Bagaikan disambar petir di siang bolong, menyaksikan semua yang ada di ruangan itu seolah mengkhianati dirinya. Maya pun tak ingin melihat kedua tangan itu saling berpagut. Ingin rasanya menarik Putra menjauh dari Kinan, yang berdiri tertunduk takut di samping kekasihnya.
Lalu Haz dan Aisyah yang juga tampak tak berani menatap Maya, saat pandangan Bunda menatap mereka. Di ambang pintu, Sekar mengintip dan Bagas di belakangnya, hanya bisa terdiam tanpa tahu harus melakukan apa.
Suasana mendadak hening. Yang terdengar cuma suara langkah kaki Maya, yang berjalan mendekat ke sisi Putra.
"Bunda…"
Putra memanggilnya dengan suara yang cukup pelan. Sementara tangan pemuda itu masih menggantung di jemari Kinan.
Maya mencoba menahan kemarahan yang memuncak. Demi melihat anaknya baik-baik saja. Tapi tetap, air mata tak bisa disembunyikan.
Saat mengambil ponsel yang tertinggal di meja nakas sisi tempat tidur Putra, ia menyahut panggilan sang anak. Menatap sambil menitikkan air mata.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com