Hujan turun dengan deras pagi ini, langit membuncahkan ribuan tetes air ke atas bumi. Tetesan air merekat erat pada jendela-jendela kaca, butirannya saling merekat kemudian luruh, menetes entah kemana. Liffi bangkit dari tempatnya duduk, berdiri di dekat jendela. Napas Liffi yang teratur membuat kaca mengembun. Liffi mengusapnya, pandangan matanya tertuju pada perbukitan yang jauh di utara sana.
Liffi menerawang kosong. Mungkinkah Sadewa dan Nakula sudah mulai bertarung? Sudah satu jam berlalu sejak Nakula dan Sadewa meninggalkannya. Mereka pergi, mencari tempat untuk saling melampiaskan amarah dan kebencian.
"Aku membenci kalian sebanyak aku mencintai kalian." Liffi menangis. Hatinya sesak, menderita, dan penuh penyesalan. Namun tak dipungkiri, amarah menutup seluruh rasa itu. Kehilangan nyawa kecil itu membuat Liffi syok. Hatinya ambles, tergerus kesedihan.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com