webnovel

Ajakan Kencan

"Wat … satu pertanyaan untuk kamu," ujar kakak pembina itu, namun Wat masih saja melihat Lin yang juga membalas pandangannya dengan senyuman.

Wat kini menoleh pada kakak itu.

"Apa kamu sudah memiliki pasangan? Ini adalah pertanyaan yang sangat ditunggu oleh seluruh mahasiswa di kampus ini …!" serunya.

Wat menghela napas dan mengusap wajahnya.

Ia kemudian menganggukkan kepalanya.

"Sudah," jawabnya kemudian.

***

"Kamu sendiri bagaimana? Seluruh kampus sudah tahu kalau mahasiswa baru yang tampan ini, sudah memiliki pasangan," balas Lin.

"Ah, itu … hanya sekedar kiasan saja. Agar mereka tidak terlalu ribut, Lin," jawab Wat.

"Ouh …."

Lin terlihat kecewa.

"Kamu juga cantik … pasti sudah ada bukan, yang mendekatimu?" Wat balik bertanya. "Tetap prioritaskan anak-anak ya …," ujar Wat dengan senyuman.

"M—maksud kamu apa, Wat? Tidak ada pria manapun. Hanya kamu, satu, suami dan papanya anak-anak," tutur Lin, berkata terus terang.

"Jika aku bilang, kalau aku melihatnya, bagaimana?"

"S—siapa?"

"Pria itu … yang baris di sebelah kamu," ujar Wat.

Lin diam, mengerjapkan matanya.

'Apa yang dimaksud oleh Wat adalah Win?' batinnya bertanya-tanya.

"Lin?"

"Hm? O—oh … a—aku … tidak kenal dia siapa … lagi pula, sepertinya aku tidak satu jurusan dengannya," balas Lin sedikit kaget.

"Hmmm … aku pikir kalian saling kenal."

Wat diam, merasa lega karena itu adalah pria yang membuat ia penasaran, sejak di New York dan kerap merasuki hati dan pikirannya.

***

Wat bersandar di dinding dekat mading, berharap bisa melihat pria itu lewat, karena posisi papan mading di kampusnya berada di gedung utama, dimana gedung itu menjadi penghubung antara gedung-gedung jurusan yang ada di kampus.

Wat menunggu dengan kecemasan. Jam perkuliahan hampir dimulai, tapi pria itu masih juga belum terlihat. Ditambah lagi dengan Lin yang juga belum terlihat, itu juga cukup membuatnya khawatir.

'Sudah kubilang, naik ojek online saja. Pasti dia naik bajaj,' batin Wat menggerutu sendiri.

Baru saja ia membatin, Lin langsung muncul di hadapannya, lewat berlalu tanpa menoleh ke arahnya sedikitpun.

Wat biasa saja, karena buka Lin yang ditunggunya.

"Wat!" terdengar seruan seseorang memanggil namanya.

Wat menoleh dengan ketampanan paripurnanya.

"Wat, kamu sedang apa disini? Ayo ke kelas," ajak June yang datang menghampiri Wat, bersama Tom.

"Kalian duluan saja," balasnya dingin.

"Ada yang sedang kamu tunggu? Apa itu wanita? Oh … kamu bohong ya kemarin, saat ditanya sudah memiliki pasangan atau belum?" tanya June selalu ingin tahu.

"Aku memang sudah memiliki pasangan," balas Wat, seolah tidak terima. "Yasudah, ayo ke kelas," ujarnya akhirnya menyerah dan tidak menunggu pria itu lagi.

***

Sementara itu di kelas Lin.

Meskipun dosen belum masuk ke dalam kelas dan perkuliahan belum dimulai, tetapi seluruh mahasiswa sudah duduk rapi dengan membuka buku mereka masing-masing, sembari menunggu dosen yang akan mengajar, datang.

"Lin … Li ...," panggil salah satu teman kelas yang duduk di sebelahnya.

Lin menoleh, memberi kode seolah bertanya 'ada apa?'

"Itu, pria yang di pintu …," bisik temannya pada Lin dan membuat Lin dengan gerakan cepat, menoleh ke tempat yang di tunjuk.

Terlihat Win sedang berada di sana.

Lin tersenyum dan beranjak dari tempat duduknya, segera bergegas menghampiri Win yang menunggunya.

Puk!

Win mendapat tepukan di pundaknya.

Melihatnya, membuat kaki Lin berhenti melangkah.

"Kelas kamu di mana?" tanya dosen yang datang menegur Win.

"Ma—af pak, saya ada perlu dengan mahasiswa di kelas ini. T—tapi, nanti saja, deh," jawabnya, kemudian melirik pada Lin, memberi kode kalau ia akan menunggunya nanti siang.

Lin mengangguk dan kembali ke tempat duduknya.

"Lin, itu pacar kamu?" tanya temannya lagi, dengan berbisik.

"Hm? B—bukan … aku … sudah memiliki pasangan," balasnya.

"O—ouh …."

***

Wat : Jangan lupa makan.

Lin tersenyum, mendapat pesan dari suaminya.

Ia segera beranjak dari tempat duduknya dan segera keluar dari kelas, menuju ke kantin. Selain lapar, ia juga ingin melihat Wat yang pastinya juga sedang makan siang di kantin bersama teman-temannya.

"Lin, duduk dimana?" tanya Ran, teman satu kelasnya.

Lin melihat ke sekelilingnya, namun ia tidak menemukan Wat.

"Di sana saja," jawabnya menunjuk ke tempat duduk yang ada di sudut kantin.

"Oke!"

Keduanya berjalan menuju ke tempat ditunjuk oleh Lin.

"Siapa yang jaga tempat nih?" tanya Ran.

"Kamu pesan ma—"

"Tempat ini sudah kami tempati sejak tadi!"

Seru seorang wanita yang datang menghampiri Lin dan juga Ran.

"Maaf, tempatnya kosong jadi aku dan temanku mengambilnya," balas Ran, tidak terima.

"Aku dan teman-temanku pergi memesan makanan. Ini tempat favorit Wat, kalian mengalah sajalah!"

Mata Lin tertuju pada Wat yang ada di belakang wanita, yang terlihat emosi karena tempatnya diambil oleh Lin dan Ran.

"Kita pergi saja, Ran," ujar Lin, masih menatap Wat.

"Duduk saja. Aku dan teman-teman akan mencari tempat yang lain," imbuh Wat segera berlalu tanpa menunggu jawaban apapun dari Lin dan juga tidak mau mendengar komentar apapun lagi dari June.

"Lin, Wat benar-benar mengalah untukmu," tutur Ran menggoda Lin.

"Bagus, dong. Sudah, pesan makanan sana. Aku akan menjaga tempat," ujar Lin, tidak ingin menggubrisnya.

"Oke!"

Selama menunggu Ran yang sedang memesan makanan, Lin memilih untuk memandang sang suami yang berada cukup jauh darinya. Wat sedang bersama dengan tiga orang temannya, yang belum ia ketahui siapa saja namanya.

Getar ponsel miliknya membuyarkan lamunan akan pandangannya untuk Wat.

Ia melihat, pesan masuk dari siapa.

Wat : Jangan terus memperhatikanku. Nanti orang-orang mengira kalau kamu menyukaiku.

Lin menggigit bibir bagian bawahya.

Lin : Iya, maaf.

Balas Lin, lalu menarik napasnya. Harus menerima keadaan saat ini, kalau pernikahannya tidak bisa diberitahu kepada siapapun yang ada di kampus.

Lagi-lagi ponselnya bergetar. Tetapi kali ini bukan lagi dari Wat, namun dari nomor tidak dikenal.

08XX : Maaf, aku harus pergi ke luar kampus. Jadi tidak bisa menunggumu makan siang.

'Aku juga lupa kalau tadi pagi Win memberi kode, akan menungguku,' kekehnya dalam hati.

Lin : Iya, tidak masalah.

Balas Lin dengan memberikan emoji di akhir pesannya.

08XX : Kalau begitu, pulang kuliah nanti … apa bisa kita bertemu?

Lin membulatkan matanya. Apapun alasannya, tetap saja ia tidak bisa pulang telat. Kedua anaknya pasti sudah menunggu.

Lin : Maaf … tapi aku tidak bisa pulang telat.

08XX : Kalau begitu, akhir pekan ini … apa kamu ada waktu?

Lin : Memangnya ada apa ya, Win?

08XX : Aku ingin mengajakmu kencan.

Lin : Kencan? Tapi sepertinya aku tidak bisa.

Balas Lin, benar-benar tidak bisa meninggalkan Pin dan Nas.

08XX : Aku akan izin pada orang tuamu, kamu bersedia, bukan?

Próximo capítulo