Karena kedatangan Istvan beberapa hari yang lalu, Luna menjadi semakin bersemangat merancang gaun buatannya, hampir berjam-jam ia menyibukkan diri di ruang kerja, menggores di kertas sketsa.
Kadal hitam yang sedari tadi merayap bolak-balik gelisah, ia lapar, tapi sekarang ia dianggap seperti benda mati oleh Luna.
Mana makanannya? Di mana kudapan sore miliknya?
Yang lebih penting, di mana daging dan mie yang dijanjikan untuknya setiap hari?
Setiap kali ia menyelinap ke ruang kerja Luna, ia mendapati wanita itu sibuk dan tidak mau bergerak dari tempatnya bahkan hanya untuk menggeser gelas yang sudah kosong.
Aodan tidak suka situasi ini.
Kadal itu merayap menaiki meja yang penuh dengan sobekan kertas, ia mengibaskan ekornya dan mengaitkan pergelangan tangan Luna dengan ekornya.
"Apa?" Luna melepaskan ekor kadal dan meremasnya dengan pelan. "Kau sudah kuajari cara memesan secara online …."
Kadal hitam mendesis tidak setuju, merangkak naik memanjat dan bersandar di bahunya. Aodan berpikir dengan otaknya yang kecil, kira-kira kapan Babunya ini peka.
Luna tertegun sesaat, menyadari jika Aodan bersikap sedikit manja padanya. Wanita itu bersandar di kursi dan menatap lurus ke luar jendela.
Matahari sore bersinar terang, menembus tirai tipis yang menutupi kaca, tanaman kaktus berjejer di depan terlihat bermandikan dengan cahaya emas.
"Oke, aku sepertinya memang terlalu bersemangat." Luna bangkit berdiri dan menyadari jika kakinya kram. "Sudah berapa lama aku duduk?"
Aodan mendesis, terlalu malas dengan pernyataan konyol Luna.
"Aku lelah saat ini, mari kita pesan makanan saja. Aku ingin ayam goreng dan burger."
Luna melangkah menuju ruang tamu dan menjatuhkan dirinya ke sofa, meraih ponsel yang hampir tidak ia sentuh seharian ini. Begitu ia membukanya, Luna melihat ada banyak panggilan tak terjawab dari nomor asing.
Luna tidak ambil pusing, mungkin itu Gerald atau Rachel yang ingin mengganggunya, setelah memesan makanan, ia meletakkan ponsel kembali di atas meja.
BOF!
"Itu berbunyi sejak tadi." Aodan tiba-tiba berubah menjadi manusia, duduk di samping Luna dengan tubuh yang hampir menempel satu sama lain. "Kenapa kau mengunci layarnya?"
Karena terkunci, Aodan tidak bisa lagi mengutak-atik ponsel Luna. Kadal itu sedikit kecanduan menghapus kontak laki-laki dari ponsel Luna. Tidak ketinggalan ia juga menghapus segala sesuatu yang berhubungan dengan Gerald sampai ke akar-akarnya.
"Itu karena seseorang menyentuh dan menghapus isinya." Luna menggeser tubuhnya. "Jangan dekat-dekat, tubuhmu terlalu dingin."
"Aku hanya membantumu membersihkan sampah, atau kau masih memiliki hati padanya?"
PLAK!
Luna menampar bahu Aodan, kadal hitam ini mulutnya tidak bisa dikendalikan sama sekali. Ia terlalu jujur mengatakan segala sesuatunya.
"Jangan bicara tentang sampah di rumah ini, membuatku jijik."
Aodan menatap ponsel Luna, sepertinya ia harus membeli ponsel juga, kalau hanya mengandalkan Luna maka ia tidak akan bisa beradaptasi di peradaban yang aneh ini.
Ponsel Luna berdering dan panggilan berasal dari nomor asing yang sama, Luna menjadi penasaran dan menerimanya.
"Halo?"
"Oh, akhirnya kau menjawab!" Seseorang langsung berseru. "Apakah kau ingat aku?"
"Ya … um sepertinya," sahut Luna dengan bingung, ia berpikir sebentar sebelum menyadari jika suara yang terdengar itu seperti suara manager Istvan. "Anda … manager Istvan?"
"Ya! Ya! Itu aku!" Sang Manager berseru lagi. "Apa kau melihat internet? Gaun yang dipakai Istvan mendapat banyak pujian!"
Punggung Luna langsung menegak, matanya berbinar-binar dan melirik ke arah Aodan.
"Yang benar? Anda tidak bercanda, kan?"
"Tidak, tidak! Ini benar-benar pujian, aku ingin kita mendiskusikan beberapa hal, apa kau ada waktu?"
"Ya, datanglah ke butik kapan pun." Luna tidak dapat menahan antusiasnya, ia hampir bersorak ke arah Aodan.
Aodan mencibir, ia menggeser tubuhnya hingga mereka berdua saat ini ada di tempat yang berjauhan. Setelah ini ia pasti akan diabaikan lebih dari yang tadi oleh Babunya.
Luna sesaat terlibat percakapan yang serius dan terus berbicara beberapa menit, setelah itu ia mematikan ponselnya sambil bersenandung gembira.
"Kau dengar tadi? Sepertinya rancanganku disukai orang banyak!"
Luna melirik Aodan sekilas, lalu sibuk menjelajahi internet dan menemukan ulasan pesta yang dihadiri oleh Istvan kemarin.
Acara yang dihadiri oleh Istvan adalah pesta tahunan model dari seluruh penjuru negeri berkumpul, rupanya gaun yang dikenakan olehnya menarik perhatian dan mendapatkan beberapa ulasan positif. Popularitas Istvan sekarang semakin naik dan semua orang membicarakannya di internet.
Luna merasakan kegemberiaan yang luar biasa dan perasaannya menjadi bergejolak. Meski tidak ada satu artikel pun yang menyinggung perancang gaun yang dipakai Istvan, Luna tidak merasa kecewa sama sekali, karena dengan ini maka langkah awal dari karirnya dimulai!
Akhirnya gaun yang ia rancang bisa dipakai dan dilihat oleh banyak orang, dan yang lebih penting, orang yang memakainya bukan Rachel.
Luna terlalu larut dalam kegembiraan, ia mengabaikan Aodan yang berusaha memberinya berbagai macam kode agar segera memesan makanan tambahan, termasuk memandang Luna dengan wajah memelas.
Hingga Aodan kesal sendiri dan ia duduk dengan gelisah.
"Aku pergi saja kalau begitu." Aodan bergumam samar, ia berdiri dan memperhatikan Luna yang sibuk dengan ponselnya.
Luna menyipitkan matanya dan melihat kadal jadi-jadian ini dari ujung kepala hingga kaki.
"Kemana?"
"Ke suatu tempat." Aodan menatap Luna, seolah sedang menunggu seperti apa reaksi wanita itu dengan perkataannya. "Apa kau melarangku pergi?"
Luna tersenyum miring, apa kadal jadi-jadian ini sedang merajuk?
"Tidak, pergilah." Wanita itu melambaikan tangannya, berpura-pura tidak peduli. "Kalau bisa jangan kembali."
"Kau mengusirku lagi," gerutu Aodan mengerutkan keningnya tidak setuju. "Aku hanya keluar sebentar, aku tidak akan pergi dari rumah ini. Kau masih berhutang pertolongan dariku."
"Terserah." Luna mendengkus, dalam hati merasa lucu dengan raut wajah sang kadal.
"Oke, kalau begitu jangan memanggil namaku kalau aku tidak ada." Aodan mengangkat dagunya. "Jika terjadi sesuatu atau ada orang jahat datang padamu, jangan panggil aku!"
Luna mendengkus untuk yang kedua kalinya, apa Aodan pikir dia akan ketergantungan dengan dirinya? Jangan mentang-mentang ia memberikan Luna emas jadi ia benar-benar menganggap Luna sebagai orang yang tidak bisa apa-apa.
Kadal yang merajuk ini sepertinya sangat merepotkan untuk diurus, tapi Luna cukup menikmati tingkah Aodan.
Wanita itu sengaja tidak menanggapi, ia kembali sibuk dengan dengan ponselnya. Raut wajah Aodan semakin jelek, ingin berkata-kata lagi tapi ia takut kalau Luna benar-benar akan mengusirnya.
"Aku pergi."
Luna tidak menjawab.
"Aku pergi, nih."
Luna masih tidak menjawab, seolah-olah ia tidak mendengar apa pun.
"Aku ... aku benar-benar pergi!"
Aodan berjalan keluar dengan kesal, padahal tadi ia berharap Luna akan melarangnya pergi, tapi ternyata wanita itu tidak peduli dengannya. Sepertinya karena insiden ia memanggil Luna Babu wanita itu menjadi dendam padanya.
Laki-laki itu keluar dari rumah dan mengabaikan beberapa pasang mata yang menatapnya dengan penasaran, ia berjalan menerobos kerumunan manusia menuju suatu tempat.
Dia lapar, sangat lapar sampai-sampai ingin menggigit apa pun yang terlihat enak di matanya. Restoran cepat saji yang pernah ia kunjungi terlihat dari kejauhan dan aroma yang menggiurkan itu mulai tercium di hidungnya.
"Hah."
Aodan tiba-tiba menghentikan langkahnya, ia mengusak kepalanya dengan kasar dan berjongkok di pinggir jalan.
Dia lupa kalau semua uang penjualan emas ada di tangan Luna.
Dia ... tidak punya uang sepeser pun.