin aku datang padanya.
Dua. Ini semua adalah sebuah kebetulan saja. Jason memang anak yang suka bergaul dan begitupun Rei. Mereka pasti saling mengenal satu sama lain dan memiliki hubungan yang baik. Sehingga, Jason ingin membawaku ke sana untuk membantuku. Ini juga didukung dengan apa yang kuprediksikan tadi, bahwa dia berniat untuk membantuku keluar dari masalah ini.
Niatnya mungkin benar, dan rencana itu pasti juga benar. Kalau begitu, Jason pasti tidak menyadari bahwa dia telah digunakan sebagai alat.
Bukankah itu kelewatan?!
Aku tidak ingin berprasangka buruk terhadapnya. Dan...
Kuharap aku bisa percaya bahwa itu semua memang kebetulan saja.
Aku memiliki hak untuk menolak dan sebaliknya. Dia takkan memaksaku untuk mengikutinya. Dan pada akhirnya aku bisa menjalankan hidupku yang seperti biasanya.
Apakah akan tetap memaksa?
Entahlah.
"Baiklah." Kataku.
Aku sudah memutuskannya.
Jason menjadi berbinar-binar mendengar jawaban dariku. Jujur saja, wajahnya terlihat menyebalkan.
"Bagus! Kau harus bertemu dengan Rei! Dia adalah koneksi yang bagus untukmu!"
Semangatnya membara seperti api yang baru dihidupkan. Sumbuku sepertinya berhasil membuatnya seperti itu. Itu menjelaskan padaku bahwa dia memang terlepas dari rencana tersebut. Dia benar-benar hanya ingin membantuku saja.
"Tapi..." Aku harus menyela sebelum dia kelewatan. Bisa-bisa dia salah paham ketika aku meng-iya-kan saja. "Aku punya satu syarat untukmu."
Merasa bingung dan penasaran menjadi satu, Jason terbengong. Dia butuh beberapa detik sampai akhirnya dia berkedip.
"Apapun untuk raja." Katanya sambil membungkuk ke arahku.
Lalu aku memberitahunya sebuah syarat yang kuinginkan sebagai gantinya. Aku hanya berjanji padanya bahwa aku akan mengikutinya kemana saja yang dia mau, asalkan tempatnya berkenan untukku. Termasuk ke tempat-tempat yang kuhindari seperti rumah Pramudirga. Bukankah itu maunya? Aku bisa bergabung dan kembali lagi ke dunia itu? Dengan syarat bahwa dia harus tetap didekatku dan menjagaku.
Dia tidak sebodoh itu dan takkan melakukan hal konyol seperti semua pengawal Kelly. Dia tahu persis apa maksudku.
Tidak lama kemudian, kami akhirnya pergi ke tempat parkir di G3 bersama. Posisi mobilnya dan mobilku kebetulan berada di bagian yang dekat, sehingga kami bisa menggunakan lift bersama. Tidak banyak yang kami lakukan di perjalanan, kami hanya saling mengobrol seputar hal kampus dan apa yang sering dilakukan akhir-akhir ini.
Sesampainya di tempat parkir, Jason memberikanku sebuah peta lewat ponselku. Dia mengirimkan jalur apa saja yang bisa kugunakan agar bisa sampai di rumah Pramudirga. Aku memang bisa mengikutinya dari belakang, tapi dia tetap memberikannya.
Mungkin dia takut bahwa aku akan tersesat. Tapi itu tak berguna, toh aku sudah hafal semua jalur di Jakarta.
Dan sesuai perkiraanku, lokasi rumah itu tidak berbeda dengan yang dulu.
Jason memimpin jalannya dan aku mengikutinya dari belakang. Kediaman Pramudirga ini berada di salah satu di kawasan perumahan elit di Jakarta Selatan. Tidak banyak orang yang sebenarnya memiliki tanah untuk dihunk di Jakarta. Terlebih tempat ini sudah menjadi sebuah provinsi yang penuh dengan metropolitan kota yang sudah sangat maju. Orang yang memiliki tanah adalah orang-orang yang benar-benar kaya, memiliki perusahaan besar. Dan kebanyakan tanah tersebut digunakan untuk urusan bisnis seperti membangun kantor, hotel, apartemen, restoran, dan lain-lain. Untuk urusan tempat tinggal atau rumah pribadi, hanya sebagian orang yang sudah tinggal di area ini cukup lama atau memang ingin bertempat tinggal di sini. Sangat jarang orang memilih untuk membeli tanah sebagai tempat tinggal di Jakarta. Kebanyakan lebih untuk membeli atau menyewa apartemen sebagai tempat tinggal sementara di Jakarta.
Aku tidak akan terkejut saat mengetahui bahwa Pramudirga memiliki tanah hunian mereka sendiri. Mereka sudah tinggal di Jakarta lebih dari dua puluh tahun.
Untuk ukuran rumah di kawasan Jakarta, perumahan ini membuat area tiap rumahnya sangat luas. Meski sebenarnya lebih luar rumahku di Kalimantan, untuk area kota padat sudah termasuk luas. Semua rumah memiliki luas dan desain bangunan yang hampir sama. Yang membuatnya berbeda adalah selera dari pemilik rumah yang ingin merenovasi ulangnya bagaimana. Dan di sanalah rumahnya. Tidak berbeda jauh dari yang kuingat dulu.
Ada pagar besi besar yang harus dilalui dengan hati-hati. Ada robot yang bertugas seperti petugas keamanan pribadi yang mengawasi. Benda itu pasti tidak akan membiarkan sembarangan orang masuk. Jika itu Jason, dia pasti lolos dengan mudah. Sedangkan aku? Melihat robot itu beroperasi di dekat gerbang saja sudah membuatku ingin memutar kembali kemudiku.
Jason berhenti tepat di depan pintu gerbang itu. Aku mengikutinya tapi berhenti di belakangnya. Lalu dia meminta izin untuk menghubungkan panggilan denganku.
"Aku akan masuk ke dalam dulu untuk mengurusnya. Jadi kau tunggu di depan pintu gerbang setelah tertutup."
Panggilan langsung putus karena pihak sebelah dan tidak mau mendengar apapun dariku.
Bagus.
Pintu gerbang terbuka perlahan untuk mobil Jason. Aku melihatnya seperti pintu gerbang surga yang hanya dibukakan untuk beberapa orang baik saja, sehingga membuatku berpikir bahwa aku ini orang jahat. Orang baik itu akan masuk dan mengurus sesuatu di dalam agar orang jahat ini bisa masuk ke surga itu. Dan jika dipikir-pikir ulang, memangnya Tuhan mau menerima seseorang sepertiku dengan modal koneksi orang dalam untuk masuk ke surga?
Ah... Pikiranku menjadi liar.
Setelah mobil Jason akhirnya masuk ke area kediaman Pramudirga, pintu gerbang seharusnya tertutup untukku. Tapi sepertinya sistemnya sedang rusak atau mungkin pintunya yang rusak. Sebab, kedua pintu besi itu masih terbuka lebar!
Aku menjadi ragu-ragu tentang ini. Dan aku membuay pilihan antara langsung menerobos atau menunggu saja. Dan Jason sepertinya tidak menyadarinya. Dia tidak melakukan apapun tentang ini.
Maka aku memanggilnya.
"Son, pintu gerbangnya masih terbuka. Apa aku langsung masuk saja?" Tanyaku.
"Serius, J?!" Aku mendengar dia membuka pintu mobilnya. "Bentar, aku cek dulu."
Dia akhirnya terlihat di belahan dunia yang berbeda itu.
"Mungkin sedang rusak. Masuk saja lah." Katanya sambil dari jauh aku melihatnya memberikan aba-aba seperti tukang parkir [1].
Aku perlahan menjalankan mobilku masuk. Sempat terasa sangat gugup saat melewatinya, aku takut kalau sistemnya tiba-tiba saja mengamuk karena tindakan ini. Sistem keamanan seperti ini yang selalu membuatku merasa ngeri karena sistem itu bisa langsung merusak mobilku dengan instan. Itulah mengapa aku lebih suka dijemput ke tempat Kelly daripada aku harus membawa mobilku sendiri.
<Selamat datang kembali, Brandon JayaChandra>
Huh?! Aku mendapatkan sambutan singkat dari sistemnya. Aku langsung merasa tenang tapi aku juga bingung. Sistem ini menerimaku, dan aku tidak tahu mengapa. Sepertinya Rei yang melakukannya.
Sial!
Setelah berhasil memarkirkan mobilku di halaman depan rumah yang luas ini, aku keluar dari mobil. Selain mendapatkan sambutan, aku juga mendapatkan navigasi untuk memarkirkan mobilku. Meski hanya beberapa meter, navigasi ini untuk mengatur mobil-mobil agar terparkir dengan rapi di kediaman ini.
Jason sudah menungguku. Dia kini menghampiriku di bawah terpaan sinar matahari sore. Kali ini terasa cukup hangat setelah siang hari yang dikabarkan terik tadi.
Di balik sinar matahari sore yang mulai semakin jingga, aku mulai merasakan suasana tenang di rumah ini. Pemandangan dan suasana yang diciptakan di dalam dinding tinggi dan mentari seakan sengaja dibuat untuk membuat orang untuk rileks.
Ide yang bagus.
"Asik ya..." Jason mengganggu lamunan kecilku. "Gak pernah bosan lihatnya."
Aku tidak bisa membantah tanggapannya. Semuanya benar. Ini yang kurasa membedakan dengan rumah yang lainnya.
"Masuk yuk! Sudah ditunggu."
Jason sekarang memimpin jalannya dan menuju ke jalanan bebatuan. Jalan kecil itu dibuat begitu alami dengan batu granit yang dipoles hingga mengkilat dan menonjol agar bisa diinjak. Di sekitarnya terdapat banyak bebatuan kecil yang kurasa menutupi tanah dj baliknya. Meski bisa dibilang sebagai rumah modern yang mengedepankan teknologi dan tanaman buatan, tempat ini mempertahankan sisi alami yang perpadu apik. Tidak salah jika mentari sore tadi seperti pembukaan yang indah.
Aku hampir terkejut saat menginjakan kakiku di atas batuan granit. Batu itu memang dipoles hingga mengkilat, tapi entah bagaimana batu itu tidak licin di sepatuku. Aku sudah berhati-hati saat melewatinya, tapi ini di luar ekspetasiku. Aku bisa berjalan dengan lebih santai kalau begini.
Sudah lama sekali aku tidak kemari dan sudah banyak sekali perubahan di rumah ini. Bahkan menurutku tempat ini terasa lebih homie daripada rumahku di Kalimantan.
Jalanan batuan ini membawa kami ke teras rumah. Sebuah teras yang kecil dengan kolam ikan yang sedikit tinggi. Gaya klasik rumah yang menyimpan ikan bersamaan dengan air kolam yang bergemericik. Sangat bagus untuk menyambutmu datang ataupun pergi.
Pintu utama rumah terbuka lebar. Aku mendengar kalau di dalam rumah begitu ramai, mulai suara musik dan banyak orang yang berbincang-bincang. Dan ketika aku mengintip dari sana setelah Jason masuk, aku cukup terkejut dengan ruang tamu dan orang-orang yang ada di sana.
Tempat itu sangat berantakan dengan berbagai alat dekorasi. Untungnya tempatnya lumayan luas dan tidak ada perabotan besar di sana. Mulai dari bunga plastik, bolam-bolam lampu kecil di dalam kotak, kabel, beberapa kayu, dan berbagai tanaman asli yang utuh dengan akarnya tapi tanpa tanah dan pot. Orang-orang di sana semuanya mengelilingi sebuah meja yang lumayan besar dan berdebat di sana. Mereka berempat totalnya, dan mereka terlihat begitu tegang di balik musik yang riang itu.
Apakah boleh aku masuk? Mereka sepertinya sedang mendapatkan sesuatu.
Sebelum aku berhasil meraih baju Jason, dia sudah masuk ke kerumunan tersebut dan disambut oleh pukulan dari gulungan kertas. Dia seorang gadis mungil, satu-satunya paling pendek di antara mereka semua. Dan dia mengomel ke Jason karena terlambat.
Tuh kan, mereka sedang ada acara penting. Aku harus pergi sebelum-
"Brandon!"
Sialan.
Aku membalikan tubuhku dan melambaikan tanganku ke semua orang seperti orang bodoh. Rasanya aku sangat canggung kalau aku ketahuan seperti ini.
Butuh beberapa detik untuk mengembalikan semua nyawa kembali. Sepertinya mereka juga kebingungan.
"J, masuklah!" Jason menyuruhku.
"Kau terlihat sibuk, Son. Dan aku gak mau gang-"
"Ngomong apa sih?! Sini!"
Jason mendekatiku dan menarikku untuk masuk ke dalam rumah. Sialnya, aku tidak bisa menahan tarikannya.
Keempat orang di sana menatapku dengan wajah tidak percaya. Terlebih seorang gadis yang bertubuh mungil. Setelah aku dapat melihatnya lebih jelas, gadis itu terlihat begitu imut dan cantik. Apalagi dia mengucir dua rambutnya yang membuatnya terlihat seperti gadis yang polos. Dia yang paling terkejut dan menganga sangat lebar.
Setelah pandangan kami bisa bertemu, wajahnya langsung memerah seperti tomat. Dan tiba-tiba dia langsung menjerit dan berlari meninggalkan kerumunan. Dia menghilang setelah meninggalkan ruang tamu, namun suaranya masih terdengar histeris.
Apa resleting celanaku terbuka sampai membuatnya seperti itu? Dengan reflek aku menutupi bagian resleting celanaku dengan tanganku sebelum disadari oleh yang lain.
Pertama kalinya bertemu dengan orang-orang ini dan aku tidak mau kehilangan mukaku karena hal yang memalukan!
Sepertinya belum ada yang menyadari gelagak gadis itu sampai Jason membukanya.
"Si tuan putri kenapa sih? Kok tiba-tiba histeris." Karena tidak ada yang menjawab, apalagi aku yang merasa sangat malu, dia melanjutkan, "Sorry ya, tapi aku bawa teman sejak masa SMP-ku. Kalian pasti sudah kenal karena dia sudah jadi super star di kampus hahaha..."
Tidak ada yang tertawa bersamanya. Kelihatan bodoh sekali.
"Tamu istimewa... Brandon!"
Aku menyesali datang kemari karena tingkah bodoh dari Jason ini. Namun tetap, aku tersenyum ramah kepada semua orang sambil menutup bagian resleting celanaku dengan tanganku.
Mereka semua terdiam dan tak berekspresi. Sepertinya aku tidak diharapkan datang kemari.
[1] Tukang parkir adalah seseorang yang pekerjaannya membantu pengendara untuk memarkirkan kendaraan mereka dan menjaga tempat parkir tersebut dengan upah dari pengendara tersebut atau dari pemerintah daerah. Di zaman ini, istilah tukang parkir sudah sangat jarang digunakan dan berkesan sangat buruk. BJ menyebutkannya dikarenakan dirinya pernah dipalak oleh tukang parkir dengan tarif parkir yang di luar nalar di daerah kumuh di Palangkaraya saat memarkirkan mobilnya.
.
Bab 14
The quarter of a moon II