"Tidak, aku suka ...Terima kasih..." Nayla menundukkan kepalanya dan meremas permen lolipop di tangannya. dan berkata kepada Andre dengan sedikit ketakutan dalam suaranya.
"Oh, bagus kalau begitu. Tapi kenapa kamu tidak memakannya? Sini, biarkan aku mengupas bungkus permennya." Ketika Andre mendengar bahwa Nayla tidak membenci permen lolipop yang dia berikan padanya, dia menghela nafas dengan lega. Kemudian dia mengambil kembali permen lolipop tersebut dari tangan Nayla, mengupas bungkusnya, dan kemudian meletakkannya kembali ke tangan gadis kecil tersebut. Andre menatapnya dan berkata, "Cobalah, itu rasa favoritku, Coke."
"Baik..."
Nayla menjawab dengan pelan sambil memegang permen lolipop di tangannya. Sesaat kemudian dia menjilat permen tersebut dengan tidak sabar.
Manis sekali.
Itulah pikiran pertama yang muncul di benak Nayla saat mencicipi permen tersebut.
Seketika rasa manis cola yang khas memenuhi mulut Nayla. Bahkan untuk sesaat dia bisa merasa bahwa udara di ruangan itu dipenuhi dengan aroma manisnya cola.
"Oke, kemarilah!" Saat melihat sosok Nayla yang berdiri diam memakan permen lolipopnya dengan nikmat, Andre mengulurkan tangannya dan meraih tangan kecil Nayla. Kemudian dia menuntun Nayla dan berjalan menuju sofa.
Tangan Nayla terasa dingin, mungkin karena pengaruh hawa hujan dari luar. Saat Andre menggenggam tangannya, dia bisa merasakan perasaan dingin itu menyebar ke telapak tangannya dari ujung jari-jari kurus Nayla.
"Astaga, kenapa tanganmu dingin begini? Rasanya seperti menggenggam sebongkah es." Andre meremas tangan Nayla dengan erat dan menuntunnya untuk duduk di sofa.
Nayla mengedipkan matanya dan menatap Andre yang memegang tangannya.
Tangannya terasa hangat, lebih hangat daripada pemanas di dalam ruangan. Dan Nayla bisa merasakan telapak tangan Andre yang hanga menghilangkan rasa dingin dari tangannya sendiri.
Ini adalah kedua kalinya Nayla merasakan kehangatan dari orang lain.
Dia pertama kali merasakannya dari ibu Andre. Dan yang kedua kalinya adalah Andre sendiri.
"Aku ingin bertanya padamu ..." Setelah Andre menuntun Nayla untuk duduk di sofa, dia mencondongkan tubuhnya ke arah telinga Nayla dan bertanya dengan suara rendah, "Apa kau pernah bertemu dengan ayahmu?"
"Hah?" Nayla baru saja menunduk memikirkan sesuatu, tiba-tiba dia mendengar Andre bertanya pada dirinya sendiri, dan tanpa sadar mengangkat kepalanya untuk menatapnya.
Wajah Andre sangat dekat dengannya, begitu dekat sehingga Nayla hampir bisa merasakan napas Andre menyembur ke pipinya.
Mata Andre yang terlihat seperti obsidian menatap Nayla dengan tajam. Sosok Nayla yang mungil terpantul dalam pupil hitamnya, dan Nayla bahkan bisa melihat wajahnya yang agak pucat dengan jelas di pantulan mata Andre.
"Hei, aku sedang bertanya padamu. Kenapa kau tidak menjawabku?" Andre menatap Nayla yang masih terbengong di depannya. Di pipinya yang terlihat putih dan lembut, dua tanda merah bekas cubitan Andre masih belum menghilang. Saat melihat wajah Nayla yang tampak ketakutan, Andre tidak bisa menahan hasratnya untuk menggoda gadis kecil itu lebih jauh.
Sesaat kemudian Andre pun mengulurkan tangannya dan mencubit wajah Nayla sekali lagi.
Bagus.
Lembut dan terasa nyaman.
Bekas cubitan berwarna merahdi wajah Nayla sekarang terlihat lebih jelas.
"Tidak." Air mata Nayla kembali mengalir dari matanya saat dia merasakan cubitan Andre. Sambil tetap menikmati permen lolipop di mulutnya, Nayla berkata dengan suara samar ke arah Andre. "Aku belum pernah melihat ayahku."
"Kalau begitu di mana rumahmu? Bagaimana ibuku menemukanmu ? Apakah kamu benar-benar anak ibuku? Kau sama sekali tidak terlihat mirip denganku ..." Andre mengamati Nayla dari atas hingga bawah sambil menanyainya secara bertubi-tubi.
"Aku ... sebenarnya ..." Nayla membuka mulutnya dan ketika dia hendak mengatakan sesuatu, tiba-tiba pintu depan terbuka.
"Xiao Li, Ibu sudah kembali." Ibu Andre membuka pintu dan rambutnya terlihat sedikit basah karena terkena air hujan. Dia melangkah ke dalam rumah dengan cepat dan menggosok tangannya dengan keras untuk mengusir rasa dingin. Dia berkata dengan sedikit gemetaran, "Hujan di luar semakin keras, dan sayangnya toko pakaian anak-anak di dekat rumah kita tutup. Maaf, Nayla, tapi tampaknya hari ini kau terpaksa meminjam pakaian kakakmu."
"Meminjam pakaianku?!" Ketika Andre mendengar kata-kata ibunya, dia menjawab dengan kesal, "Tapi dia hanyalah seorang gadis kecil. DIa tidak akan cocok memakai pakaian laki-laki."
"Sudahlah. Tidak masalah kan jika dia meminjam pakaianmu hanya untuk malam ini saja?" Ibu Andre memelototinya dengan galak dan melanjutkan katakatanya, "Kasihanilah adikmu sedikit."
"Memangnya siapa yang ingin punya adik perempuan seperti dia...." Andre mengerutkan bibirnya ke arah ibunya dengan ekspresi tidak senang di wajahnya.
"Kalau kau tidak mau meminjamkan pakaianmu, lalu apa yang akan dia..." Ibu Andre berjalan ke arah sofa di ruang tamu sambil melihat Nayla yang sedang duduk di sofa.
Namun kata-katanya terputus saat dia melihat wajah Layla.
Dia tercengang saat menyadari bahwa ada dua bekas cubitan merah yang sangat jelas pada wajah Nayla yang putih dan lembut.
Matanya yang bulat dan jernih masih terlihat basah dengan bekas air mata yang mengalir di pipinya. Selain itu, wajahnya juga terlihat sedikit takut dan bingung.
Hati Ibu Andre mencelos, dan tiba-tiba dia berjalan mendekat ke arah Nayla dengan cepat. Kemudian dia berjongkok dan mengulurkan tangannya dan menyentuh bekas cubitan berwarna merah di wajah Nayla yang merah dengan lembut sebelum menoleh ke arah Andre. Dia menatap Andre dengan matanya yang indah dan bertanya dengan marah, "Apa yang terjadi!?"
"Apa ... apa yang terjadi?" Andre berdiri di samping Nayla sambil mengamati bekas cubitan merah di wajahnya dengan perasaan bersalah. Dia tergagap dan menjawab dengan suara rendah.
"Apa kau tidak mendengar pertanyaanku!?" Suara Ibu Andre meninggi dan dia berkata dengan keras pada Andre: "Ada yang terjadi dengan wajah Nayla!? Apa kau diam-diam menindas adikmu sendiri saat Ibu pergi keluar? Hah!?"
"Tidak, sama sekali tidak." Andre dengan cepat menggelengkan kepalanya dan menyangkal, "Sungguh, aku sama sekali tidak menindasnya. Bahkan, asal Ibu tahu saja, aku memberinya permen lolipop!"
Ibu Andre melihat ke arah yang ditunjuk oleh Andre. Benar saja, di mulut Nayla terlihat sebuah permen lolipop yang masih dia nikmati dengan asyik.
"Benarkah? Aku tidak menyangka bahwa kau sebaik itu." Ibu Andre menatapnya dengan ekspresi tidak percaya: "Jangan-jangan kau memberikan permen lolipop pada Nayla untuk menutup mulutnya agar dia tidak melaporkan perbuatanmu pada Ibu?"
"Yang benar saja...Apakah Ibu menganggapku sebagai orang yang akan melakukan hal seperti itu?" Andre mengerutkan alisnya dan menatap ibunya dengan sedikit tidak senang.
"Aku tiidak tahu." Ibu Andre balas menatapnya dengan datar. Lalu dia menoleh dan berkata dengan lembut pada Nayla, "Sayang, jangan takut. Beri tahu Ibu, apakah kakakmu berbuat nakal saat ibumu pergi tadi? Jika kakakmu memang menindasmu, tolong beritahu Ibu agar Ibu bisa memberinya pelajaran!"
Sambil menjilat permen lolipop di mulutnya, Nayla menatap Ibu Andre sambil mengedipkan matanya. Sesaat kemudian dia menggeleng dan menjawab dengan pelan: "Tidak, Ibu...Kakak tidak menggangguku sama sekali..."
"Benarkah?" Ibu Andre menatapnya dengan curiga, matanya dipenuhi dengan ekspresi tidak percaya.
"Sungguh." Nayla mengangguk dengan mantap.
"Lalu kenapa ada bekas merah di wajahmu?" Ibu Andre menyentuh bekas cubitan berwarna merah di pipi Nayla, dan bertanya dengan suara rendah: "Sakitkah?"