webnovel

Kencan

"Timezone yok!" ajakku dengan semangat membara.

"Timezone?" Bimo mengernyitkan alis.

"Iya, abis itu nonton," timpalku kemudian. Dia tersenyum canggung seakan malas pergi, tapi tak tega menolak aku yang berbinar mengajaknya pergi main.

Berangkatlah kami menuju mall, hari ini karena bagi rapor dan tidak ada ekskul yang berjalan, jadi kami diwajibkan memakai seragam batik khas sekolah.

Tentu saja, kami kini sudah memakai luaran untuk menutupi seragam. Aku, pakai jaket jins rebel dengan aksen bendera inggris berukuran kecil dibordir di bagian lengan, sedangkan Bimo sudah melepas kemeja seragamnya, lalu pakai jumper hitam spiderbiltz di luar kaos putih polosnya.

Bisa dibilang ini adalah pengalaman pertama kami 'nge-date' ala pasangan normal biasanya. Kalau diingat-ingat lagi, kami memang jarang pergi nonton, atau sekedar jalan berdua saja di pusat kota atau pusat keramaian.

Aku menarik tangan Bimo kesana-kemari di dalam mall seperti anak kecil. Dia menurut saja sambil rela ku seret sebab langkahnya yang malas, mengikuti kemana aku mampir. Hanya mampir, karena aku memang kurang suka belanja. Hehe

"Katanya mau main Timezone Raaaay ...," protesnya dengan wajah lelah.

"Oiya! Ayook!" segera aku lari dengan menggandeng lengannya menaiki eskalator menuju lantai 3.

Tampak tempat berbagai macam permainan itu lumayan ramai karena ini weekend, sedikit kecewa sebenarnya, pasti nanti harus mengantri untuk bisa main. Tapi tak apalah, jarang-jarang Bimo mau diajak main kesini.

Bergegas ku seret Bimo menuju meja kasir untuk membeli koin, ku edarkan pandangan menyapu seluruh sudut tempat ini, memcari permainan mana yang terlihat seru dimainkan bersama Bimo, Oh! itu dia! Kembali ku tarik lengan Bimo menuju kesana.

"Kita main ini dulu Bim!" kataku girang.

"Oke nyonyaa ...." ia memasukkan beberapa koin ke dalam lubang khusus di bagian bawah mesin permainan.

Kami main arcade basket, melempar bola basket ke dalam ringnya. Saat ini, aku yang lebih dulu mulai melempar bola-bola ke arah ring dengan gaya sok seperti pemain basket profesional tapi seringkali meleset. Bimo terkekeh melihat aksiku.

"Bukan gitu caranya Rayaaa, hahahha." ia masukkan lagi koin dan mulai memberi demo bagaimana cara melempar bola yang baik dan benar.

1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Bimo berhasil melakukannya dengan skor hampir sempurna karena 1 bola meleset. Aku merasa tak terima.

"Ayok tanding! siapa paling banyak masukin bola!" tantangku.

"Hahahah, oke! timpalnya serius.

Kami memulai lagi permainan, serius untuk memasukkan bola-bola itu ke dalam ring, Bimo nampak santai tapi aku mulai kewalahan saat ringnya bergerak ke kanan-kiri. Beberapa kali kami ulang permainan. Alhasil, aku kalah telak! Bimo berhasil perfect score.

"Wkwkwkwkwk kalah ya, mbak nyaa? Hahahah" ledeknya padaku, bibirku sudah maju 5 cm. Menyebalkan, padahal tadi seperti tak minat main. Huh!

"Bodo ah!" rajukku. Bimo makin ngakak. Sompret!

Tapi rajukan ku tak bertahan lama, karena mataku langsung berbinar kala tiket hadiah keluar dengan deras di mesin arcade tempat Bimo main. Tak percuma aku kalah tadi, segera aku kumpulkan semuanya, Bimo geleng-geleng kepala dan terus saja tertawa melihatku. Banyak orang berkerumun di belakang kami dengan mata takjub dan iri melihat tiket yang kupegang.

"Udah? Mau main apa lagi?" tawar Bimo. Kembali ku sapukan pandanganku.

"Itu!" setengah berlari aku menuju kesana dengan tangan penuh tiket yang ku genggam.

"Jangan lari Raay, ntar nabrak, lagi rame ini!" Bimo menegurku. Aku hanya nyengir.

Kami main Shooting Arcade, permainan menembak musuh dengan pistol yang terhubung ke mesin, Aku optimis akan menang kali ini, karena aku paling jago untuk urusan game tembak-menembak. Tiket tadi ku masukkan ke dalam tas agar tak mengganggu.

"Tau cara mainnya gak?" tanyaku, Bimo menggeleng.

"Gak tau, gimana caranya?"

Ku jelaskan dengan singkat cara memainkannya, Bimo cepat paham dan kami mulai permainan. Aku sangat serius memperhatikan musuh di layar, bahkan yang sedang sembunyi, beberapa kali main ini dengan Irin, aku sudah tau celah agar menang.

Bimo, yang katanya baru pertama kali main, tampak dengan cepat menyesuaikan diri, dia pandai menembak dengan jitu, juga wajah seriusnya saat main membuat aku terkikik. Tapi karena sibuk memperhatikannya, aku jadi kalah dan mati tertembak.

Lagi-lagi Bimo menertawai aku. Sekali lagi kami ulang game nya, tak peduli meskipun ada beberapa anak sedang mengantri dengan wajah sebal di belakang kami. Bimo tampak sudah lebih menikmati kegiatan kami sekarang ini, yah meskipun awal nya sok malas.

"Yess!!" pekikku sambil mengangkat kedua tangan, lalu mengarahkannya pada Bimo untuk tos. Dia menyambut tanganku lalu tertawa geli.

"Udah kan mbak? kami mau main juga!" protes seorang bocah di belakang kami yang sudah mengantri dari tadi. Dia menatap kesal pada kami.

"Iyaaa, udah," jawabku malas.

Kuseret Bimo ke arah race arcade, kami main itu hingga puas, tapi tetap saja aku kalah.

"Bim, capit boneka!" kuseret lagi Bimo kesana.

"Emang beneran bisa ini?" tanya Bimo, yah aku maklum jika dia tanya begitu karena memang jarang sekali orang berhasil mendapat boneka dari dalam sana.

"Ih coba aja duluu!" kataku memaksa.

"Iyaaa sayaaang ...." sungutnya.

"Hehe, ambil boneka shark yang itu ya." pintaku, makin masamlah wajahnya, Hahaha.

Bimo memasukkan beberapa koin, dan mulai mencoba mengarahkan capitnya ke tempat yang dirasa pas untuk si capit bisa meraih bonekanya. Percobaan pertama, sudah pasti gagal, ia masuklan koin lagi, dan mulai menggerakkan capit itu, tapi sama seperti tadi, gagal. Hingga 4 kali mencoba selalu gagal, Bimo menyerah.

"Tauk ah! Males aku nyoba lagi, ku tonjok nanti ini mesin!" kesalnya.

"Heh! Sembarangan! Sini aku coba."

Ku gerakkan capit dengan hati-hati, mengincar boneka yang aku mau, dan 'brak' ku tekan kuat --lebih seperti menggebrak-- tombol merah besar di tengah mesin.

"Uwaaaah!!" aku menatap tak percaya, bonekanya berhasil di raih oleh sang capit. Kami saling pandang dengan ekspresi wajah sama, Heran.

Aku berjingkrak senang setelah mengambil boneka shark hitam dari dalam kolong mesinnya, akhirnya aku mengalahkan Bimo! Hahah.

Bimo tertawa geli melihat aku yang sangat senang hanya karena dapat boneka kecil seperti itu.

Kini, kami menuju punch arcade, game meninju samsak yang nanti akan muncul poin kekuatan si peninju. Tentu saja hanya Bimo yang main, aku hanya menonton kali ini.

BRUAK

Aku sedikit meringis saat mendengar bunyinya, keras sekali. muncul skor 2800 di layarnya, dan itu termasuk skor yang tinggi, beberapa kali Bimo meninju samsak permainan itu hingga ia tampak puas dengan skor 3500 di sana. Wah, aku geleng-geleng kepala, pun dengan orang-orang dibelakang kami yang ternyata memperhatikan, wajah mereka ... emm ... sulit diartikan.

Aku melangkah menuju photobox di sudut tempat itu, karena sepertinya kami belum pernah foto bersama. Bimo sedikit protes, tapi berhasil ku bujuk hingga ia bersedia masuk.

Berdirilah kami diruangan sempit itu, dengan tertutup tirai dati atas kepala hingga sebatas lutut. Bimo tampak tak nyaman, tapi tetap menurutiku, hihi.

Ku otak-atik dulu layar disitu agar sesuai dengan keinginanku, barulah aku mulai berpose.

"Bim, jangan datar gitu dong mukanyaaaa ...," rengekku.

Dia memutar bola matanya malas, "Iyaaa ... sayaaang," ucapnya sambil senyum terpaksa.

"Ikutin pose aku ya," titahku, dia mengangguk saja.

Lalu aku mulai berpose macam-macam, dari senyum cantik, muka bebek dengan bibir manyun, tertawa karena melihat Bimo mendekatkan kepalanya padaku dan mengikuti semua poseku termasuk muka bebek tadi, lalu mengeluarkan lidah menghadap pada Bimo, dia pun ikut melakukannya, menatapku sambil menjulurkan lidah. Memang tidak kreatif anak satu ini.

Terakhir, kami tertawa setelah pose julur lidah itu, hingga tiba-tiba ia mengecup singkat bibirku, karena ruangannya sangat sempit, membuat kami berdiri sangat dekat dan sudah pasti Bimo bisa dengan mudah menciumku, aku sedikit kaget, lalu memukul lengannya malu. Dia hanya tersenyum, sementara jantungku sudah balapan. Bagaimana tidak? ini tempat umum dan sangat ramai, gimana kalau ada yang memergoki!

Sialnya lagi, adegan cium bibir itu sukses terpotret di frame paling akhir, aku tahu saat fotonya sudah tercetak keluar. Jelas saja aku panik.

"Yaah ... ke poto, gimana doong?"

"Gimana apanya?" tanyanya datar.

"Ish, kok gimana apanya, kalo diliat Irin, apalagi ayah sama mamah bisa mati aku!"

"Yaudah sini aku yang simpen, kamu simpen foto yang lain, yang 2 ini buat aku."

"K-kalo nanti mama kamu liat gimana? Kan maluu."

"Gak bakal, mama paling males kepo sama barangku," katanya sambil merain 2 foto terakhir kami, lalu ia masukkan ke dalam dompet miliknya beserta 1 buah koin yang tersisa.

"Koinnya buat apa disimpen?" tabyaku heran.

"Buat kenang-kenangan," ucapnya dengan senyum hangat favoritku.

"Hahahah ada-ada aja," balasku.

"Hehe, jadi nonton gak? Udah jam segini." Bimo bicara sambil menilik jam di pergelangan tangan kirinya.

"Astaga! Aku lupa mau nonton. Ayok cepet Bim!" kutarik Bimo keluar dari kotak itu, lalu berjalan keluar menuju bioskop. Tak lupa, kutukar dulu tiket hadiah tadi ke meja kasir, dan mendapat sebuah jepit rambut cantik sebagai gantinya. Yah, lumayanlah.

"Bimoooo ... kenapa film nya begini semua hari ini?"

Kami sudah di bioskop dan sedang menatap jadwal film yang diputar hari ini, di jam ini.

"Mana aku tau, tanya mbaknya sana."

"Emang bisa, dia ganti filmnya jadi yang aku mau?"

"Enggaklah, pinter!"

"Terus kenapa kamu suruh aku nanya, pinter!"

"Hahahah ... udah nonton yang itu ajalah." Bimo menunjuk poster film action luar negeri.

"Gak mau! gak suka action," tolakku.

"Teruuus?? Cepetan atuh Ray."

"Yang itu aja ya?" ku tunjuk poster film romace-komedi luar negeri.

"Gak mau! gak suka romance," tolaknya.

"Ck! terus yang mana doong?"

"Ya udah ini aja, tinggal ini film yang diputer bentar lagi,"

Sebuah poster film horror di tunjuk oleh Bimo, bisa gila aku nonton ini.

"Takuut aah ...."

"Ya udah gak usah nonton," katanya lalu hendak melengos keluar bioskop.

"Eh ... eh ... i-iya deh, nonton ini aja." kuraih lengan Bimo agar tak jadi beranjak.

"Oke, aku beli tiket dulu."

Bimo pergi membeli 2 tiket untuk kami, tak lupa pop corn karamel dan cola sebagai teman nonton di dalam bioskop. Teater kami telah dibuka, kami segera masuk dan duduk di barisan belakang atas, kursi penonton penuh hari ini. Yah, mungkin memang ini film yang bagus, pikirku.

Tapi sepertinya, aku berubah pikiran bahwa ini film yang bagus, baru setengah film saja aku sudah tak bisa melek, takut setengah mati. Ku dengar Bimo terkikik melihatku nonton.

Berbanding terbalik denganku yang sangat takut nonton horror, Bimo justru tak bereaksi saat jumpscare filmnya mengejutkan seisi bioskop. Dia masih tampak tenang menyeruput cola miliknya dengan mata menatap pada layar.

Beberapa kali ia letakkan telapak tangannya menutupi mataku saat ada tanda-tanda hantu yang muncul di layar hingga adegan hantunya selesai. Menggenggam tanganku sepanjang film diputar agar aku tak begitu takut. yah, meskipun dia masih menertawakan aku saat air mataku sudah akan keluar kala hantunya mendadak muncul tanpa di duga, aku refleks menenggelamkan wajahku pada bahu Bimo.

Akhirnya film usai juga, aku keluar dengan kaki gemetar. Bimo masih saja tak henti tertawa sambil menggenggam tanganku yang dingin.

"Udah dibilangin takuut ... huwaa ..." pecah juga tangisku. sial, ini memalukan. Tapi mau bagaimana, memang aku takut.

Bimo meraih kepalaku ke dalam rangkulannya, lalu tersenyum canggung pada pengunjung bioskop yang menoleh pada kami karena aku tiba-tiba menangis. Dibimbingnya aku keluar bioskop menuju sebuah cafe. Mungkin dia juga malu karena kelakuanku.

Haduh Raya, bikin malu -___-'

komen dibawah ❤❤

MORAN94creators' thoughts
Próximo capítulo