webnovel

Perempuan Jalang

"Bagaimana lukamu, Alexa?"

Itulah hal pertama yang dikatakan Mike setelah melihat ada Alexa di sana. Nada khawatir dan ekspresi bersalah bisa terlihat jelas di wajahnya. Apalagi, ada kain kasa yang melilit di tangan kiri Alexa. Mau tak mau, dia mengira jika lukanya cukup parah hingga harus dililit dengan perban.

"Tidak apa-apa. Sepertinya sudah hampir kering," balas Alexa sambil menyembunyikan tangannya.

Dia sama sekali tidak berbohong. Bahkan Alexa berencana melepas kain kasa itu dari tangannya besok, meski kainnya akan dililitkan lagi jika dia akan pergi keluar. Itu dilakukan supaya membuat tuannya percaya jika Alexa sudah hampir sembuh dan melakukan kegiatan seperti biasa. Jujur saja, dia bosan berdiam diri tanpa melakukan kegiatan apapun selain membaca buku atau tiduran dan menonton televisi.

Di sebelahnya, Skylar tidak mengubah posisi duduknya. Dia masih bersandar nyaman sembari memerhatikan para koki yang duduk satu per satu di kursi di seberangnya. Biasanya, sebagai pemilik tempat ini, Skylar selalu duduk di kursi ujung. Namun karena kali ini hanya berhadapan dengan beberapa orang saja, Skylar tak mau repot-repot duduk di ujung ruangan.

"Jujur saja, aku masih tidak habis pikir kenapa bisa terjadi kecelakaan kerja di dapur seperti beberapa hari yang lalu. Sampai sekarang, aku tidak mendapat penjelasan sama sekali." Pemuda itu angkat bicara setelah para koki yang dipanggilnya duduk.

Meskipun Skylar sudah mendapat gambaran jelas berdasar cerita yang diberikan Alexa, dan dia juga sudah bicara dengan kepala koki, namun dia masih butuh penjelasan dari orang yang bersangkutan.

Skylar berharap mereka tidak menganggap enteng masalah ini hanya karena dia tidak langsung turun tangan setelah kecelakaan terjadi. Dia hanya sibuk dan tidak sempat meminta penjelasan pada mereka seperti sekarang.

"Sejujurnya kami tidak terlalu memerhatikan karena sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Saat itu mendadak terdengar suara keras dan disusul panci yang jatuh, barulah kami baru mengetahui apa yang terjadi, apalagi Emy langsung berteriak," kata salah satu koki, disusul dengan anggukan koki lainnya, kecuali satu orang.

"Waktu itu saya sedang mengajari Alexa soal caranya menghias kue, dan memang saya yang meminta Alexa membuatkan karamel. Seharusnya saya menyuruhnya lebih hati-hati dan mengawasinya lebih baik. Maafkan saya, Tuan Fitzroy … Tolong jangan pecat saya…"

Skylar baru sedikit membulatkan matanya.

"Tidak, tidak. Aku tidak menyalahkanmu. Aku juga tidak akan memecatmu," katanya menenangkan sambil tersenyum tipis ke arah Mike. Justru Skylar harusnya berterima kasih atas responnya yang cepat menangani luka bakar Alexa.

Kemudian, pemuda itu melirik ke arah koki perempuan di samping Mike. Ketika pandangan mereka bertemu, Emy menjadi tidak fokus dan menggigit bibir bawahnya. Pandangannya diturunkan. Jantungnya berdebar cepat, entah karena senang bertemu pandang dengan Skylar atau karena takut dicerca habis-habisan jika ketahuan dialah pelaku yang menyebabkan kecelakaan kerja beberapa hari lalu.

Sayangnya, dia tak punya kesabaran untuk menunggu wanita itu bicara sendiri, alih-alih bertingkah seperti anak sekolahan yang malu-malu ketika tak sengaja bertemu pandang dengan pujaan hatinya.

"Jangan diam. Kau punya kewajiban memberi penjelasan di sini." Nada yang digunakan oleh Skylar terdengar dingin dan ketus. Koki lain yang hadir pun segera diam seribu bahasa, lantas menatap pada Emy.

Sebagai orang yang mendapatkan kalimat dingin dan tak sabaran, Emy merinding. Seolah-olah dia bisa merasakan kemarahan hanya dari kalimat yang ditujukan padanya.

"Sa-saya tidak bersalah…" katanya lirih, kemudian mulai mengangkat wajahnya, menatap pada Skylar. "Saya tidak tahu apa-apa. Saya tidak bersalah karena dia melukai dirinya sendiri." Perlahan, nadanya naik.

Mendengar itu, Skylar mendengus.

"Tidak satu orang yang mengatakan kalau Alexa jatuh karena kau tabrak. Daripada menyalahkan orang lain, seharusnya aku yang bertanya, kau punya mata tidak?"

Sebagai orang yang tahu betapa buruk mulut Skylar ketika pemuda itu sedang kesal, Alexa dan Smith menahan napas, lalu menatap ke arah lain. Sementara itu, koki lainnya tercengang. Apabila kalimat bisa membunuh, mungkin Emy sudah mati sekarang.

"Tapi itu bukan salah saya! Saya punya pekerjaan dan saat itu sedang sibuk! Kalaupun membuatnya jatuh, saya tidak sengaj—"

"Kalau tidak sengaja, apa kau sudah minta maaf?" sela Skylar tanpa menunggu Emy selesai bicara. Dia sudah menduga jika alasan 'tidak sengaja' pasti digunakan sebagai kambing hitam, yang mana adalah sebuah alasan konyol.

Ekspresi wanita itu langsung berubah keras. Skylar bahkan bisa membaca ekspresinya yang seolah mengatakan tidak sudi minta maaf pada Alexa. "Lagipula, aku sudah memastikan pada kepala koki agar tidak memanggil Alexa ke bawah jika dapur sedang sibuk. Memangnya kau sibuk apa? Sibuk memikirkan cara mencelakai orang?"

Wajah Emy memerah karena malu. Dia tak bisa berkata-kata mendapatkan pertanyaan balik dari Skylar. Semua kalimatnya masuk akal, dan memang keadaan dapur tidak sedang sibuk. Lagipula, tidak ada koki lain yang membelanya.

"Kalau kau minta maaf padanya sekarang, aku akan memecatmu secara baik-baik." Skylar kembali bicara setelah wanita itu diam tak berkutik. Kalimat ancamannya kini membuat wajahnya pucat, namun mulutnya membuka, siap melawan.

"Kenapa saya yang harus minta maaf padanya?!" Emy berteriak sambil berdiri. Satu tangannya memukul meja, lalu tangan lainnya menunjuk pada Alexa.

"Kalau tidak minta maaf, akan kupastikan kau tidak bisa bekerja di restoran besar manapun di London dan sekitarnya. Atau di seluruh Britania bila perlu."

Dia bisa memberikan catatan buruk pada alasan pemecatan, dan Skylar punya cukup banyak koneksi pada restoran-restoran besar maupun restoran berbintang Michelin, lalu memastikan mereka tak akan mau menerima bekas pegawai yang dipecat dari hotelnya.

Asal tahu saja, Skylar bisa menambahkan alasan bila Emy menguntit dirinya, sebagai pemilik tempat ini.

Memang caranya kejam, tapi dia juga memberikan pilihan lain yang memudahkan.

Skylar menikmati perubahan ekspresi 'tersangka' di depannya.

"Anda tidak bisa memecat saya begitu saja! Tidak ada bukti kalau saya yang melakukannya!"

"Kalau kau memang tidak salah, harusnya kau tidak sungkan untuk minta maaf."

Emy mengernyit, gigitnya gemeretak. "Harusnya dia yang minta maaf pada saya! Lagipula, Anda pasti sudah dibohongi oleh perempuan jalang itu!"

Napas Alexa langsung berhenti begitu mendengar kata 'perempuan jalang'. Mata para koki lain melebar. Pandangan Skylar semakin tajam. Meski kalimat itu tak ditujukan untuknya, dia merasa marah. Tidak ada yang boleh menghina pelayannya, terlebih di depan mukanya seperti ini.

Pemuda itu pun berdiri perlahan. "Baiklah. Kuanggap kau memilih pilihan terakhir. Kau dipecat. Mulai besok kau tidak diizinkan masuk ke dapur lagi. Kalian dengar?" Mata Skylar menatap kokinya satu per satu. Tujuannya mengundang mereka kemari adalah memberitahu secara tidak langsung jika salah satu rekan mereka dipecat, sehingga bisa mengusirnya dari dapur jika besok masih tetap nekat datang.

Tangan Skylar terulur, meraih tangan Alexa dan mengajaknya berdiri. Gadis itu pasti ingin menangis dan merasa ingin menghilang dari sana. Skylar bisa menebak apa yang gadis itu rasakan. Dia sendiri pun merasa marah walaupun kalimat dari Emy tak ditujukan padanya.

Dia menggandeng Alexa menuju ke pintu, berniat keluar dari ruangan. Namun sebelum Skylar pergi, dia berkata dengan suara jelas, "Kusarankan kau alih profesi. Kecuali kau tak keberatan bekerja di restoran kecil dengan dapur kumuh."

Kalimat Skylar diakhiri dengan suara pintu yang tertutup, meninggalkan para koki di ruang rapat. Dia tidak peduli siapa yang akan membereskan ruangan, karena Skylar hanya perlu menyuruh seseorang setelah ini untuk mengecek ruang rapat di lantai 40. Sekarang, prioritasnya adalah kembali ke atas dan memutar otak, memikirkan cara agar gadis yang bersamanya bisa melupakan perasaan sakit hati.

Jujur saja, Skylar tidak menduga jika kalimat itu akan keluar dan ditujukan pada pelayannya.

Tak ada satu pun yang bicara ketika mereka berdua naik ke lantai 50 menggunakan lift. Genggaman tangan Skylar masih belum dilepaskan, bahkan saat mereka menaiki tangga ke lantai 51.

Barulah setelah masuk ke dalam ruangan dan menutup pintu ganda di depan tangga, Skylar menarik tangan Alexa dan memeluknya. Tangannya mengusap kepala gadis itu, berusaha menenangkannya.

Update hampir tengah malam, padahal belum hari Senin? Waduh! Kenapa ya?

Surprise! Saya senang sekali ketika tahu view count novel ini sudah lewat 100 ribu views! Sebagai perayaan, saya kasih bonus satu chapter lebih awal. Jadi, untuk ke depannya, saya akan kasih bonus satu chapter setiap milestone 100 ribu terlewat.

Saya juga mau bilang terima kasih banyak untuk yang sudah kasih review, komentar, dan juga power stone/batu kuasa. Semua dukungan kalian bikin saya makin semangat nulis.

Omong-omong, kayaknya banyak yang suka sama chapter ini. Haha!

Mischaevouscreators' thoughts
Próximo capítulo