"Maaf, Nayla. Tapi kau masih harus pergi ke sekolah hari ini." Andre mengulurkan tangannya dan meletakkannya di bahu Nayla sambil berkata kepadanya dengan nada yang berat.
Seketika rasa kantuk Nayla langsung menghilang dalam sekejap setelah mendengar kata-kata Andre.
"Kenapa?" Dia mengedipkan matanya dan menatap Andre. Suaranya dipenuhi dengan kebingungan, "Bukankah kemarin Ibu sudah berjanji padaku bahwa aku boleh tidak pergi ke taman kanak-kanak hari ini?"
"Um...Itu benar, tapi..." Andre menatap Nayla yang terlihat hampir menangis dan menjelaskan dengan suara lembut, "Tapi untuk menjatuhkan pak satpam itu, kita membutuhkan beberapa bukti. Jadi kau harus membantu Kakak untuk mengumpulkan bukti dengan ibu."
"Bukit? Bukti apa?" Nayla bertanya sambil menatap Andre dengan ekspresi bingung.
"Singkatnya, kita membutuhkan rekaman video atau suara dari pak satpam yang sedang melakukan pemeriksaan fisik untuk anak-anak lain." Andre melompat berdiri dari tempat tidur sambil berbicara. Kemudian dia berlari ke sofa dan mengambil pakaian yang akan dikenakan Nayla hari ini ke sekolah. Dia memberi tanda pada Nayla untuk mengikutinya, "Ayo, untuk saat ini Kakak akan membantumu berpakaian dulu. Detail khususnya akan kita bicarakan saat sarapan."
"Oh ..." Meskipun Nayla masih terlihat bingung, dia turun dari tempat tidur dan mengenakan pakaiannya dengan patuh.
Setelah berpakaian, mencuci wajah, dan menggosok gigi mereka, Andre, Nayla, dan ibu mereka duduk di meja makan bersama-sama. Mereka membahas rencana yang akan mereka lakukan hari ini dengan sungguh-sungguh dan detail.
Meskipun Nayla merasa takut pada satpam penjaga di sekolahnya, pada akhirnya dia menyetujui rencana ini dan mau pergi ke sekolah untuk menyelamatkan teman barunya Dita.
Setelah mengantar Nayla ke taman kanak-kanak, Andre duduk di dalam mobil di sebelah ibunya sambil melirik satpam penjaga yang berdiri di pintu gerbang masuk taman kanak-kanak. Saat ini dia sedang menyapa anak-anak yang melewatinya sambil tersenyum, tapi Andre mengutuknya secara diam-diam saat melihat pemandangan tersebut.
Setelah ibu Andre mengangtarnya ke sekolah, dia pergi.
Ibunya harus bersiap untuk menulis berita utama yang akan muncul di koran besok.
Sementara itu Andre tidak bisa menahan perasaan gelisahnya saat memikirkan rencana mereka. Dia hanya bisa berharap bahwa sekolah hari ini bisa berakhir dengan lebih cepat.
Andre tidak bisa mengingat apa-apa saat pelajaran berlangsung, tapi saat melihat bahwa waktu pulang sekolah semakin dekat, dia segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah Nayla dan melaksanakan rencana mereka. Yang perlu dia lakukan hanyalah menunggu bel sekolah berbunyi dan bergegas keluar kelas.
Namun, sebelum sekolah usai, Pak Hasan tiba-tiba mengambil setumpuk kertas dan berdiri dari meja guru. Kemudian dia berkata dengan keras di depan kelas, "Anak-anak, ujian akhir akan segera datang, dan oleh karena itu aku telah menyiapkan tes pendahulu sebelum ujian akhir tiba. Bapak ingin menilai hasi pembelajaran di kelas kita semester ini, dan untuk itu kita perlu memeriksa apakah pembentukan kelompok minat belajar yang ditujukan untuk membantu sesama siswa dapat memberikan hasil yang efektif. Mari kita lihat apakah nilai siswa-siswa yang menerima bantuan dari teman-teman mereka yang lebih pintar telah meningkat. "
Apa!?
Andre duduk di kursinya dan menyaksikan Pak Hasan membagi tumpukan kertas di tangannya menjadi beberapa tumpukan dan menyerahkannya kepada setiap siswa yang duduk di baris pertama satu per satu. Andre tahu bahwa protes tidak akan berguna dalam situasi seperti ini.
Dia melirik ke arah jam dinding di depan kelas. Sekarang masih ada waktu sekitar dua puluh menit sebelum jam sekolah berakhir. Sementara tes mendadak seperti ini biasanya memiliki waktu pengerjaan selama empat puluh lima menit. Artinya, ketika tes ini berakhir nanti, kemungkinan besar Andre akan pulang sekitar dua puluh lima menit lebih terlambat...
Tapi Nayla masih ada di taman kanak-kanak, menunggu Andre menjemputnya...
Dan Andre juga memiliki tugas yang lebih penting untuk dilakukan...
Andre melihat bahwa kertas yang dioper dari barisan depan telah sampai ke tangannya.
Dia hanya bisa mengertakkan gigi dan mengambil satu kertas ujian. Kemudian dia menyerahkan sisanya pada teman sekelasnya yang ada di barisan belakang.
"Oke, apakah semua siswa sudah mendapatkan kertas ujian?" Pak Hasan berdiri di depan kelas dan mengedarkan pandangannya ke arah para siswa. Dia melihat ke arah jam tangannya dan berkata. "Waktu tes adalah empat puluh lima menit, dimulai dari...sekarang."
Seketika ruangan kelas yang tadinya penuh dengan suara murid-murid dan kertas yang dioper ke belakang menjadi hening. Hanya ada suara gemerisik kertas dan goresan pena yang sesekali terdengar.
Andre mengambil kertas di tangannya dan mendecakkan lidah. Kemudian dia mengeluarkan penanya dari kotak peralatan tulis sambil menghela napas dan mulai mengerjakan tesnya.
Setelah bel sekolah berbunyi, kampus sekolah yang sunyi itu tiba-tiba menjadi ramai.
Para siswa di kelas lain berjalan melewati koridor satu per satu sambil mengobrol dan tertawa. Sorak sorai mereka terdengar sangat kontras dengan suasana di kelas Andre.
Andre memfokuskan perhatiannya untuk menyelesaikan soal-soal ujian pada kertas di depannya. Tidak lama kemudian dia menghela nafas dengan lega setelah menyelesaikan pertanyaan terakhir pada kertas ujian tersebut.
Dia segera memasukkan kembali penanya ke dalam kotak pensil, lalu menyandang tas di bahunya. Kemudian dia berdiri dari kursi sambil memegang kertas ujiannya dan berjalan menuju Pak Hasan yang sedang duduk di kursi dekat pintu kelas.
Saat mendengar gerakan Andre, siswa-siswa lain di kelas yang sedang berkonsentrasi mengerjakan ujian mengangkat kepala mereka satu per satu dan menatap Andre dengan takjub.
Pak Hasan yang awalnya duduk bersantai di bawah sinar matahari yang hangat juga ikut terkejut. Pada saat ini, dia segera duduk tegak sambil memandang Andre dengan tatapan bingung dan bertanya, "Ada apa, Andre? Apakah kau mau ke belakang?"
"Saya sudah selesai mengerjakan ujiannya, Pak." Andre menyerahkan kertas itu ke tangan Pak Hasan dan berkata dengan suara pelan, "Bolehkah saya pergi sekarang?"
"Selesai?" Pak Hasan bertanya dengan terkejut. Dia menatap kertas yang diserahkan oleh Andre. Benar saja, Andre telah mengerjakan semua soal yang dia berikan dalam ujian ini.
Pak Hasan mengerutkan keningnya dan melirik Andre, "Apakah kau yakin kau tidak perlu memeriksa jawabanmu lagi? Waktu ujian masih tersisa dua puluh menit. Bagaimana bisa kau mengerjakannya secepat ini?"
"Saya sudah memeriksanya, Pak." Andre berkata kepadanya dengan tidak sabar setelah mendengarkan ucapan Pak Hasan, "Ada pertanyaan sederhana yang mudah, dan meskipun saya memeriksanya sebanyak tiga atau empat kali, hasilnya akan sama saja."
"Mudah?" Pak Hasan mengangkat alisnya dengan heran. Kemudian dia mengulurkan tangan dan membenarkan posisi kacamatanya sembari berkata: "Seingatku, kalau tidak salah matematika adalah salah satu mata pelajaran yang tidak kau kuasai."
Ketika dia mengatakan ini, Pak Hasan juga mempertimbangkan pilihan kata dan kalimatnya dengan hati-hati. Dia tidak ragu untuk berkata pada Andre secara langsung bahwa matematika adalah pelajaran yang paling tidak dia kuasai.
"Ya, tapi akhir-akhir ini saya belajar dengan giat." Andre sudah tidak sabar untuk segera pergi, dan dia terlalu malas untuk berdebat dengan Pak Hasan, "Atau bagaimana kalau Anda mengeceknya secara langsung? Jika tidak ada masalah, aku akan pergi."
"..."
Pak Hasan menatap Andre selama beberapa saat dan tidak berkata apa-apa. Tapi pada akhirnya dia mengecek jawaban Andre dengan seksama.
Dan Pak Hasan benar-benar terkejut.
Dia tidak menyangka bahwa Andre mampu menjawab semua pertanyaan di tesnya dengan benar, dan tidak ada satupun yang salah.
"Ini ..." Pak Hasan memandang Andre dengan tidak percaya dan berkata, "Apakah kau benar-benar melakukannya sendiri? Kau tidak berbuat curang, kan?"
Andre hanya memutar matanya dan berkata dengan santai: "Tapi teman-teman saya belum menyelesaikannya, Pak. Bagaimana saya bisa menyalin jawaban mereka jika mereka belum menyelesaikannya?"