webnovel

Gelaran atap runtuh

Kusampaikan salam pada alam yang berkicau. Kata apa yang paling hebat untuk menyampaikan dua warna dalam ruang yang berbeda? Hati ini mulai meraba kasih yang tak terlihat. Sunyi sepi senyap adalah terlihat jelas dalam pandangan.  Namun bayangan pengap selalu hadir disetiap jalan.

Hari ini adalah hari Jumat, aku berada dalam ruangan kelas yang sepi

"Tak tak tak.." suara langkah sepatu terdengar di depan pintu.

"Hai, selamat pagi nak" ucap pak Jono

"Selamat pagi Mbah"

"Enggak bareng sama nak Sandi?"

"Enggak Mbah, Sandi mungkin agak siang"

"Hati hati nak, Mbah pergi dulu ya"

"Baik Mbah"

Kenapa dengan Mbah Jono? Kenapa dia begitu khawatir terhadapku.

Aku berjalan menelusuri tangga ke lantai 2 untuk menemukan ruangan cocok untuk latihan gabungan.

Ketika dalam perjalanan, aku sempet ingat hp ku tertinggal di kelas. Jadwal kelas hari ini cukup padat, banyak ruangan yang masih dipakai yang berhubungan dengan kegiatan sekolah. Aku kembali ke kelas ku. Dan tak lama dari sana  Ana memanggilku didepan kelas

"Ci, Lo kemana aja?"

"Habis dari lantai 2 cari ruangan rapat kumpulan nanti" jawabku.

"Jadi hari kumpulan?"

"Jadi aku udah nyari ruang kelas"

"Lo nyari ke atas? Kenapa gak di bawah"

"Dibawah katanya di pake semua"

"ruangan penuh semua? Gak mungkin, orang orang baru aja dateng bersamaan denganku"

"Oh ya?" Tanyaku heran

Akupun sempat melamun memikirkan sesuatu. Apa benar orang orang baru saja datang?

"Ci" Sandipun menepuk pundak ku dari belakang

"Kenapa kamu ninggalin aku"

" aku takut kesiangan"

"Ini baru jam 06. 00 pagi kurang 5 menit. Yaampun kamu kesini jam berapa? Nanti kalau berangkat sekolah aku jemput ya. Aku janji gak  bakalan kesiangan lagi".

"Hmmh" ucapku mengangguk

Apa jamku benar benar mati? Tapi aku lihat jam di rumah sama dengan jam tangan dan jam di hp ku. Siapa orang orang yang berjalan berdampingan denganku saat tadi pagi? Sudahlah aku tidak mau terlalu khawatir tentang itu. Aku sudah menyebarkan kelas untuk dipakai latihan gabungan.

"San, udah sarapan?"

"Belum"

"Ayo ke kantin aku juga belum sarapan"

"Oke, ci kamu gak apapa?"

"Enggak"

"Beneran?"

Kamu gak sakit kan?"

"Aku baik baik aja. Ayo"

Aku dan Sandi pun sarapan di kantin, dilain tempat Ana dan Santi ngeprint materi di ruang Pramuka. Novi Ratih dan Diki mungkin agak siangan datang ke sekolah.

Sesudah Aku dan Sandi sarapan, aku melamun memikirkan sesuatu, ada apa dengan hari ini aku sangat bingung dan cukup lelah untuk menerjemahkan keadaan?

Bel masuk pun berbunyi, kami belajar seperti biasa. Persentasi kelompok dimulai, kami bergabung dengan kelompok masing masing yang sudah dibagi.

"Ra, ayo sini"

"Bentar gue bawa pulpen buku dulu".

"Ci mau kemana?"

" Mau ngambil minum di tas"

"Oh banyak banget tugas hari ini, belum persentasi kelompok."

"Ya betul, aku aja pusing"

Namun entah mengapa belajar hari ini terasa begitu cepat, kami pun belajar dengan kelompok masing masing sambil berdiskusi.

Bel istirahat pun terdengar jelas. Langkah kaki ku terhenti saat bel istirahat dan suara jam dinding tua berbunyi secara bersamaan. Pandangan mataku kosong. Terlihat bayangan hitam melewati depan kelasku.

Keringat dinginku mulai terasa ditangan, entah itu karena ruangan kelas yang dingin atau benar benar rasa takutku sehingga membuat suhu tubuhku tak beraturan.

"Ci, Lo gak apapa? Ayo istirahat?"

Tepukan tangan Ratih membuatku sadar penuh

"Gak apapa Ra, ayo ke kantin"

"Gak bareng Sandi?"

"Dia ke toilet dulu Ra, paling dia nyusul ke kantin nanti aku SMS."

Aku dan Ratih pergi ke kantin, tak lama teman temanku menyusul.

"Jadi kan hari ini kita rapat buat latihan gabungan?"

"Jadi Na"

"Lo udah bawa barang barang perlengkapan?

"Belum ti, Lo Ra?"

"Gua juga belum, Citra aja mungkin yang udah siap dan lengkap buat rapat kumpulan latgab"

"Kamu belum San?"

"Hee belum ci, aku kan bangun kesiangan jadi buru buru lupa gak dibawa"

"Yaudah kalian pulang aja dulu, aku nunggu di ruang Pramuka aja"

"Oke"

Bel masuk pun berbunyi, aku, Ratih Santi, Novi, Ana, Diki dan Sandi langsung pergi menuju kelas untuk mengikuti mata pelajaran selanjutnya.

"Ci, tunggu" lengan kanan ku dipegang Sandi. Akupun membalikkan badanku

"Ada apa San" tiba tiba Sandi pun jongkok di hadapanku

"Tali sepatumu lepas, aku benerin. Nahh.. selesai"

"Makasih"

"Sama sama"

"Kenapa kamu ikatin tali sepatuku?padahal aku bisa sendiri, tinggal kamu kasih tau"

"Gak apapa, ikatan tali sepatumu kurang kuat, bisa kebuka lagi, nanti keinjek orang lain kamu bisa jatuh"

Akupun tersenyum mengangguk lalu memegang tangannya dan menuntun Sandi masuk kelas. Entah apa yang membuatku seberani ini jika berhadapan dengan Sandi. Sandi pun hanya bisa geleng geleng kepala melihat kelakuanku yang sekarang ini.

Ruang kelas pun terasa sunyi, entah apa yang membuat fikiranku sedikit kacau, padahal aku tidak bangun kesiangan, malah kepagian.

Selama jam pelajaran, hatiku benar benar kacau

"Kaki Lo gak bisa diem Ci, kebelet pipis?"

"Enggak Ra, cuma banyak fikiran"

"Sandi selingkuh?"

Mataku langsung melotot ke arah Ratih

"Dugaanku pasti salah, terlihat dari keluar mata bulatlo pasti bukan tentang Sandi. Gak mau cerita?"

"Gak tau Ra hari ini aku gelisah"

"Kenapa?"

"Gak tau"

"Minum dulu, tarik nafas panjang, nih minumnya"

"Makasih Ra"

"Sama sama, kalau Lo udah siap cerita sama gue"

"Hemmh"

Ratihpun tiba tiba pindah ke bangku Sandi, entah apa yang mereka bicarakan. Aku tidak mendengarnya. Lalu Ratihpun kembali.

"Ngapain ke meja Sandi"

"Idihh Lo cemburu Ci?" Sambil nyenggol lenganku

"Kepo aja"

"Ohhh kepo atau kepo"

"Kalau gak mau bilang, yaudah"

"Yee Lo gitu aja marah"

Akupun memperhatikan wajah Sandi, lalu pura pura tak melihat lagi. Sepertinya aku ketahuan, Sandi tadi melirikku.

"Dik, gua titip list barang ya yg mau gue bawa, Lo tinggal ngambil di ruang tamu, tanya aja bibi Atun"

"Oke, Lo San kenapa tiba tiba.."

" Enggak apapa, gue males aja"

Bel pulang pun berbunyi.. semua siswa pulang secara berhamburan dikarenakan lokasi lapangan mau disteril kan untuk akreditasi sekolah yang akan berlangsung 2 Minggu lagi, namun beberapa organisasi sempat sempatnya membuat acara latihan gabungan untuk hari Minggu, dan untungnya di izinkan pihak sekolah.

"Ci, Lo langsung aja ke ruang Pramuka, nanti beres beresnya bareng aja ya, simpan aja barang barang Lo disana, gue sama Diki pulang duluan ya. Bye"

"Duluan Ci" ucap Diki

"Oke, aku ke ruangan"

Tiba tiba Sandi pun menepuk pundak ku

"Ci, bentar, mau pesen makan apa?"

"Kamu gak pulang San?"

"Barangku dititipin Diki. Males pulang, hehe.. buruan laper nih"

"Nasi Soto aja sama jus mangga"

"Oke"

"Mana tas kamu San?"

"Kenapa?"

"Aku bawain"

"Gak usah"

"Gak ada penolakan, mana? Kamu udah beliin aku makanan. Giliran aku yg bawain tas kamu"

"Ada ada aja"

"Sini aku bawain ke ruangan"

"Oke makasih"

"Sama sama."

"Tungguin aku disana ya, jangan kemana mana"

"Hmmh" Akupun mengangguk

Kita pun berpisah di depan kelas, aku berjalan sendiri ke ruangan Pramuka dan Sandi pergi ke kantin.

Tibalah di ruang Pramuka, ruangan nya enggak terlalu sempit, tapi kalau kursi kursi tua ini disingkirkan, pasti lebih leluasa. Akupun mencoba berinisiatif membereskan ruang Pramuka dari mulai menyapu lantai sampai mengeluarkan kursi tak terpakai di ruang Pramuka.

"Aku rasa kursi ini perlu disimpan di gudang" Akupun berjalan keluar ruangan sambil membawa kursi tua, berniat untuk menyimpan di gudang belakang sekolah.

Hari ini cuaca begitu cerah, sampai sampai aku tak bisa melihat ke arah pinggir sebrang sana siapa yg sedang berdiri memperhatikanku. Akupun berjalan terus sambil mengangkat kursi tua itu. Tibalah di gudang

"Kriettt" Akupun membuka pintu gudang di taman belakang

"Huh, lumayan cape juga" Akupun masuk sambil membawa kursi itu ke gudang.

"Kriettt, cekrek" tiba tiba pintu gudang terkunci.

"Hallo, siapa diluar? Jangan bercanda. Tolong buka pintunya"

"Toloooong"

"Tolong bukain pintunya"

Kursi tua yang ada di dekat dinding tiba tiba patah kakinya.

"Tolong buka, jangan bercanda"

Tiba tiba kaki ku ditarik ke dekat kursi tua yang di dekat dinding.

"Tolong" aku berteriak sekeras mungkin karena tarikan itu begitu kuat sehingga menyebabkan aku jatuh dan berbaring terlentang di gudang, Akupun menangis, menutup mataku sambil meminta tolong.

"Tolong"

Namun tiba tiba tarikan itu berhenti, aku mencoba membuka mataku dengan perlahan dan mengintip. Dan Akupun berhadapan pada atap tua yang bolong. Akupun mencoba menarik nafas lega.

"Aaaaa" Akupun berteriak kembali

"Tolong siapapun disana, tolong buka pintunya" Akupun kaget karena dengan tiba tiba Nenek tua dengan wajah yang rata dan berlumuran darah menampakkan dirinya di lubang atap itu, lalu turun melayang mendekati wajahku dan sekarang lebih kurang 5 cm didepan wajahku.

Akupun menangis ketakutan lalu memejamkan mataku berharap pertolongan pun datang.

"Bruuug"

Suara pintu gudang di dobrak

"Yaampun Citra." Sandipun langsung menyingkirkan kursi tua yang menimpa badan Citra.

"Ci, ci .... Lo harus bangun"

"Ci bangun, toloooong tolooong".

"Hallo, Ra cepetan Lo ke gudang belakang sekolah. Bawa perlengkapan p3k juga"

"Lo gak apapa San, gua gak apapa tapi Citra terluka. Gua tutup"

"Yaampun, kenapa bisa berdarah. Kamu ngapain ke gudang Ci. Padahal aku tadi teriak teriak disebrang, tapi kamu gak denger sama sekali"

"Disini benar benar pengap, aku harus membawa Citra keluar dari gudang ini"

5 menit kemudian

"San sandi Lo dimana"

"Gua disini Dik" Dikipun lariembawa kotak P3K

"Citraaa" Ratih Ana Novi dan Santi pun berlari sambil berteriak disebrang taman  belakang.

"San, Citra kenapa?" Ucap Diki

"Gua juga gak tau, gua lari lari disebrang taman lihat Citra bawa kursi ke gudang, dan aku dobrak gudang itu karena gak bisa dibuka. Gua lihat Citra ketimpa kursi tua berdarah, dan tak sadarkan diri"

"San, gimana keadaan Citra" ucap Ana.

"Gua bilang apa San, Lo jagain Citra. Lo gak bisa gua bilangin. Gua titipin Citra sama Lo, karena gua ngerasa ada yang aneh sama dia hari ini."

Ratihpun mendorong Sandi sekuat mungkin sambil menangis

"Ra, Lo harus tenang, Lo bisa aja salah paham" ucap Novi

"Iya Ra, kalau kita semua berantem. Kita gak pernah menemukan jalan keluarnya. Lagian ini mungkin saja bukan sepenuhnya salah Sandi" tambah Santi.

"Ra Ra Ra tenang, sini sama gua dulu. Lo juga harus tenang, tunggu Citra sampai sadar dan suasana memungkinkan" ucap Ana sambil merangkul Ratih.

"Ratih benar Na, ini semua salahku" ucap Sandi

"Lo kuat San, semuanya kita tenang dulu, kita bisa mengobati luka Citra dulu kan? Ini bukan waktunya berdebat" ucap Diki

"Aku setuju. Ayo bersihkan dulu luka yang terlihatnya." Ucap Ana

"Selesai.. sekarang kita bawa Citra ke UKS. Dik, Lo bantuin Sandi buat bawa Citra ke UKS" tambah Santi

Dikipun mengangguk.

"Ayo" ucap Diki

"Enggak, gua bawa Citra sendiri ke UKS".

"Lo jangan egois UKS itu jauh" ucap Novi

Tanpa ba-bi-bu.. Sandi langsung membawa Citra ke UKS.

Semua orangpun mengikuti Sandi.

Tibalah di ruang UKS

Ratih terus menerus menangis tak bersuara di hadapan Citra.

"Citra pasti bangun Ra" ucap Novi sambil menepuk pundak Ratih.

Ana, Santi, Diki dan Sandi menunggu Citra di samping ranjang Citra.

"San, tangan Lo berdarah"

"Hmh? Gak apapa ini luka kecil"

"San, dengerin Diki, kalau Lo terluka Citra juga bakalan merasa bersalah, sama kaya Lo. Bersihin luka Lo, ambil betadin"

Sandipun mengangguk dan pergi membersihkan luka di lengannya.

Tak lama kemudian pak Jono datang ke UKS.

"Nak Citra sebentar lagi sadar, kalian gak usah cemas. Dia hanya kelelahan"

Ucap Mbah Jono menenangkan.

Semua orang pun paham dengan situasi seperti ini.

"Saya pamit dulu, kalian jaga diri baik baik. Mbah selalu mendoakan keselamatan kalian".

"Terimakasih Mbah" ucap Ana, Ratih, Novi, Diki dan Santi.

"Kamu sudah berusaha menjaga nak Citra, jangan merasa bersalah" ucap Mbah Jono sambil menepuk pundak Sandi

"Terimakasih Mbah" ucap Sandi sambil mendekati ranjang Citra.

Beberapa menit setelah kepergian Mbah Jono, Citrapun terbangun dari pingsan nya.

"Ci, Lo mau minum" ucap Ratih

"Hmhh" ucapku mengangguk. Sambil bangun dari tempat tidurku.

"Kalian gak usah khawatir" ucapku

"Gue sedih, gue pengen meluk Lo ci, tapi takut Lo kesakitan karena pelukan gue" ucap Ratih

Semua di ruang UKS pun tertawa. Suasana mencair kembali

Ratih dan Sandi kembali seperti biasa, merekapun saling memaafkan.

"Maafin aku, gara gara aku kalian jadi bertengkar" ucapku

"Gua gak marah sama Sandi, tapi gua benar benar marah karena gua gak bisa jadi teman yang baik buat Lo. Peluk gua Ci" ucap Ratih.

"Hemhh teletubis"

"Maafin aku juga Ci" ucap Sandi

"Hemmh"

Sekarang aku mengerti, apa yang dinamakan dengan persahabatan. Itu luar biasa adanya.. berada dengan sahabat sahabat dekat yang saling menyayangi dan mensupport satu sama lain.

Aku benar benar tak ingat apa yang sudah terjadi sebelumnya padaku. Karena yang aku tau, aku terbangun jidatku sedikit terluka, dan badanku sangat sakit seperti habis olahraga berat.

Mungkin aku pingsan dan kelelahan tertumpuk kursi di gudang.

#to be continue

Próximo capítulo