webnovel

-9- Sebuah Surat

Kehidupan Ghirel seperti biasanya. Tidak ada perubahan besar yang ada pada dirinya setelah bersama Afka. Hanya saja, dia terlalu sering tersenyum sekaligus menangis.

Semakin banyak senyum yang ia ukir, semakin banyak kenangan yang ia alami, semakin banyak juga air mata yang akan Ghirel keluarkan.

Jika kalian mengira Afka memutuskan mereka semua para kekasih lamanya, jawabannya BIG NO. Afka tetap bertahan dengan mereka para perempuan genit yang sangat senang menjadi parasit bagi Afka.

Jangan tanya sesakit apa perasaan Ghirel saat ini, namun mau bagaimana lagi, fakta bahwa Afka mencintainya dan fakta bahwa Afka selalu perhatian, meluangkan waktunya, bahkan semua perlakuan manisnya Afka membuat Ghirel melupakan sakit hatinya.

"Gue udah bilang'kan Jie, kalau nerima Afka jangan sampai baper!" Tzuwi memberi nasihat kepada Ghirel yang sedang tertunduk lesu di depannya.

"Gue udah beneran sayang gimana dong?" Ghirel mendongak menatap Tzuwi yang memasang raut wajah jengah.

"Gini nih, problem cewek!" Tzuwi mencubit pipi Ghirel lalu mengubah posisinya menjadi berbaring di paha Ghirel.

"Kasih saran kek!" Ghirel menampar pelan pipi Tzuwi membuat sang empunya pipi meringis kesakitan.

"Udah sih, jangan peduli sama mereka para doi senior Afka. Yang penting disini Afka sayangnya ke lo, cintanya ke lo!"  ujar Tzuwi. Terlihat Ghirel menghela nafas kasar lalu mengacak rambutnya sendiri.

"Aamiin!" balas Ghirel setelahnya.

"Udah ah, jangan gini terus. Kalo sekali lagi lo ngeluh tentang hubungan lo, gue bakal nemuin Afka terus cabik-cabik tuh muka nya!" Tzuwi bangkit dari tidurnya lalu meraih ponsel dan memainkannya.

"Ntar gak ganteng lagi dong!" Ghirel memasang wajah sok imut membuat Tzuwi bergidik ngeri melihatnya.

"Sejak kapan Afka ganteng coba?" timpal Tzuwi.

"Dulu pas awal masuk kelas 11 lo bilang gitu?" Ghirel menaik turunkan alisnya menggoda Tzuwi yang sudah memerah saat ini.

"ITU DULU JIE, GAK SEKARANG!" Tzuwi mulai jengah dengan godaan sahabatnya saat ini.

"Bukannya tambah ganteng yah Tzuw?" jari Ghirel sudah mulai nakal dengan mencolek-colek pipi Tzuwi yang bersemu.

"Gak!" balas Tzuwi datar.

Entah sudah berapa kali Ghirel bercerita, curhat, dan sebagainya mengenai hubungan dirinya dengan Afka yang belum genap satu bulan itu. Untungnya, Tzuwi memaklumi kelakuan sahabatnya yang baru merasakan cinta sehingga selalu mau menjadi tampungan kisah-kisah menjijikan bagi dirinya.

***

Bel pulang sekolah berbunyi, hari jum'at pukul 11.15 serempak para siswa segera berlarian menuju gerbang sekolah untuk pulang dan melepas penat belajar. Begitupun dengan Ghirel yang sudah melangkahkan kakinya dengan tenang menuju gerbang utama sekolah yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kelasnya. Langkahnya terhenti sejenak merasa ada yang mengacak rambutnya dengan penuh kasih sayang. Namun selembut apapun itu, tetap saja merusak rambut Ghirel yang sudah ia tata sedemikian rupa sebelum keluar kelas. Dan itu membuatnya sangat marah!

"Aw,ih rambut aku rusak Afka!" Ghirel mendengus kesal dengan kelakuan kekasihnya yang rutin dilakukan saat bertemu, atau sekedar tidak sengaja berpapasan.

"Lucu banget sih kalo lagi jinak. Pulang bareng yuk sekali-kali?" ajak Afka sambil menyelipkan jarinya ke jemari Ghirel. Dengan tautan tangan yang romantis,mereka berjalan menikmati siang yang cukup panas.

Mereka menjadi pusat perhatian beberapa siswa. Banyak tatapan iri yang ditujukan kepada sepasang kekasih tersebut. Namun, tak jarang juga tatapan benci tertuju kepada Ghirel yang sangat beruntung mendapatkan Afka Fedrick. Si most wanted sekolah.  "Tau gak? Tadi si kribo masa berani ngehukum aku sih? Ck! Gak tau apa aku siapa?" oceh Afka seraya memasang raut wajah kesal. "Emang siapa coba?" tanya Ghirel seraya menaikkan sebelah alisnya lalu mendapatkan cubitan kecil di pipinya. "Pacarnya kamu dong!" ujar Afka seraya tersenyum manis membuat Ghirel meleleh.

"Afka, jangan senyum!" sinis Ghirel seraya memberikan sebuah jitakan di kepala Afka membuat Afka meringis seraya mengusap perlahan kepalanya. "Ck! Emang kenapa sih?" tanya Afka seraya mengerucutkan bibirnya. "Jantungnya aku berdebar, Afka Fedrick!!" Ghirel menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya saat merasa seluruh wajahnya panas.

Tak terasa, mereka sampai di sebuah warteg yang letaknya tak jauh dari sekolahan. Ini bisa disebut tempat persembunyian Afka saat membolos. Tentu saja motornya Afka juga ada disini. Karena jika ia memarkirkannya di sekolah, akan banyak kekasihnya mengantre meminta diantarkan pulang.

Afka mengambil beberapa gorengan dan melahapnya sekaligus. Pipinya menggembung seperti hamster. Ghirel yang gemas dengan kekasihnya itu menusuk pipinya menggunakan jari telunjuknya.

"Aw! Sakit!" rintih Afka sembari memasang helmnya. "Naik!" lanjut Afka yang sudah siap di motor berwarna hitam tersebut.

"Eh, udah jam segini kamu ga sholat jum'at ?" Ghirel panik. Saat tak sengaja, matanya teralihkan kepada jam tangan Afka yang menunjukkan pukul 11.25 siang.

"Masih ada waktu, ntar aku sholat di musholla depan rumah kamu aja kan bisa," ujar Afka santai. Afka mulai menyalakan mesin motornya lalu memberi instruksi kepada Ghirel untuk naik.

"Mandinya?" tanya Ghirel lagi.

"Dirumah kamu dong beb, ada Junco kan? Ntar aku bisa bareng dia,"

"Kamu mau mandi bareng Junco?"

"Maksudnya ke musholla nya sayang, ya Allah punya pacar tolol amat,"

Plak

Ghirel menampar punggung Afka dengan keras. Sedangkan yang ditampar hanya diam merintih dan mengelus bekas tamparan tadi.

"Mending kamu pulang aja, aku bisa naik angkot atau grab kok!" Ghirel masih keukeuh dengan pendapatnya. Benar-benar si keras kepala.

"Tinggal naik repot amat," sinis Afka merasa Ghirel terlalu lama.

"Ntar kalo bunda udah pulang gimana? Aku takut!"

"Ya Bagus dong, tinggal minta ijin buat nikahin kamu besok,"

Plak

Hobi Ghirel saat ini adalah memukul punggung Afka.

Setelah berdebat cukup lama, Akhirnya mau tidak mau Ghirel menurut. Ia naik ke motor yang Afka kendarai lalu melaju membelah jalanan kota yang cukup sepi. Mereka melaju dengan kecepatan sedang seraya tertawa bersama karena membicarakan hal-hal yang menurutnya lucu.

Sekitar 10menit perjalanan, mereka sampai di rumah yang cukup sederhana. Bahkan terlalu sederhana. Rumah dengan 3 kamar tidur, dapur, dan ruang tamu beserta 1kamar mandi.

Rumah bernuansa putih yang Ghirel tinggali sejak lama bersama keluarganya.

"Masuk,maaf gak seluas rumah kamu!" ujar Ghirel sembari membukakan pintu depan.

"Aku suka,sebesar apapun rumahnya kalo sepi ya percuma," balas Afka seraya tersenyum hangat. Lagi-lagi senyum yang membuat Ghirel sesak nafas rasanya.

Ghirel tertegun mendengarnya,ia merasa kata-kata yang keluar dari Afka bukan hanya sebuah kata,melainkan sebuah adegan yang Afka alami setiap harinya. Merasa kesepian.

Ghirel tau mengenai keluarga Afka yang hancur dari beberapa rumor. Terutama dari Tzuwi yang sangat hobi menggosip dengan beberapa cabe-cabean kelasnya. Sejenak, Ghirel menatap Afka dengan tatapan kasihan yang hanya dibalas senyum manis oleh Afka. Senyum yang menyembunyikan segala rasa kesepiannya.

Sepertinya,seterusnya Ghirel akan membiarkan Afka untuk bertahan dengan para pacar seniornya. Karna dirinya tidak bisa egois. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaan, dan sekolah. Jadi tidak bisa menemani Afka setiap kali Afka butuh dirinya.

"Siapa kak?" Junco menyambut Ghirel di depan kamar mandi yang memang terakses ke pintu depan.

"Ini Afka,temen kakak," ujar Ghirel bohong. Tatapan Junco teralihkan kepada Afka yang  ingin tertawa mendengar ucapan Ghirel. Sedangkan Junco, yang peka terhadap keadaan hanya mengiyakan.

Afka tersenyum dan Junco membalas senyumannya.

"Abis mandi Jun?"lanjut Ghirel.

Afka mengelilingi ruang tamu yang cukup kosong tanpa satu foto pun. Keningnya berkerut heran saat menemukan sebuah surat yang tergletak di atas meja. Surat dengan stempel NY el Corp. Anak Perusahaan orang tuanya, lebih tepatnya. Ayahnya.

Próximo capítulo