Sebuah permen white rabbit perlahan-lahan meleleh di dalam mulut Sandra. Rasa yang begitu manis membanjiri lidahnya, kemudian membawa ingatan masa kecil masuk ke dalam pikirannya. Ketika berusia lima tahun, Sandra selalu diintimidasi oleh kakak tirinya, Diana, dan berlari keluar rumah untuk menangis dalam waktu yang lama.
Tentu saja teman masa kecilnya, Leo, selalu ada untuk menjaga dan berusaha menghentikan tangisnya. Jika tangis Sandra tak kunjung reda, Leo akan membeli satu bungkus permen white rabbit untuk membujuk gadis penyuka makanan manis itu. Ia pun berjanji akan membeli lebih banyak permen setiap kali Sandra merasa sedih.
Permen itu telah menjadi kenangan masa kecil yang paling indah dan berharga bagi Sandra. Demi gula, Sandra harus memilih untuk memaafkan.
"Apa rasanya masih sama seperti ketika kita masih kecil?." Tanya Leo dengan nada lega. Akhirnya dia berhasil membuat Sandra tersenyum.
Saat itu juga, dia tahu bahwa hubungan mereka tidak berubah. Persahabatan selama bertahun-tahun lamanya tidak akan mudah berubah hanya karena kedatangan orang baru dalam kehidupan Sandra.
Sandra mengangguk dengan puas.
"Buka mulutmu lagi", ujar Leo sambil membuka bungkus permen lagi.
Gadis itu terkekeh dan tertawa, membuka mulutnya dan menggigit satu permen lagi dari tangan Leo. Namun kali ini ia menggigit jari tangan Leo, ingin menggoda sahabatnya itu. Leo tidak punya waktu untuk bereaksi, jari-jarinya dibungkus dengan mulut Sandra, dan gigitannya menyakitkan, tetapi dia enggan untuk mengeluarkan tangannya. Jari-jarinya dibungkus dengan perasaan hangat, dan itu penuh dengan napas Sandra, gadis yang paling dirindukannya.
Sandra melihat bahwa Leo tidak melepaskan tangannya. Keduanya tertawa. Dengan tawa ini ini, kesalahpahaman di antara mereka hilang. Leo tidak ingin bertanya tentang pria itu lagi. Dia percaya pada Sandra. Dia tahu betul bahwa Sandra bukan gadis yang ceroboh dan dengan mudahnya berpacaran dengan orang asing yang baru dikenalnya. Lagi pula, kalau dipikir-pikir. Leo masih lebih unggul dibandingkan pria itu. Leo jauh lebih mengenal Sandra dan mereka pun selalu bersama setiap hari.
"Yo yo yo! Kalian berdua menarik perhatian kami sepanjang hari, kenapa tidak pacaran saja?" Wisnu masuk, tepat saat melihat Sandra menggigit tangan Leo. Ia tersenyum kecut seperti orang bodoh. Iri dan cemburu.
Alasan utamanya adalah karena Wisnu tidak seberuntung Leo, dia tidak bisa memiliki kedekatan seperti itu dengan Resty, dan dia tidak bisa membuat gadis itu menyukainya. Ia telah mencoba menyatakan perasaannya lagi semalam. Tapi pernyataan cinta itu tiba-tiba berubah menjadi serangan tidak senonoh olehnya. Sekarang pun dia masih malu dengan Resty. Keduanya tidak ada yang berani membicarakan masalah ini.
Sandra mengambil sebuah buku dari meja dan langsung mengangkatnya ke atas, mencoba memukul kepala Wisnu. Dengan cepat Wisnu mengulurkan tangannya dan menangkap buku itu dengan sempurna.
"Berhenti mengganggu kami!" Sandra bangkit dari tempat duduknya dengan kasar.
Merasakan adanya ketegangan, Leo cepat-cepat berdiri menengahi kedua orang yang saling beradu tatapan sinis itu. Lalu dia menarik Sandra beberapa langkah menjauhi Wisnu. Ia pun berbisik ke telinganya: "Jangan terlalu keras padanya, dia sedang patah hati. Resty menolaknya lagi, dan bahkan menamparnya semalam. Dia sedang depresi"
"Hah? Semalam? Ceritakan dengan lebih detail...", balas Sandra dengan penasaran.
Tentu saja dia harus mendengar lebih detail berita yang mengejutkan ini.Tak heran Wisnu yang biasanya masuk kelas dengan riang gembira, tiba-tiba muncul dengan wajah lesu dan aura suram. Ternyata dia ditampar oleh Resty!
"Tadi malam saat mengantar Resty pulang, dia dengan tiba-tiba mencoba mencium Resty.", jelas Leo sambil sesekali melirik Wisnu.
Setelah mendengarkan, mata Sandra terbelalak. Ia begitu terkejut dengan tindakan Wisnu yang begitu berani dan kurang ajar.
"Siapa sangka anak itu ternyata sangat nekat! Kalau saja aku melihat kejadian itu secara langsung, aku pasti menertawakannya haha!". Sandra tertawa penuh kemenangan.
"Ssh.. berhenti bicara. Jangan sampai dia dengar! Kelas akan segera dimulai, aku akan kembali ke tempat dudukku.", bisik Leo sambil memberikan segenggam permen white rabbit ke tangan Sandra.
"Hehe terima kasih. Aku harus ke toilet dulu." Sandra memasukkan permen ke kantongnya dan berlari keluar.
Sebelum kembali ke tempat duduknya, mata Leo tertuju pada ponsel Sandra yang tergeletak di atas meja. Ponselnya menyala karena ada sebuah pesan masuk. Menunjukkan wallpaper ponsel yang membuat Leo membatalkan niatnya untuk pergi.
Kepercayaan pada Sandra yang baru saja pulih seketika musnah.
Wallpaper di ponsel Sandra adalah foto intim dirinya dan pria itu. Mereka dibungkus dengan selimut, dengan Sandra meringkuk di dalam pelukan pria itu seperti anak kecil. Dia sepertinya sangat bergantung padanya. Wajah pria itu tersenyum dengan berbunga-bunga, dan dia terlihat memeluk Sandra dengan lembut. Tampak jelas bahwa dia sangat mencintai gadis itu.
Foto ini sangat membuat Leo kesal. Gadis yang dulu dia lindungi dengan nyawanya bukan lagi miliknya, dia telah meninggalkannya. Leo merasa sangat tidak nyaman, sangat tidak nyaman. Dadanya terasa sesak seolah-olah dipenuhi dengan sesuatu.
Sekembalinya dari toilet, Sandra menyenggol tangan Leo: "Ada apa? Kenapa masih berdiri disini?"
Leo tersadar dari lamunannya. Melihat sosok Sandra, ia berusaha menyimpan amarahnya, menutupnya rapat-rapat agar tidak meluap keluar. "Tidak, tidak ada."
Dia kembali ke kursinya dengan putus asa, dan duduk dengan perasaan yang sangat buruk. Dari tempat duduknya, Sandra memandang Leo dengan keheranan. Dia tidak mengerti apa yang dipikirkan temannya itu. Kenapa tiba-tiba saja wajahnya berubah menjadi muram?
Sepanjang sore, Leo tidak menghampiri atau berbicara sepatah kata pun dengan Sandra. Dalam situasi normal, dia pasti selalu mencari kesempatan untuk menghampiri Sandra dan mengajaknya mengobrol. Mereka selalu tidak terpisahkan di sekolah. Sandra sangat heran dengan perubahan suasana hati Leo yang begitu tiba-tiba. Tapi ia malas langsung bertanya kepadanya, mungkin Leo memang sedang kesal dengan sesuatu. Tapi tetap saja tidak asik jika ia tidak memiliki teman untuk mengobrol. Sandra yang merasa kesepian akhirnya mencari Resty. Bagaimanapun, jika seseorang bersamanya, hatinya tidak akan kesepian.
Setelah sekolah usai semua orang berjalan ke luar sekolah satu demi satu, Sandra dan Resty berjalan bersama. Di belakang mereka, Leo dan Wisnu juga berjalan bersama. Keduanya berusaha menjaga jarak dari kedua gadis yang ada di depan mereka.
Resty menoleh sedikit ke arah belakang. Memperhatikan dua wajah lesu di belakangnya. Kalau Wisnu dia tahu betul apa masalahnya. Sementara Leo... dia tidak yakin.
"San, kamu bertengkar lagi dengan Leo?"
Resty adalah orang yang paling peduli tentang perasaan Leo, terutama setiap dia terlihat tidak bahagia. Resty pasti sangat khawatir.
"Ya, tapi sebenarnya tadi pagi kita sudah berbaikan... tapi entah kenapa Leo kembali bersikap aneh. Tapi sudahlah biarkan saja." Sandra merangkul bahu Resty, mencoba untuk tidak membuatnya kepikiran.
"Kenapa Leo tidak mau berbicara denganmu? Apa kamu butuh bantuanku?" Resty terus bertanya.
"Aku juga tidak yakin. Sudahlah, apa kau tidak tahu temperamen Leo? Dia memang suka merajuk,. Lihat saja, besok pagi, dia akan menjemputku ke sekolah dan membelikanku sarapan seperti biasa." Jawab Sandra penuh percaya diri. Ia merasa seperti orang yang begitu memahami sifat Leo.
Hal itu mungkin benar. Dia tahu temperamen teman masa kecilnya, dan dia selalu benar setiap saat.
"Kamu sangat beruntung ya." Resty memandang temannya dengan iri. Jika seseorang rela melakukan semua itu kepada dirinya, dia pasti bersedia memberikan segalanya kepada orang itu.