webnovel

Mantan Kekasih

Keesokan paginya …

Hari ini, Aiden tidak pergi ke kantor. Ia memutuskan untuk mengistirahatkan matanya sementara. Ia merasa akhir-akhir ini matanya terasa lebih berat dan pandangannya kabur, mungkin karena terlalu lelah bekerja. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk libur selama satu minggu.

Untuk sementara, ia bisa meminta Nico untuk menggantikan pekerjaannya di kantor dan ia hanya akan memantau via telepon.

Saat ia terbangun dari tidurnya, ia menemukan Anya masih berada di pelukannya. Senyumnya merekah melihat wanita itu masih tertidur pulas dalam pelukannya. Ia sama sekali tidak mengubah posisinya dan kembali memejamkan matanya, menikmati pagi hari ini dengan wanita yang berada di pelukannya.

Beberapa saat setelah Aiden bangun, Anya juga terbangun. Saat membuka matanya, ia melihat wajah Aiden tepat berada di hadapannya. Untung saja ia tidak berteriak karena begitu terkejut!

Setelah ia benar-benar terbangun, ia terpana saat melihat wajah Aiden yang masih tertidur. Ketika tidur pun wajah pria itu terlihat sangat tampan. Ditambah lagi, wajahnya tidak terlihat kaku dan serius seperti saat ia bangun. Saat ini wajahnya terlihat tenang dan damai.

Sebenarnya, Aiden tahu bahwa Anya sedang memandang wajahnya tetapi ia sengaja tetap memejamkan matanya. Perasaan ingin menggoda wanita itu muncul dari hatinya, sehingga ia sengaja menggerakkan tubuhnya secara mendadak. Gerakan yang tiba-tiba itu membuat Anya tersadar dari lamunannya dan langsung merasa panik. Ia terkejut, mengira bahwa Aiden terbangun pada saat Anya sedang memperhatikan wajah pria itu.

Setelah memastikan Aiden tidak bangun, ia berusaha untuk melepaskan dirinya dari pelukan Aiden. Kemudian, ia langsung berlari menuju ke kamar mandi seperti kelinci yang ketakutan.

Aiden membuka matanya dan terkekeh saat melihat wanita itu berusaha berlari tanpa suara, seolah berusaha untuk kabur darinya.

'Aku tidak akan pernah melepaskanmu …' pikirnya sambil tersenyum ke arah pintu kamar mandi yang tertutup.

Hari ini mereka kembali sarapan berempat. Hana menyiapkan sarapan dengan sangat ceria, sampai-sampai ia menyiapkan terlalu banyak makanan untuk mereka.

"Tuan, Nyonya benar-benar mengkhawatirkan Anda ketika Anda tidak pulang juga. Ia menunggu Anda hingga larut malam hari itu," keluh Hana dengan suara keibuannya. Ia seolah menegur Aiden karena telah membuat istrinya merasa khawatir.

"Bu Hana!" Anya sedikit menggelengkan kepalanya ke arah Hana, seolah memintanya agar tidak menceritakan hal itu pada Aiden. Namun, Hana mengabaikannya dan hanya tertawa.

Mendengar hal itu, tentu saja Aiden merasa sangat senang. "Apakah kamu merindukanku?" tanya Aiden sambil menaikkan alisnya dan menatap Anya. Entah mengapa hari ini ia senang menggoda wanita itu.

Anya hampir saja tersedak saat mendengar kata-kata Aiden. Ia menatap Aiden dengan mulut menganga, melihat pria itu sedang tersenyum ke arahnya. Mengapa pria ini tiba-tiba saja menggodanya seperti itu?

"Tidak, tidak!" kata Anya dengan spontan. Namun berkebalikan dengan jawabannya, wajah Anya memerah seperti tomat. Hal itu membuat semua orang, termasuk para pelayan yang berada di sekitar mereka ikut tertawa. Aiden juga tersenyum saat melihat wajah merah Anya.

Sarapan mereka diiringi dengan tawa dan keceriaan. Hana juga menceritakan pengalamannya saat menemani Anya menanam bunga pada Aiden dan Harris.

Setelah sarapan, Anya bergegas membantu Hana untuk membersihkan meja dan alat-alat makan. Ia sengaja menghindari Aiden karena malu dengan pertanyaannya tadi. Ia tidak tahu harus menjawab seperti apa jika pria itu menggodanya seperti itu lagi!

Harris menunggu hingga semua orang pergi dari sekitar mereka. Sekarang, hanya ada ia dan Aiden saja yang berada di meja makan, tidak ada orang yang bisa mendengar percakapan mereka.

"Tuan, ada beberapa informasi penting yang ingin saya sampaikan," katanya pada Aiden dengan suara pelan, tidak mau ada orang lain yang ikut mendengar.

Aiden langsung mengangguk saat mendengar hal tersebut dan mengajak Harris untuk membicarakan hal tersebut di ruang kerjanya.

Di ruang kerja, Aiden langsung duduk di kursinya biasa. Harris berdiri di hadapannya sambil memegang catatannya.

"Tuan, orang yang membunuh dokter itu sudah tertangkap," kata Harris.

"Siapa dia?" tanya Aiden, suaranya terdengar sangat dingin.

"Ia hanya orang biasa. Pria tersebut ingin membalas dendam karena masalah pribadi. Ia membunuh sang dokter karena dokter tersebut gagal mengoperasi putranya, membuat putranya satu-satunya meninggal," Harris melaporkannya dengan berhati-hati, sambil terus mengamati ekspresi Tuannya.

Aiden terlihat bersandar di kursi dengan santai, tetapi matanya terlihat tajam bagaikan pisau, seolah siap untuk menusuk siapa pun yang berniat mencelakainya. Suasana di ruangan itu pun terasa menegangkan saat mereka berbicara.

"Tidak ada orang yang menyuruhnya?" tanya Aiden.

"Pria itu mengatakan bahwa tidak ada yang menyuruhnya. Ia mengaku bahwa ia melakukannya karena dendam pribadi dan inisiatifnya sendiri," jawab Harris.

Aiden mengangguk ketika mendengar jawaban Harris. "Bagaimana menurutmu?" tanyanya pada Harris. Harris adalah orang kepercayaan Aiden sehingga Aiden sangat menghargai pendapatnya.

"Orang yang berada di belakang semua rencana ini sangat cerdas. Ia sengaja mencari orang yang memang memiliki dendam pribadi pada dokter tersebut sehingga tidak ada yang mengetahui tujuannya dan jejaknya tidak akan tersembunyi," jawab Harris, mengutarakan pendapatnya pada Aiden. "Tuan, biarkan saya menyelidikinya lebih dalam lagi. Saya bisa mencari tahu siapa akar dari semua kejadian ini!"

"Hmm … Selidiki lagi selama beberapa minggu. Kita akan menentukan langkah selanjutnya nanti," kata Aiden. "Ada lagi?"

"Nyonya Imel terlihat mengunjungi apotek yang meracik obat salep untuk mata Anda," lanjut Harris.

Mendengar nama itu, Aiden langsung mendecakkan lidahnya. Ia terlihat kesal saat mendengar nama wanita itu, "Mengapa wanita itu ada di mana-mana …"

"Kalau Anda mengkhawatirkan obat Anda, saya akan memesankannya di tempat lain," kata Harris. Setelah melihat Imel mengunjungi apotek tempat obat Aiden dibuat, ia sudah mencari tahu beberapa apotek terpercaya lainnya sebagai tempat pengganti. Ia bahkan sudah menyelidikinya untuk memastikan bahwa tempat itu aman untuk Aiden.

"Hmm … Tidak apa-apa. Ambil saja obatnya dari apotek itu. Bandingkan dengan obatku yang lama. Aku ingin tahu apa yang ia berikan padaku," kata Aiden dengan dingin. Kemarahan bisa terlihat di matanya, namun sudut bibirnya melengkung membentuk senyum sinis.

Hanya karena ia buta, bukan berarti ia bisa dipermainkan dengan mudah!

"Baik Tuan," kata Harris. Namun, setelah mengatakannya, ia tidak keluar dari ruangan itu. Sepertinya ada hal lain yang ingin ia katakan tetapi ia merasa ragu.

"Ada apa? Katakan saja," kata Aiden dengan tenang.

Harris berdeham, ingin menyembunyikan kecanggungannya dari hadapan Tuannya dan bergegas untuk menyampaikan informasi selanjutnya pada Aiden. "Raka Mahendra akan segera kembali ke Indonesia."

Raka Mahendra …

Nama itu membuat tubuh Aiden menegang. Tubuhnya yang bersandar di kursi dengan santai langsung menegak. Nama itu, membuat tangannya terkepal dengan erat dan matanya terlihat sangat dingin. Harris merasa tubuhnya bergidik seolah suhu di ruangan itu menurun.

Pria itu akan kembali. Raka Mahendra akan kembali …

Aiden mengibaskan tangannya, menyuruh Harris untuk pergi dari ruangan itu. Melihat isyarat dari Aiden, Harris langsung membungkuk dan keluar dari tempat tersebut, meninggalkan Aiden seorang diri.

Aiden memejamkan matanya dan kembali bersandar di kursinya. Tangannya mengusap wajahnya berulang kali saat ia memikirkan apa yang dikatakan oleh Harris.

Raka Mahendra …

Pria itu adalah mantan kekasih Anya. Satu-satunya pria yang pernah dicintai oleh Anya.

Putra Pertama Keluarga Mahendra akan kembali ke Indonesia.

Bagaimana reaksi Anya begitu ia tahu bahwa Raka akan kembali?

Próximo capítulo