Setelah mereka selesai makan malam, Cattalina bertanya kepada Teo "Teo, bagaimana makan malamnya?"
"A-Ah, sangat enak." jawab Teo sambil tersenyum.
"Tentu saja, bisa makan-makanan bangsawan seperti ini. Berterima kasihlah." ucap Celica sinis. Cattalina menegur kembali sikap Celica yang tidak sopan itu, ia berkata "Jangan seperti itu, Teo itu tamu kita, jangan bersikap tidak sopan seperti itu, ya."
Celica memalingkan wajahnya, ia pun berdiri lalu pergi sambil berkata "Terserah saja lah." Melihatnya seperti itu, Cattalina hanya bisa menghela nafas dan meminta maaf lagi kepada Teo.
Teo berkata "Tidak apa-apa. Sepertinya aku mulai terbiasa."
Cattalina tertawa mendengarnya, lalu ia berkata lalu ia pun bertanya kepada Teo "Apa yang akan kamu lakukan setelah ini?"
Teo terdiam seaaat, ia pun teringat kembali tujuannya saat masuk kedalam portal itu, ia menyandarkan tubuhnya lalu berkata "Entahlah, mungkin aku akan bertualang lagi."
"Apa yang kamu cari?"
"Eh?"
"Maksudku, setiap orang yang bertualang mempunyai tujuan tersendiri, kamu tau itu kan? Apa tujuan mu bertualang?"
Teo mengerutkan keningnya, ia memalingkan wajahnya sedikit dan mencoba berkata dengan santai "Y-Ya namanya saja bertualang, tidak perlu tujuan pastikan untuk bertualang?"
"Kenapa kamu gelisah seperti itu? Berbohong?" tanya Cattalina sambil tersenyum.
"Hah? Aku tidak berbohong!" ucap Teo.
"Teo, aku bisa tau kalau kamu berbohong. Aku sudah bilang kan, kalau aku bisa merasakan jiwa mu? Kamu sekarang merasa gelisah, takut dan tidak bisa memutuskan sesuatu. Apa mau bercerita sesuatu?" tanya nya sambil tersenyum manis. Meski begitu di pandangan Teo, senyumnya itu sangat menakutkan seolah-olah ingin membuat Teo menyerahkan dirinya kepada Cattalina.
"Baiklah! Baiklah! Aku berbohong. Tapi aku juga tidak bisa memberitahu mu." ucap Teo sambil memejamkan matanya karena tidak mau melihat senyuman Cattalina itu.
Cattalina tertawa kecil dan berkata "Bagus, lain kali jangan berbohong ya."
"(Sialan.)"
Teo menghela nafas dan balik bertanya kepada Cattalina tentang dirinya yang bisa merasakan jiwa itu. Meskipun Teo sebenarnya tidak percaya dengan itu, tapi setelah melihat sihir, naga, dan hal lainnya membuatnya mulai percaya dengan hal-hal yang berbau dengan sihir atau sejenisnya. Cattalina tertawa kecil lalu mengarahkan jari telunjuknya ke depan mulut, lalu berkata "Itu, Ra-ha-sia." lalu tertawa kecil
"Hei! Aku sudah jujur kepadamu! Setidaknya beritahu aku sedikit."
"Baiklah, Baiklah. Kamu tipe orang yang selalu meminta imbalan ya."
"Berisik."
Cattalina pun berdiri sambil berkata "Ini belum saatnya untuk kamu tau lebih jauh tentang itu."
Teo mengerutkan keningnya dan bertanya "Lalu kenapa kamu memberitahu ku tentang itu?"
Cattalina tertawa kecil sambil berkata "Habisnya aku tertarik denganmu. Fufu~. Sekarang sudah malam, besok kamu bersiap ya."
"Eh? untuk apa?"
Cattalina tersenyum lalu berjalan menjauh dari Teo sambil berkata "Besok orang tua ku akan datang, jadi kamu bersiap ya. Orang tua ku ingin bertanya kepadamu tentang bandit-bandit itu, jadi tolong bersiap ya."
"Eh!? Serius?"
Cattalina hanya tertawa sambil berjalan ke kamarnya dan meninggalkan Teo di meja makan. Teo membuang nafas berat, dan menyandarkan tubuhnya "Merepotkan." ucapnya.
"Apa anda baik-baik saja?"
"Uwaaa!"
Teo pun terjatuh dari kursinya karena terkejut seseorang berbicara di belakangnya. Saat membuka matanya, ia melihat seorang perempuan dengan pakaian pelayan melihat dirinya terjatuh dari kursi.
"A-Anda baik-baik saja? Maaf membuat anda terkejut!" ucapnya sambil sedikit membungkukan tubuhnya.
"A-Aku tidak apa-apa."
"Mau saya obati?"
"Aku bilang tidak apa-apa. Apa kamu ingin membereskan ini?" ucap Teo sambil menunjuk piring bekas makan mereka. Gadis itu mengangguk pelan lalu mulai membereskan piring-piring itu.
"Siapa namamu?" tanya Teo
"Nama Saya, Tiara. Pelayan dari keluarga Blouse."
"Oh begitu, Mau aku bantu?" gadis itu menggeleng, meski begitu Teo tetap membantunya membereskan piring-piring itu "Maaf merepotkan anda." ucapnya.
"Tidak masalah."
"Wah, sepertinya kau menemukan pekerjaan yang cocok denganmu ya?" dari ucapan suara yang sudah tidak asing di telinganya membuatnya langsung jengkel.
Teo menoleh sedikit ke arah suara itu berasal, gadis itu tersenyum sinis kepadanya. Teo menghela nafas berat dan kembali membereskan piring-piringnya, ia pun menoleh ke gadis pelayan lalu bertanya "Dimana dapurnya?"
"Hey! Jangan abaikan aku!" teriak Celica
"Maaf, Saya yang seorang rakyat jelata ini tidak pantas berbicara dengan bangsawan terhormat. Ayo, Tiara."
"Eh, ah. Permisi." ucap Tiara sambil menunduk ke Celica.
Lalu mereka pun pergi ke dapur untuk menaruh piring dan mengabaikan Celica yang sudah sangat marah karena diabaikan oleh Teo.
"Awas saja kau!" ucapnya dan berjalan kembali ke kamarnya.
Di dapur, "Tuan, biarkan saya saja yang membereskannya." ucap Tiara
"Tidak apa-apa, kalau aku kembali pasti dia masih ada di sana." ucap Teo yang masih jengkel dengan perkataan Celica, ia menghela nafas berat dan mencoba melupakan perkataanya, namun sayangnya itu tidak berhasil, ucapannya masih terngiang di telinganya dan membuatnya semakin jengkel. "Menyebalkan." ucap Teo.
"Sepertinya Nona Celica tidak menyukaimu, ya. Apa anda melakukan sesuatu?"
"Aku tidak melakukan apapun." ucap Teo, sampai ia pun teringat sesuatu yang mungkin membuat Celica marah kepadanya "Mungkin." tambahnya.
"Mungkin?"
"Ya, sepertinya aku mengatakan sesuatu tentang bangsawan."
"Ah, Anda melakukan kesalahan besar." Tiara pun mengambil piring-piring itu lalu mulai membersihkannya.
"Kesalahan besar?"
"Ya. Nona Celica sangat sensitif jika seseorang berbicara tentang bangsawan, terutama rakyat jelata seperti kita. Kita tidak bisa berbicara sembarangan tentang bangsawan di depannya." jelas Tiara. Penjelasan Tiara membuat Teo sedikit menyesal berkata sesuatu tentang bangsawan di depan Celica.
"Ya aku tidak tau, mau bagaimana lagi kan? Lagipula, Apa bangsawan itu memang luar biasa ya? Aku tidak mengerti." ucap Teo.
Tiara menoleh ke arahnya dengan mengerutkan keningnya "Apa Anda tidak tahu?" tanyanya.
"Eh? Apa ada yang spesial dengan itu? Bukankah hanya memiliki kekuasaan yang lebih tinggi saja?"
Tiara langsung menunjukan raut wajah yang terkejut dan memandang Teo dengan tatapan heran "E-Eh? Sepertinya memang ada hal yang luar biasa ya?"
Tiara berhenti mencuci piringnya dan berkata "Tentu saja! Bangsawan itu orang-orang hebat! Mereka yang memiliki darah bangsawan pasti bisa menguasai sihir! Dan dalam perang besar 500 tahun yang lalu, para ahli sihir kerajaan ini lah yang memiliki pengaruh besar dalam kemenangan perang, lalu mereka pun di beri gelar bangsawan. Karena itu, keluarga bangsawan itu istimewa." jelas Tiara dengan penuh semangat, terlihat dari matanya ia begitu mengagumi bangsawan. Teo pun sedikit mengerti maksud dari Tiara "Karena itu, keluarga bangsawan itu seperti diberi berkah yang besar oleh dewa… Walaupun, memang sih ada beberapa bangsawan yang menyalahgunakan 'Berkah' dewa itu." ucapnya yang terdengar kecewa di akhir kalimat "Lalu, Nona Celica sebenarnya orang yang ramah, walaupun Nona Celica tidak pernah menunjukan raut wajah yang ramah." ucapnya lagi
"Maksudmu?"
"Hmm… Seperti, Nona Celica memberikan buah-buahan ke rakyatnya, tapi ia berkata 'Terimalah pemberian dariku, kalau tidak akan ku hukum!' kurang lebih seperti itu." ucapnya lalu kembali mencuci piring
"A-Ah, begitu. Aku paham."
"Tapi sepertinya itu tidak berlaku untuk Anda. Karena seperti yang sudah saya bilang tadi, jadi bersabarlah." ucapnya lalu tersenyum.
Teo terdiam dan memikirkan perkataannya, lalu rasa sedikit menyesal pun semakin membesar, ia menghela nafas dan berkata "Sepertinya aku akan meminta maaf kepadanya, akan merepotkan nantinya jika aku semakin bermasalah dengan bangsawan itu. Kalau begitu aku kembali ke kamarku, selamat malam." ucap Teo lalu berjalan keluar dari dapur. Saat ia berjalan keluar, tiba-tiba Tiara memanggilnya "Ah, Tuan."
Teo pun berbalik "Ada apa?"
Tiara membungkukan tubuhnya sedikit lalu berkata "Maaf terlambat, tapi... Terima kasih karena sudah menyelamatkan Nona Cattalina dan Nona Celica dari bandit-bandit itu."
Teo terdiam, lalu ia pun berbalik dan berkata "Aku hanya kebetulan bertemu mereka, tidak perlu berterima kasih seperti itu." lalu ia pun pergi kembali berjalan keluar dari dapur dan kembali ke kamarnya.
Dia kamarnya, ia langsung membaringkan tubuhnya, ia melamun dan memikirkan perkataan Tiara sebelumnya, ia menghela nafas dan menutup matanya dengan lengannya "Keluarga bangsawan ya. Kalau begitu, berurusan dengan mereka akan menjadi hal yang merepotkan, sepertinya aku akan meminta maaf saja." ucapnya.
Ia duduk lalu mengambil pistol yang ia taruh di lemari kecil, ia menatapi pistol itu dan mengeratkan giginya "Lalu setelah itu… Aku… harus pergi dari sini."
To be continue.