GLEGAR..!!
Siluet kilatan cahaya di kegelapan langit berpadu dengan bunyi gemuruh petir. Saling melengkapi dan menghiasi langit malam dengan terornya yang menakutkan. Dominic dan Shiera masih berdiri di atas atap sebuah gedung tinggi, mengamati dan menunggu saat yang tepat untuk menyerang Sadewa.
"Satu jam menjelang gerhana total." Shiera menengadah, memandang bulan yang telah tertutup sebagian.
"Ayo, Shiera. Sudah tak ada waktu." Dominic meloncat dengan lincah di atas atap-atap gedung. Badannya yang tinggi dan ramping membuatnya mampu bergerak secepat kilat. Hal inilah yang menakutkan dari Dominic, kecepatannya.
Dominic meningikuti mobil Sadewa, mencari saat dan tempat yang tepat untuk menyerangnya. Menyerang Sadewa di tengah kota terlalu beresiko. Dominic harus memancingnya ke arah pinggir hutan atau pada jalanan sepi.
"Kenapa diam saja?" Liffi heran, mimik wajah Sadewa tiba-tiba berubah, ia menautkan alis dan bahunya menegang naik.
"Liffi. Berjanjilah kau akan mengikuti kata-kataku." Sadewa memandang tajam ke arah Liffi.
"Apa maksudmu?" Liffi keheranan, beberapa menit yang lalu mereka masih ngobrol santai dan bercanda seperti biasa. Kenapa Sadewa mendadak berubah? Seperti ada sesuatu yang membahayakan.
Sialan, siapa mereka? pikir Sadewa, ia melirik ke arah spion mobilnya. Tidak ada orang yang membuntutinya, tapi aroma dan aura membunuhnya terasa sangat kuat. Dan Sadewa tak mengenali lawannya.
Sadewa merasa bingung, instingnya merasakan dua orang werewolf lain sedang mengincarnya. Mereka bergerak sangat cepat. Sadewa harus membuat keputusan, salah-salah nyawa Liffi pun akan berada dalam bahaya.
Aku bisa saja berdiam di tengah kota, tapi cepat atau lambat mereka tetap akan menyerangku! Sadewa melirik lagi ke arah Liffi, wajah gadis itu mulai pucat karena Sadewa mengemudi dengan cepat.
"Sadewa tolong jelaskan apa yang terjadi!" Liffi tampak panik.
"Tenanglah, Liffi, aku pasti melindungimu." Sadewa kembali fokus pada jalanan di depan.
Sadewa berdecak sebal, ia memikirkan kemungkinan terbaik dan terburuk yang bisa terjadi. Menyerang atau diserang?! Sadewa membenci keadaan ini, kalau bukan karena Liffi bersamanya Sadewa sudah pasti berhenti untuk menghadapi mereka berdua.
Ciiittt ...
Dua orang werewolf meloncat tepat di depan mobil Sadewa. Membuatnya refleks menginjak rem dalam-dalam. Liffi sedikit terpental, untung saja sabuk pengaman menyelamatkannya.
Lebih baik aku menghadapi mereka, gerhana bulan sedang terjadi. Harusnya kekuatan mereka pun menurun drastis. pikir Sadewa, ia bergegas menghentikan mobilnya di pinggir jalan.
"Sadewa siapa mereka?" Liffi bergidik saat melihat kedua werewolf di depannya.
Pria dengan dandanan ala anak punk dengan rambut jabrik berwarna hijau terang. Yang wanita tak kalah nyentrik, rambutnya berwarna pink dengan undercut hanya di bagian sebelah kanan. Keduanya punya tubuh yang kurus dan jangkung. Wajah mereka sangat pucat dan berhiaskan beberap tindik di hidung, bibir, dan alis matanya.
"Tunggu di sini, Lifii, apapun yang terjadi jangan keluar dari mobil!" Sadewa menggenggam tangan Liffi, Liffi masih ketakutan. Aura keduanya membuat bulu kuduk Liffi merinding, siapa sebenarnya kedua orang itu? Apa hubungan mereka dengan Sadewa?
Jalanan terlihat sepi, hanya beberapa mobil yang masih lewat. Pengemudinya melirik dengan keheranan tapi tampak acuh. Mungkin mereka kira ini hanya sebuah pertemuan atau pertengkaran biasa. Dominic mengerling pada Shiera, wanita ini mengangguk dan secepat kilat menghilang dari pandangan. Tak lama ia kembali, pohon besar telah tumbang dan menutup jalanan dikedua sisinya.
"Sadewa? Gin's son, right?" Dominic memanggil nama Sadewa.
"Siapa kalian? Ada urusan apa mencariku?" Sadewa memandang keduanya, ia merasa tak mengenal kedua orang ini.
"Kau membunuh Aska, kami datang untuk membalaskan dendamnya," jawab Dominic.
"Aska?? Siapa dia? Aku tak membunuh siapa pun belakangan ini!!" teriak Sadewa, ia benar-benar tak membunuh siapa pun.
Liffi terkejut, membunuh?? Apakah itu kata-kata yang umum diucapkan oleh manusia??
Dominic dan Shiera saling pandang. Mereka keheranan, kalau benar Sadewa tak membunuh Aska, lalu siapa? Yoris dengan gamblang mengatakan bahwa anak Ginlah yang membunuh Aska.
"Jangan sok bego, kid!! Kau membunuh teman kami, mengkoyak jantungnya." Shiera maju kedepan.
Gllleegarr!!!!
Jreeessss ...!!!!
Hujan mulai turun, disambut dengan gemuruh petir yang terus menyambar.
"Sungguh aku tidak membunuh rekan kalian, bisa kita bicara baik-baik?" Sadewa sedikit menahan diri, tak ingin melihat Liffi ketakutan kalau sampai terjadi perkelahian antar werewolf tepat di depan matanya. Sadewa sesekali melirik ke arah Liffi, gadis itu mulai panik, tubuhnya terlihat gemetar dengan hebat.
"Kau mencoba mengulur waktu kami demi manusia itu?" Shiera menunjukkan jari telunjuknya ke arah Liffi.
"Hahahaha ... half wolf yang berkencang dengan seorang manusia." Dominic tertawa geli.
"Pet-mu terlihat sangat ketakutan, sangat menarik, aku jadi ingin membunuhnya!" Shiera menekuk lehernya saat memandang Liffi.
"Aku akan membunuhmu kalau kau menyentuhnya walau hanya seujung rambut!!" Sadewa merasa geram, ancaman mereka terhadap Liffi membuat emosi Sadewa tersulut.
"Mari kita lihat!" Secepat kilat Shiera menghilang dari pandangan Sadewa, ia menuju ke arah Liffi.
Sadewa mempercayai instingnya, ia berlari dan menghantamkan tubuhnya pada tubuh ramping Shiera.
"Shiera?!!" teriak Dominic.
Shiera bangkit, ia murka. Sadewa mendorongnya sampai membentur pembatas jalan. Shiera berubah menjadi manusia serigala, bulunya yang berwarna coklat tua basah karena air hujan.
"Werewolf melindungi manusia? Sama seperti ayahnya." Shiera menghina Sadewa.
"Akan kusiksa gadis itu sampai kau mengakui kalau kau yang telah membunuh Aska!!" Dominic ikut berubah.
Liffi tercengang menyaksikan perubahan Shiera dan Dominic. Baru kali ini ia terpaku pada sesuatu hal, tubuhnya kaku, lidahnya sangat kelu, dan napasnya langsung tercekat. Getarannya di tubuhnya menghilang, berubah menjadi rasa tegang dan heran.
"Berubahlah, Sadewa!! Apa kau meremehkan kami!?" Dominic menyerang Sadewa.
Sadewa menahan tendangan Dominic, ia menghindari tendangan demi tendangan yang dilancarkan lawannya. Dominic memang bukan tipe werewolf dengan power yang besar, tapi kecepatannya tak diragukan.
Bruukk!!!
Akhirnya tendangan Dominic mengenai wajah tampan Sadewa. Sadewa bangkit, mata birunya bersinar karena amarah. Sadewa melepaskan coatnya, membuangnya ke jalanan.
"Berubahlah Sadewa, sebelum bulan tertutup sempurna." Dominic kembali memberikan waktu pada Sadewa.
"Jangan menyesal!!" Sadewa melepaskan kaosnya, ia memandang ke arah Liffi sejenak sebelum akhirnya berubah menjadi manusia serigala dengan bulu putih bersih.
Mata Liffi terbelalak lagi, kali ini lebih lebar. Taring dan kuku tajam Nakula saja membuatnya tidak bisa tidur berhari-hari. Kini ia harus melihat teman kencannya berubah menjadi seorang manusia serigala.
Liffi menahan napasnya dan menelan ludahnya berkali-kali karena tegang. Tapi ada satu hal yang membuat Liffi heran, kenapa dia tak ingin melihat Sadewa terluka?
"Good, Boy." Shiera menyeringai senang, lalu melompat gesit dan menendang Sadewa, berjongkok dan menendang Sadewa lagi. Shiera mempermainkan tubuh kekar Sadewa dengan kecepatannya.
Sadewa menahan tiap-tiap serangan dengan tangannya, menunggu timing yang tepat. Sadewa menghitung jeda serangan Shiera, dan menangkap kelemahannya. Shiera selalu berhenti pada hitungan ke 8 untuk mengambil pijakan.
"GRRRAAWW!!!" Sadewa menarik tangan Shiera, membantingnya ke bawah. Dengan brutal Sadewa memberikan pukulannya di wajah Shiera.
"Shiieraaa!!!" Dominic langsung berubah menjadi serigala besar dan menerkam Sadewa.
Sadewa tercabik dan mundur ke belakang. Lukanya mengangga sangat besar, darah mencuat dari luka itu, menetes tanpa henti. Liffi menutup mulut, hatinya sakit melihat Sadewa terluka.
Shiera terbatuk, ia memutahkan darah. Dominic membantunya bangkit, mengelus punggung wanita itu. Amarahnya semakin tersulut karena Sadewa melukai mate-nya.
"Akan ku bunuh dia, tunggulah!! Jangan ikut campur." Dominic bangkit dan kembali berubah menjadi seekor serigala.
Serigala abu-abu besar itu mengamati Sadewa yang terluka dengan mata kuningnya yang menyala. Sadewa melirik ke arah bulan, tinggal sedikit lagi bulan tertutup. Mereka berdua akan sama-sama kehilangan kekuatannya. Tapi berbeda dengan dominic yang membawa mate-nya, Sadewa tidak bisa dengan mudah menyembuhkan diri.
Sadewa melirik Liffi, mata birunya kembali menyala. Walaupun harus mati, Sadewa ingin melindungi Liffi.
"Majulah." Sadewa bangkit, menahan luka dan napasnya yang naik turun tak beraturan.
Dominic dengan tubuh serigalanya berlari menghantam Sadewa secara langsung. Sadewa menahan kedua rahang Dominic, tubuhnya mundur beberapa meter kebelakang. Terseret oleh dentuman hasil terpaan Dominic. Otot-otot lengan Sadewa menegang karena menahan kekuatan Dominic yang terus mendorongnya.
"Aaarrggghhh!!" Sadewa berteriak saat otot-otot lengannya robek.
Dominic langsung mengigit bahu Sadewa dan melemparkannya. Sadewa meringkuk menahan sakit di sekujur tubuhnya.
Sampai di sini sajakah kekuatannya? Sampai di sini sajakah batasan tubuhnya? Kalau saja bukan karena gerhana bulan, apakah dia bisa menang dari Dominic?
Sadewa mengglepar kesakitan, namun tetap berusaha bangkit. Dadanya yang bidang masih mengeluarkan darah karena gigitan Dominic barusan. Sadewa terus melirik ke arah Liffi, berfikir bagaimana caranya untuk menyelamatkan gadis malang itu?
"Lihat ke arah mana kau brengsek??!!" teriak Dom, ia kembali menjadi seorang manusia serigala.
Sadewa bangkit, walaupun lemas otot-otot tangannya mulai kembali menyatu. Ia menahan bahunya yang terluka. Menanti serangan Dominic berikutanya.
"Hentikan!!!!" Liffi memasang badannya di depan Sadewa.
Sadewa tercengan kaget, ia tak menyangka Liffi akan berada di depannya. Dominic menghentikan kecepatannya dan mulai berjalan.
"Hentikan!! Apa kau tak melihat dia sudah terluka?? Tak bisakah kau mengampuni nyawanya?!" Ada getaran dalam nada suara Liffi, namun Liffi tak bergeming, tetap memasang badannya untuk Sadewa.
Dominic menekuk lehernya ke kanan dan ke kiri, mengamati gadis kecil pemberani yang maju menghadang langkahnya. Dominic masih berjalan mendekat, membuat kaki Liffi terasa sangat lemas.
"Tolong ampuni nyawanya!! Apakah kau tak punya prikemanusiaan?" Liffi memohon.
"Hahahaha, kami memang bukan manusia, kid!!" Dominic tertawa dengan lantang, ia berdiri di depan Liffi.
"Pergilah, Liffi!! Kau harus selamat." Sadewa berbisik di tengkuk Liffi, napasnya sangat panas dan menderu.
"Tidak, Sadewa, kau juga harus selamat. Atau hatiku akan terasa sangat sakit." Liffi sedikit menoleh, ada dorongan dari dalam jiwanya. Ia sangat ingin melindungi Sadewa, tak rela melihat Sadewa merasakan rasa sakit itu sendirian.
"Ironi, seorang Pet memohon untuk keselamatan, Tuannya." Dominic mengangkat dagu Liffi, Liffi membalas tatapan mata Dominic.
"Wajahmu sangat tidak asing, Kid!! Matamu terlihat sangat mirip dengan-nya." Dominic tanpak keheranan saat memandang bola mata Liffi.
"Siapa?" Liffi bertanya, siapa yang mirip dengannya?
"Seseorang yang telah mati belasan tahun yang lalu. Lagi pula apa perlunya kau tahu saat kau akan mati sebentar lagi?" Dominic menyeringai dan mengangkat lengannya, merubah kukunya menjadi semakin tajam dan panjang.
Dominic mengayunkannya dengan sekuat tenaga, ia akan membelah Liffi dalam satu kali ayunan tangannya. Liffi hanya bisa tertunduk, memejamkan mata menunggu ajalnya.
oooooOooooo
Hallo, Bellecious
Jangan lupa vote ya 💋💋
Tinggalkan jejak kalian dan beri semangat untuk Belle ♥️
Follow IG untuk keep in touch @dee.meliana