webnovel

Marah Lagi

"Eh, tunggu dulu!" seru Cloud, menahan Sky dengan menarik lengan tangan adiknya itu dan memintanya agar tetap berada dalam mobil. "Ada yang ingin aku bicarakan."

"Apa lagi? Biasanya kau selalu saja menggoda atau ingin mengejekku bersama Earth, bukan?" tanya Sky, ia sudah bisa menebaknya.

"Hmmm, aku memang ingin membicarakan tentangmu dan Earth, tapi bukan untuk mengejek," jawab Cloud.

"Lalu?"

"Aku melihat skrip milik kalian berdua. Apa benar ada adegan dimana kau dan Earth harus berciuman?"

Sky memajukan wajahnya, mendekat pada Cloud.

"Kalau iya, memang kenapa?"

"Hmmm, jangan jadi perusak hubungan orang, ya," pinta Cloud melemah. Entah mengapa ia menjadi seperti orang baik seperti itu.

"Kau kenapa, Kak?" tanya Sky, memegang kening Cloud.

"Aku tidak sakit, Sky. Aku hanya memperingatkanmu saja. Ada wanita yang tidak tahu apa-apa."

Sky menggaruk alisnya, tidak mengerti dengan keanehan Cloud yang tiba-tiba saja menjadi lembek. Padahal sebelumnya ia selalu menggoda Sky tentang Earth. Cloud mengajak Sky untuk segera keluar dari dalam mobil dan masuk ke rumah untuk beristirahat.

Sky menurut dan tidak mau lagi memikirkan kakaknya yang terkadang memang menyebalkan seperti itu. Ia mengikuti Cloud yang masuk ke dalam rumah. Cloud segera menuju ke kamar, tanpa menyapa ibu mereka. Bahkan sepertinya akan menolak jika diajak makan malam bersama.

"Kakakmu kenapa?" tanya ibu mereka.

"Entah. Biarkan saja, Bu. Kita makan malam berdua saja, yuk," balas Sky, mengajak ibunya agar tidak terlalu memikirkan sikap anak sulungnya itu.

Sementara itu, Cloud yang sudah masuk ke dalam kamarnya, segera mengunci pintu kamarnya, ia tidak ingin ada yang mengganggunya malam ini. Cloud menghampiri tempat tidur dan merebahkan tubuhnya di sana. Ia memandang langit-langit kamar dengan tangan yang dijadikan bantal olehnya. Ia merenung, tiba-tiba saja teringat pada Moon.

Entah dari mana asal pikiran itu, namun Cloud merasa jika Sky dan Earth kerap dipertemukan seperti ini, bukankah Moon akan terluka?

***

"Kau pikir aku orang yang mudah terbawa perasaan? Itu hanya film, Cloud," tukas Moon.

"Bukan maksudku seperti itu. Ada adegan kalau mereka berciuman, bukan?"

"Ah, kau sama saja seperti Earth. Lagi pula … aku tidak butuh kau beri simpati seperti itu, Cloud. Aku baik-baik saja."

Cloud mengernyit, berpikiran kalau Moon sedikit angkuh dengan hal tersebut. Ia menggelengkan kepala dan malas untuk ikut campur lagi.

"Terserah kamu saja, deh," ucap Cloud, kemudian berlalu dari kantin.

Ya. Pagi ini Moon yang sedang sarapan di kantin didatangi oleh Cloud dan tiba-tiba saja membahas mengenai hal tersebut. Moon tidak mengerti mengapa Cloud aneh seperti itu, karena Cloud yang ia tahu adalah orang yang menyebalkan dan selalu membuatnya jengah dengan sikap-sikapnya.

Ia segera menghabiskan sarapannya untuk menemui Earth yang memberi kabar kalau ia berada di gedung perkuliahan Moon. Hari ini lagi-lagi mereka tidak berangkat bersama dengan alasan Earth harus membantu ayahnya lebih dulu untuk membuka toko.

Moon yang sudah selesai sarapan, segera pergi untuk menemui Earth yang sudah menunggunya. Kebetulan sekali, di jalan ia bertemu dengan First dan Two yang mengingatkan dirinya untuk istirahat di hari ini, karena besok mereka akan melakukan shooting untuk tugas besar mereka.

Moon mengiyakan agar tidak memperlama perjalanannya. Ia tidak ingin membuat Earth menunggu terlalu lama. Setelah itu langkah kaki Moon menjadi sedikit lebih cepat untuk menghampiri Earth yang kini terlihat tengah bersandar pada pilar yang menjulang tinggi di lobi gedung fakultasnya.

"Earth! Maaf membuatmu menunggu lama," ucap Moon, langsung merangkul lengan tangan kekasihnya itu.

"Tidak masalah. Aku juga baru tiba, Moon. Tadi sarapan apa?"

"Hmmm, aku hanya membeli nasi ayam saja. Temani aku ke depan kelas, yuk!"

Earth mengangguk, ia datang menemui Moon pagi ini memang untuk mengantar Moon hingga ke kelasnya. Mereka memang pasangan baru yang masih dalam fase kasmaran, jadi tidak heran jika selalu bersama setiap saat, setiap ada kesempatan.

"Oh iya, tadi Cloud menghampiriku saat di kantin," ujar Moon memberitahu kejadian pagi ini.

"Apa yang ia lakukan padamu? Apa ada yang dikatakannya?" tanya Earth, cemas. Ia tahu kalau Cloud kerap mengganggu dan menggoda mereka, sehingga membuatnya khawatir kalau kali ini Cloud akan melakukan hal yang sama.

"Hmmm, itu bukan apa-apa. Ia hanya menyapa saja. Tapi tetap saja menurutku itu bukan hal yang wajar untuk seorang Cloud," jawab Moon, ia tidak berterus terang.

Alasannya untuk berbohong yakni ia tidak ingin membuat Earth risau lagi tentang adegan ciumannya bersaama Sky pada film pendek yang sedang mereka garap. Sudah susah payah ia, First dan Two meyankinkan Earth, jangan sampai Earth berubah pikiran lagi untuk menolak adegan tersebut, yang sebenarnya menjadi adegan yang sangat spektakuler dalam industri film saat ini yang sedang naik daun, yakni film dengan genre LGBT yang menceritakan boys love.

"Tetap saja, jika ia mendekatimu seperti itu, aku bisa cemburu, Moon."

Moon menarik bibirnya, kemudian berdiri berhadapan dengan Earth.

"Aku juga cemburu, kalau kau sedang dekat dengan teman wanita di jurusanmu," balas Moon, tidak lagi malu untuk mengakui kalau dirinya cemburu.

"Loh, mereka hanya teman, sayang … palin jauh juga pembahasan kami hanya tentang perkuliahan dan tugas saja," terang Earth, tidak ingin membuat Moon risau dengan banyaknya wanita yang mendatanginya.

"Pagi, Earth …," ucap salah seorang wanita dari jurusan Moon, yang tiba-tiba menyapa Earth.

Earth mengangguk dan tersenyum. Ia tidak menyangka kalau ketenarannya sudah sampai ke jurusan lain.

"Mengantar Moon, ya?" tanya wanita itu lagi.

"I—iya," jawab Earth, ia melirik ke arah Moon yang terlihat merengut.

Moon menark bibirnya sebelah, seperti memberikan senyum sinis atau lebih tepat lagi kalau itu adalah senyum ketidaksukaannya.

"Jangan marah, dong. Aku tidak mengenal mereka," ujar Earth, meyakinkan Moon untuk tidak cemburu.

"Kau sebaiknya segera ke kelasmu. Terima kasih sudah mengantarku," balas Moon, kemudian memilih masuk ke dalam kelasnya, meninggalkan Earth dalam kebingungan.

"Duuh … kenapa jadi marah lagi? Baru juga berbaikan kemarin," gumamnya mengeluh. "Apa semua wanita sama seperti itu?"

Earth yang merasa kalau Moon sedang kesal, memilih untuk menurut saja dan segera menuju ke gedung perkuliahannya. Selama dalam perjalanan, ia masih terus memikirkan mengapan Moon menjadi pencemburu seperti itu. Ia tahu, kalau cemburu itu tandanya sayang, tapi apa harus setiap hari cemburunya?

DUG

"Aduh!" pekik Earth, tidak sengaja menyandung sebuah tanjakkan kecil yang tidak ia lihat. Ia terlalu banyak melamun karena memikirkan hal tersebut, sehingga lupa kalau jalan yang ia lalui memiliki beberapa tanjakan karena jalan menuju ke gedung perkuliahannya sedikit lebih tinggi.

"Sakit, sial!" gerutunya.

"Earth? Kau kenapa?"

Earth menoleh ke arah sumber suara.

"Sky?"

Próximo capítulo