webnovel

Nyanyian di Malam Tahun Baru

BAB 11

Pemandangan yang sungguh indah di alam dewa yang hanya bisa menikmati hasil dari ciptaan-ciptaannya sendiri… Jadi, semua makhluk dan semua insan yang terlahir di alam dimensi yang satu ini akan memiliki kemampuan untuk menciptakan segala sesuatu hanya dari kekuatan pikiran mereka. Namun, tentu saja tingkat kekuatan itu berbeda-beda. Masing-masing dewa ataupun dewi memiliki tingkat kekuatan yang berbeda-beda, sesuai dengan jumlah pahala yang berhasil dikumpulkannya.

Di tengah-tengah lautan dan awan putih yang membentang sepanjang batas cakrawala, terdapatlah satu negeri di antara negeri-negeri yang memang sangat indah di alam dimensi yang satu ini – Negeri Perak namanya. Selain Negeri Perak, tentu saja masih ada yang namanya Negeri Emas, Negeri Permata, Negeri Berlian, dan Negeri Tembaga. Memang di antara kelima negeri yang ada, Negeri Tembagalah yang berada di urutan paling bawah. Makhluk-makhluk yang berasal dari Negeri Tembaga kerap kali akan diremehkan dan direndahkan karena dianggap memiliki jumlah karma baik yang paling sedikit. Sering kali dewa-dewi dari keempat negeri lainnya mempekerjakan dewa-dewi yang berasal dari Negeri Tembaga sebagai pembantu. Meski demikian, hukum dan peraturan perundang-undangan tetap berlaku di kelima negeri tersebut. Satu negeri dipimpin oleh seorang dewa distrik. Kelima dewa distrik yang ada akan diketuai lagi oleh seorang maha dewa.

Siang ini tampak Dewa Perak sedang bersantai di tempat tinggalnya. Tampak istana perak yang berdiri dengan megah di tengah-tengah taman istana yang indah nan elegan. Beberapa rusa tujuh warna sedang makan rumput di taman khayangan. Sungai dengan pantulan warna pelangi dari sinar mentari tampak mengalir dan membelah taman khayangan tersebut. Tampak sebuah jembatan perak yang melengkung di atas sungai. Tampak juga beragam pepohonan dan bebungaan dengan warna, corak, dan bentuk yang beragam pula. Sesekali akan terdengar kicauan burung-burung yang terbang melintas di taman istana perak ini. Kicauan burung-burung saling bertaut satu sama lain menghasilkan suatu melodi surgawi yang sungguh membuai pendengaran.

Tampak Dewa Perak dengan jubah kebesarannya yang berwarna perak pula, begitu kemilau di bawah sinar mentari. Dewa Perak menghidangkan jus buah persik untuk Dewi Ruby kesayangannya. Tampak pakaian Dewi Ruby yang berwarna merah muda terang, dan memantulkan semacam energi dan vitalitas di bawah sinar mentari. Dewi Ruby menyibakkan sebentar rambutnya yang panjang ke belakang sebelum ia mencicipi jus buah persik buatan dewa pangerannya.

"Kau baru saja balik dari negeri manusia? Aku sudah beberapa hari tidak ke negeri manusia. Bagaimana dengan keadaan di negeri manusia sekarang?" tanya Dewa Perak santai kepada putri pujaannya. Memang perbedaan waktu di negeri mereka dengan negeri manusia sangatlah jauh. Satu minggu di negeri mereka bisa menjadi 500 tahun di negeri manusia.

"Sudah tahun 2192 di negeri manusia," jawab Dewi Ruby dengan sejuta kegalauannya. "Mereka sudah masuk ke zaman yang benar-benar canggih. Komputer, internet, dan robot ada di mana-mana. Bahkan, untuk ke tempat yang terjauh sekalipun, mereka hanya membutuhkan waktu yang hanya beberapa menit. Hanya saja, mereka masih belum bisa menguasai ilmu teleportasi seperti kita."

Dewa Perak tampak tersenyum agak sinis, "Tentu saja, jika mereka bahkan sudah bisa menguasai ilmu teleportasi dan menciptakan segala sesuatu hanya dari pikiran, lantas apa bedanya mereka dengan kita para dewa?"

Dewi Ruby tersenyum kecut, "Iya sih… Dan sekarang di negeri manusia sedang dikembangkan secara besar-besaran teknologi mesin waktu untuk menembus dimensi ruang dan waktu."

"Apakah mereka berhasil?" kembali tampak senyuman santai dari Dewa Perak.

"Belum sih… Masih dalam tahap penelitian mereka kulihat…" kata Dewi Ruby sembari tersenyum kecut. "Tapi, di sisi lain, mereka sudah berhasil mengembangkan teknologi manusia cloning."

"Mereka suka sekali menggunakan istilah-istilah yang sulit dipahami. Cloning itu apa ya, Dewi Ruby?" tanya Dewa Perak sedikit terperengah.

"Seperti ilmu penggandaan kita loh… Contohnya, kau yang bisa menggandakan dirimu menjadi tiga dewa buah-buahan kan?" tukas Dewi Ruby sembari tersenyum kecut.

"Aku hanya iseng melakukan itu, Dewi Ruby," kata Dewa Perak kali ini dengan sinar matanya yang penuh dengan semangat dan antusiasme. "Karena kau tahu nggak? Tanpa kehadiranmu di sisiku, kadang aku merasa sangat kesepian. Terpaksa aku hanya bisa menggandakan diriku menjadi tiga dewa buah-buahan dan berbicara dengan diriku sendiri."

Dewa Perak mulai memeluk dewi pujaannya dari belakang. Dewi Ruby tersenyum cerah dan membenamkan dirinya ke dalam kehangatan pelukan itu.

"Kau kan memiliki banyak pembantu dan menteri di istana perakmu ini. Kau kan bisa mengajak mereka ngobrol-ngobrol ketika aku sedang bertugas."

"Mereka sudah punya tugas dan tanggung jawab masing-masing, Dewi Ruby. Aku tidak mau mengganggu mereka dengan menyuruh mereka menemaniku lagi. Karena tugas menemaniku itu aku anggap sudah menjadi tugasmu," bisik Dewa Perak dengan suaranya yang serak-serak basah nan penuh keromantisan.

Dewi Ruby memutar sedikit kepalanya ke belakang. Tangan kanan terangkat dan membelai wajah sang dewa pujaan yang teramat dikasihinya.

"Kau kan tahu, Dewa Perak. Maha Dewa menugaskanku untuk menjaga tiga bintang kemujuran yang bisa menjaga keamanan dan stabilitas Negeri Perak ini," kata Dewi Ruby dengan sebersit senyumannya yang penuh kelembutan.

"Ya, aku tahu… Maha Dewa memang sudah berpesan padaku untuk senantiasa menyiagakan semua prajurit tempur di Negeri Perak ini. Hanya sebagai ancang-ancang jika Siluman Batu Hitam kembali melancarkan pemberontakannya. Bagaimanapun juga, jangan sampai tiga bintang kemujuran jatuh ke tangan siluman itu. Jika itu sampai terjadi, habislah kelima negeri di alam ini. Semuanya ini akan dikuasai oleh Siluman Batu Hitam itu!" kata Dewa Perak dengan sepasang matanya yang mendelik tajam penuh kemarahan.

"Jika saja ia sedikit bersabar, hari ini mungkin ia sudah diangkat oleh Dewa Tembaga sebagai jenderal keamanan di Negeri Tembaga, dan setelah kehidupan ini mungkin ia akan terlahir di empat negeri lainnya yang lebih tinggi. Hanya saja ia terlalu serakah… Apakah… Apakah keserakahannya itu yang menurunkan statusnya dari dewa menjadi seekor siluman, Dewa Perak?" tanya Dewi Ruby agak lirih.

"Semuanya ini adalah akibat keserakahannya sendiri, Dewi Ruby. Dia tidak perlu dikasihani. Dia tahu jelas konsekuensi dari sikapnya yang terlalu serakah dan ambisius. Dengan adanya keserakahan dalam dirinya, dia melancarkan pemberontakan yang waktu lalu. Itu secara otomatis sudah membuang banyak pahala dan karma baiknya. Dengan tidak adanya karma baik, siapa pun takkan bisa terus menjadi dewa di alam dewa mana pun, Dewi Ruby," kata Dewa Perak masih dengan sorot matanya yang tajam penuh kemarahan.

"Tapi, di antara ketiga bintang kemujuran, ada satu bintang warna hijau yang bisa menetralisir segala energi keserakahan di alam semesta ini, Dewa Perak. Pernahkah kau mencobanya pada Siluman Batu Hitam ini?" tanya Dewi Ruby lagi.

Kali ini tampak Dewa Perak menggeleng santai, "Bintang hijau itu hanya bisa menetralisir – alias melemahkan dan menenangkan saja, tapi tidak bisa melenyapkan, Dewi Ruby. Aku sudah pernah mencobanya. Dia lemah di bawah kekuatan dari tiga bintang kemujuran itu, namun detik-detik berikutnya ketika pengaruhnya sudah hilang, kembali dia menjadi serakah dan ambisius seperti sedia kala."

"Jadi, kalau memang tiga bintang kemujuran itu hanya bisa melemahkan dan menenangkannya untuk beberapa saat, kenapa dia begitu takut dengan ketiga bintang kemujuran itu ya?" tanya Dewi Ruby masih mengerutkan dahinya.

"Maha Dewa pernah bilang padaku, Dewi Ruby… Tiga bintang kemujuran, bagi Siluman Batu Hitam, dan bagi kita, seperti dua mata pisau. Jika kekuatan tiga bintang kemujuran digabungkan dengan sebentuk kekuatan cinta dan semangat, ia bisa mengalahkan dan melenyapkan Siluman Batu Hitam dan segala energi negatifnya. Jika tiga bintang kemujuran ini digabungkan dengan semacam energi hitam yang jahat, maka bisa digunakan untuk menaklukkan seluruh alam dewa ini. Mendengar cerita Maha Dewa ini, aku sedikit banyak mengerti kenapa Siluman Batu Hitam begitu menginginkan tiga bintang kemujuran ini," kata Dewa Perak kali ini kembali dengan sepasang matanya yang terbakar amarah.

Dewi Ruby menghela napas panjang. Dewa Perak bisa melihat segudang ketakutan dan kekhawatiran di matanya.

"Aku jadi khawatir… Tidak bisa menunaikan tugas yang diberikan kepadaku ini, Dewa Perak…" kata Dewi Ruby lirih.

"Tidak usah khawatir. Ada aku di belakangmu. Aku akan bersama-sama denganmu menjaga keamanan dan stabilitas negeri ini… Sungguh merupakan suatu kehormatan Maha Dewa menitipkan tiga bintang kemujuran yang teramat penting itu di Negeri Perak ini. Oleh sebab itu, kita akan menjaganya dengan sebaik-baiknya," kata Dewa Perak santai penuh dengan keyakinan dalam rangkup batinnya.

Dewi Ruby kembali mengangguk perlahan. Namun, jelas tampak kekhawatiran dan kecemasan masih menggeligit di padang sanubari hati. Kembali Dewa Perak merengkuh sang dewi pujaan ke dalam pelukannya.

Dewi Ruby berpaling sedikit ke belakang, "Dewa Perak… Terkadang aku berpikir… Terkadang aku berpikir… pantaskah aku menerima cintamu ini? Ada begitu banyak dewi lainnya di negeri ini yang patah hati begitu kau menjatuhkan pilihanmu padaku. Sebenarnya, pantaskah aku menerima cintamu ini…?"

Dewa Perak mendesis sesaat dan meletakkan jari telunjuknya pada bibir sang dewi pujaannya. Dia mendaratkan satu ciuman mesra di kening sang dewi pujaan.

"Dalam cinta, kita tidak membutuhkan alasan. Asalkan kau sendiri yakin dengan perasaanmu padaku, aku takkan menyerah dan aku takkan mundur," kata Dewa Perak dengan senyuman santainya.

"Iya… Aku yakin, Dewa Perak…" kata Dewi Ruby setelah ia menekur beberapa saat.

Dewa Perak mendaratkan satu ciuman mesra ke bibir sang dewi pujaan kali ini. Dewi Ruby mempererat pelukannya. Bibir keduanya saling bertaut dalam suatu kemesraan yang dalam nan tak berujung.

***

Singapura, 31 Desember 2018

Malam tahun baru pun datang… Acara menyambut tahun baru pun dilakukan di berbagai sudut kota Singapura. Kebetulan malam ini Erdie Vio kebagian jatah mengisi malam tahun baru yang diadakan di Orchard Road. Sabrina Marcelina menemaninya malam itu. Kadang mereka tampil duet membawakan beberapa lagu cinta, lagu semangat anak muda, dan lagu-lagu yang bertemakan kehidupan sosial. Kadang ketika Erdie Vio tampil solo, dia menunggu di samping panggung sembari bercakap-cakap dengan panitia pihak penyelenggara acara tersebut. Ketika Erdie Vio break, Sabrina Marcelina akan bantu mengambilkan botol minum dan perlengkapan lainnya yang ia butuhkan.

Tampak lima belas menit lagi akan memasuki tahun 2019. Pesta kembang api mulai bertebaran di mana-mana.

Sabrina Marcelina melirik ke jam tangannya sebentar. Dia sudah tahu rencana Erdie Vio di malam tahun baru ini akan membawakan dua buah lagu – lagu yang dikarangnya dengan kedua saudaranya ketika mereka masih SMA dulu.

Erdie Vio juga melirik ke arah putri pujaannya. Dia menganggukkan kepalanya sebentar petanda dia akan menyanyikannya sebentar lagi. Sabrina Marcelina hanya membalas anggukan kepala itu dengan sebersit senyuman santai.

Los Angeles, 31 Desember 2018

Malam tahun baru pun datang. Dari atas hotel tempat ia bekerja, Erwie Vincent bisa melihat pesta kembang api yang sudah mulai ramai di seantero kota. Meski salju turun sedikit malam ini, udara dingin tetap menusuk dan mengeriap di mana-mana.

Julia Dewi membawakan Erwie Vincent segelas champagne. Malam ini memang mereka sudah bersepakat akan melewatkan tahun baru dengan champagne, menyambut masa depan yang lebih cemerlang.

Erwie Vincent bersulang dengan sang kekasih pujaan hati. Gelas diletakkan di atas meja dan kaki mulai melangkah ke depan panggung di mana beberapa pemain musik sedang memainkan musik mereka untuk menyambut tahun baru.

Julia Dewi tersenyum santai. Ia tahu Erwie Vincent akan menyumbangkan lagu di malam tahun baru yang penuh kenangan ini.

Sydney, 31 Desember 2018

Malam tahun baru sudah datang… Kebetulan Erick Vildy dan Melisa Rayadi jalan-jalan di luar dan mengikuti acara penyambutan tahun baru di pusat kota. Pesta kembang api juga mulai tampak di mana-mana. Meski turun salju yang agak banyak, tampak para penduduk kota yang tetap bersemangat menyambut datangnya tahun baru.

Melisa Rayadi membeli dua tusuk ayam panggang. Satu tusuk diberikannya kepada sang pangeran pujaan. Sambil makan ayam panggang, mereka terus bergandengan tangan menyusuri jalan-jalan setapak di Sydney yang ramai dan bersalju.

Tampak sebuah panggung besar di depan mereka. Para pemain musik sedang memainkan musik tahun baru untuk para pengunjung yang berdatangan. Erick Vildy melepaskan gandengan tangannya. Ia langsung berjalan lurus ke arah panggung.

Melisa Rayadi tersenyum cerah. Ia tahu Erick Vildy akan menyanyikan lagu di malam tahun baru yang akan menjadi kenangan tidak tergantikan.

Singapura, 31 Desember 2018

Musik mulai mengalun dan Erdie Vio mulai melantunkan:

Beside my pillow, there are a sea of stars...

Turning your body away, there are a lot possibilities in the dream.

Person who's on an island, in the middle of the ocean.

The city hidden in the middle of the clouds…

Not hearing, not smelling something with no sound…

No snowy trail in my heart…

Sincerely, lower down the body temperature and turning off the light…

Roaming in the night…

Sinking and drowning in the morning…

Flying towards the rising door…

With whom can I find the same understanding?

Can't read, can't understand my eyesight…

Who's asking? Who's waiting?

There's no more living together…

Happiness without a sound…

Being lonely without admission…

The unnecessary depression…

The mind-battle inside myself…

The truth which looks too real, to be reckoned as an illusion…

The thought popping out, is too swift and boiling…

The sky is dawn already, and I'm still awake…

Los Angeles, 31 Desember 2018

Tampak Erwie Vincent mengeluarkan telepon genggamnya. Setelah minta izin dengan pemain-pemain musik yang ada di atas panggung, telepon genggam mulai dihubungkan ke sound system. Sejurus kemudian, musik mulai mengalun dan Erwie Vincent mulai melantunkan:

I'm afraid of turning away,

Behind me, left a row of mountains and ocean…

The light from the lamp post in the dusk…

Shining upon my back, adding my desolation.

Alone in the pathway…

Slinging my luggage and walking forward…

The past which has been forgotten…

Forgotten, and just let it be forgotten…

The butterflies are flying to the cliff…

Searching for the delicate light of hope…

The story can't stop until this chapter seven…

Keep on writing and you can know your dreams are very long…

I'm afraid of being hurt…

For sometimes the unsearchable directions…

Life which is long, slow, but hasty…

Searching for a destination which doesn't exist…

I'm afraid of the world's madness.

Full of hindrances and obstacles…

The time was flowing turbulently…

Destroying my edge…

I really don't want to be like this…

Sydney, 31 Desember 2018

Erick Vildy tampak berbicara dengan beberapa pemain musik yang ada di atas panggung. Tampak pemain-pemain musik tersebut menganggukkan kepala mereka. Erick Vildy mengeluarkan telepon genggamnya. Telepon genggam dihubungkan ke sound system. Sesaat kemudian musik mulai mengalun dan Erick Vildy mulai melantunkan:

Little bones, little colored stones…

Try to keep, try to keep you warm…

If you wanna know, wanna know your mind…

Leave it all, leave it all behind…

There are things that are better left alone…

So many questions out of your control…

I don't wanna know how this is gonna end…

Coz it won't stop the rain from coming down again…

And I don't need that superstition, fortune telling, future magic…

I live a life unpredictable…

I live a life unpredictable…

Lagu pertama sudah selesai. Mendadak memori kesadaran terbagi menjadi tiga. Meski 3E berada di tempat-tempat yang berlainan, seolah-olah mereka bisa merasakan bahwasanya mereka sedang bersama-sama di atas satu panggung dan menyanyikan satu lagu yang sama.

"Tahun baru sudah tiba. Tahun baru kita anggap sebagai masa muda… Di masa muda, kita seperti di musim semi, menunggu datangnya bebungaan yang bermekaran dan burung-burung yang berkicauan di mana-mana. Di malam tahun baru ini, aku akan membawakan satu lagu tentang masa muda, semangat dan impian di musim semi…" terdengar suara 3E yang serempak dan berbarengan.

Musik semangat mulai mengalun dan menghentak-hentak. Tiga E mulai melantunkan:

Please follow the slow movements of my right and left hands.

Once again the slow movements of the right and left hands…

This song gives you happiness.

Will you love me or not?

Please follow the movements of my nose, eyes, and ears.

Being obedient, being cute and good-looking, keep changing the styles…

Youth is full of unknown guesses…

Little problems which appear, don't really matter…

Clean the shoes, change into your coat…

Wearing one carat of dreams…

My courage is full of encouragement…

Arriving anywhere…

The sunlight, can shine upon me, due to my confidence…

The center of the stage, can glow and sparkle, because of me…

Musik berhenti. Lagu selesai. Para penonton dan hadirin yang menyaksikan mereka di tiga tempat yang berlainan bertepuk tangan dan memberikan sambutan yang luar biasa.

Tahun baru datang. Jam sudah menunjukkan pukul 12 tengah malam di tiga tempat yang berbeda. Pesta kembang api mulai membahana menghiasi langit malam. Tampak warna pelangi menggeliat hidup di angkasa, dengan langit hitam yang menjadi latar belakangnya.

Kembali memori kesadaran terbagi menjadi tiga. Masing-masing menghampiri pasangan masing-masing setelah pesta kembang api menyambut tahun baru selesai.

"Aku rasa apa yang kaunyanyikan di lagu pertama tadi itu… itu…" tampak Melisa Rayadi kehabisan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya.

"Apa memangnya?" Erick Vildy tampak sedikit mencibir.

"Aku kurang yakin kehidupan itu tidak terprediksi seperti yang kaunyanyikan tadi. Karena aku yakin apa yang akan terjadi di masa depan nanti semuanya tergantung pada pilihan dan usaha kita di masa sekarang," celetuk Melisa Rayadi.

"Di lagu pertama tadi, aku rasa… rasa…" kata Julia Dewi tampak sedikit ragu dan bimbang.

"Rasa apa?" tanya Erwie Vincent dengan sebersit senyuman santainya.

"Aku rasa… tempat tujuanmu yang sebenarnya itu adalah di… di…"

"Apakah di Los Angeles sini? Sejak kecil aku memang bercita-cita tinggal di Amerika, Jul… Hanya saja, sekarang setelah lima tahun aku di sini, aku jadi ragu apakah itu memang cita-citaku atau hanya keinginan sesaatku," kata Erwie Vincent masih dengan senyuman santainya.

"Sederhana saja, Wie…" tukas Julia Dewi. "Dari mana kau datang, kembalilah ke sana. Itulah tempat tujuanmu yang sesungguhnya. Iya nggak?"

"Dari lagu pertamamu itu, aku merasa kau begitu kesepian, Die," kata Sabrina Marcelina menggandeng tangan sang pangeran pujaan dalam perjalanan mereka balik ke apartemen.

"Tentu saja kesepian… Di saat fajar, kadang masih tidak bisa tidur. Dulu kamar tidurku selalu ada tiga orang, sekarang tinggal aku seorang. Menurutmu, apakah aku bisa tidak kesepian?" kata Erdie Vio dengan senyuman simpulnya.

"Jadi, keputusan kita untuk balik ke Medan dua minggu lagi bukan keputusan yang salah. Iya kan?" tanya Sabrina Marcelina dengan kerlingan matanya yang penuh arti.

Tiga E terdiam di tempat masing-masing. Berbagai tanda tanya menggelimuni rangkup batin masing-masing.

***

Pagi kembali menyapa seantero Negeri Perak. Dewi Ruby terbangun di tempat tinggalnya. Karena dia hanyalah seorang dewi biasa, tentu saja tempat tinggalnya tidak semegah dan seelegan istana perak tempat tinggal Dewa Perak. Dewa Perak tentu saja sudah ingin membopongnya ke istana perak. Namun, karena pernikahan mereka baru akan dilangsungkan minggu depan, selama seminggu ini dia tetap tinggal di tempatnya yang biasa.

Dewi Ruby membuka jendelanya. Tampak di luar, Negeri Perak sudah ramai oleh sejumlah dewa-dewi yang menjalani aktivitas kesenangan masing-masing. Pagi itu, Dewi Ruby memutuskan untuk jalan-jalan di luar.

Mulai terdengar gosip-gosip yang mengalir di seantero Negeri Perak.

"Lihat tuh Dewi Ruby… Kalau tidak salah, minggu depan dia sudah akan menikah dengan Dewa Perak, dewa distrik pemimpin negeri kita ini," terdengar salah satu gosip yang seperti ini.

"Wah…! Dewa Perak yang ganteng dan gagah itu, yang telah berhasil mengalahkan 1000 pesaing lainnya, dan akhirnya diangkat menjadi dewa distrik pemimpin negeri kita ini oleh Maha Dewa itu…? Dewa Perak yang itu sungguh memikat dan ketampanannya itu sungguh luar biasa loh…!"

"Tapi, Dewi Ruby ini cantik juga sih… Begitu agung, dan memikat, dan begitu lemah lembut… Memang mereka berdua itu cocok dan serasi sih kalau menurutku…" terdengar lagi gosip-gosip yang lain.

Dewi Ruby hanya diam-diam saja dan sama sekali tidak menghiraukan gosip-gosip tersebut.

"Aduh! Kau ini bagaimana sih! Kudengar nih ya… Dia bisa cantik karena pengaruh tiga bintang kemujuran yang dititipkan oleh Maha Dewa itu loh! Tanpa tiga bintang kemujuran itu, tentu saja dia tidak secantik sekarang. Percaya deh…!"

Dewi Ruby menghentikan langkah-langkahnya sejenak. Dia berbalik arah dan cepat-cepat kembali ke tempat tinggalnya. Rencananya mau jalan-jalan dan kemudian mengunjungi Dewa Perak di istananya langsung buyar seketika. Dia langsung masuk kembali ke tempat tinggalnya, menutup pintunya keras-keras dan hanya bisa bersandar di pintu setelah itu.

Ya… Ya… Aku bisa secantik sekarang karena aku dititipkan tiga bintang kemujuran oleh Maha Dewa. Ya… Ya… Bilang saja sesuka kalian… Kalian sama sekali tidak tahu tiga bintang kemujuran hanya mau bersama-sama dengan dewa ataupun dewi yang mereka pilih. Tidak sembarang dewa ataupun dewi yang bisa menyimpan mereka. Kalian tahunya hanya bergosip saja…!

Dewi Ruby membuka telapak tangannya. Sinar merah, kuning, dan hijau mulai berpendar keluar dari kedua telapak tangannya. Lama-kelamaan ketiga sinar mulai mengkristal dan membentuk tiga bintang. Tampak tiga bintang dengan sinar merah, kuning, dan hijau yang kerlap-kerlip dan melayang-layang di udara.

"Hai, Tiga Bintang Kemujuran…" kata Dewi Ruby memberi salam. "Bisakah kalian menunjukkan kepadaku siapakah aku sebenarnya?"

Mulai tampak bayangan masa lalu Dewi Ruby. Satu demi satu mimpi buruk mulai menghampiri. Dewi Ruby pecah dalam tangisannya yang berderai. Segenap perasaan bersalah mulai menggeligit pesisir pikirannya. Sudah berkali-kali dia menanyakan pertanyaan yang sama, dan masih juga tiga bintang kemujuran memunculkan jawaban yang sama. Bukan hanya manusia, ternyata dewi sepertinya juga tidak berdaya, tidak kuasa melawan kenyataan masa lalu.

Maafkan aku, Dewa Perak… Tidak seharusnya aku menerima cintamu, Dewa Perak… Aku merasa bersalah padamu. Tapi, aku sendiri tidak bisa mengingkari perasaan cinta ini. Aku… Aku… Aku tidak bisa menyangkal bahwa aku tidak mencintaimu. Aku… Aku harus bagaimana? Katakan padaku aku harus bagaimana, Tiga Bintang Kemujuran?

Kembali tiga bintang kemujuran menampilkan satu penampakan di hadapan Dewi Ruby. Serta-merta mata Dewi Ruby membelalak lebar menyaksikan penampakan di hadapannya. Namun, detik berikutnya ia sudah menganggukkan kepalanya dengan mantap.

Ya… Aku tidak punya pilihan lain… Aku harus melakukan hal itu. Aku harus melakukannya, guna menebus semua kesalahanku pada Dewa Perak di masa lalu. Terima kasih, Tiga Bintang Kemujuran…

Dengan sekali sapuan tangan, tiga sinar bintang meredup dan lenyap kembali ke dalam genggaman tangan Dewi Ruby.

Terdengar ketukan di pintu tempat tinggal Dewi Ruby. Dewi Ruby memalingkan kepalanya sejenak. Dalam hati, sedikit banyak dia tahu siapa yang bertandang ke tempatnya pagi-pagi begini.

Próximo capítulo