"Pak Kenan sepertinya istri bapak.."
"Istri saya kenapa dok?" Kenan memotong pembicaraan.
"Kami melihat bahwa istri bapak kehilangan banyak darah yang diakibatkan karena pendarahan yang cukup hebat dan nyawanya bisa saja terancam."
"Lakuin apapun dok, lakuin apapun supaya istri saya selamat. Apapun.." Kenan panik dengan air mata disudut matanya.
"Kami akan melakukan transfusi darah tetapi kami masih membutuhkan bantuan bapak dan keluarga barangkali ada yang bergolongan darah sama dengan ibu Jesica.
"Saya dok.." Kay langsung berdiri begitupun Jay karena hanya mereka berdua yang memiliki darah sama dengan Jesica sementara karena faktor usia orang tua Jesica tak dapat membantu begitupun Kenan yang memiliki golongan darah berbeda. Akhirnya tindakan medis kembali dilakukan membuat Kenan tak bisa tenang bahkan dia tak mau melihat anak keempatnya itu. Dia masih memikirkan Jesica hingga anak keempatnya itu diurus oleh kedua orang tuanya. Dia segera menelpon temannya Alex untuk meminta bantuan.
"Ken...ada apa?" Riko dan Dikta datang lalu Pak Damar menjelaskan hal yang membuat Kenan frustasi sekarang.
"Kamu ga papa?" Dariel langsung memeluk Ara saat dia tiba membuat Ara tak kuasa menumpahkan tangisannya yang sedaritadi dia tahan.
"Udah sabar, doain aja ibu kamu." Dariel mengusap pelan punggung kekasihnya itu sementara Dikta dan Riko yang heran tentang kehadiran Dariel tak berniat bertanya.
"Pak..mungkin masih ada kerabat yang bisa bantu lagi?" Suster bertanya pada Kenan.
"Ibu kamu golongan darahnya apa?"
"Dia butuh darah O." Ara masih terisak.
"Saya sus.." Dariel menawarkan dirinya membuat Ara melihat kearahnya.
"Bentar ya.." Dariel melepaskan pelukannya sementara Kenan masih terduduk lemas sambil sesekali menyeka matanya.
"Ken..gimana Sica?" Katerina yang bekerja dirumah sakit langsung menghampiri Kenan.
"Gw ga tahu kat, Sica tiba-tiba ga gerak, dia ga respon omongan gw, dia...dia.." Kenan menundukkan kepalanya menahan tangisannya sendiri.
"Sabar Ken..."
"Gw ga mau kat kalo Sica sampe kenapa-napa, semua salah gw, salah gw yang pingin punya anak lagi."
"Udah-udah, sekarang pasti dokter bakalan ngelakuin yang terbaik kok buat nyelamatin Jesica."
"Dia udah bilang sebelumnya sama gw, dia khawatir sama operasi kali ini, pokoknya gw ga tahu mau apa kalo sampai dia ga ada..." Kenan menangis lagi tersedu dan tak lama Lala datang dengan Dimas dan Dirga. Lala mengobrol sebentar dengan Katerina lalu tak lama Dimas dan Dirga pergi untuk membantu mendonorkan darah mereka berharap cocok dengan Jesica sementara Katerina dan Lala masih menemani Kenan. Setelah menerima Transfusi darah sebanyak 15 kantong keadaan Jesica belum juga stabil bahkan memburuk hingga membuat Kenan semakin frustasi dengan keadaan ini. Hingga Kenan nekat berbicara dengan salah satu perawat disana memohon untuk melihat istrinya lagi berharap ini bukan yang terakhir kali, dengan bantuan katerina dan berbagai pertimbangan Kenan akhirnya diperbolehkan menemui istrinya sambil menggendong anak bungsunya. Air matanya masih mengalir ketika melihat kondisi istruny yang hanya terbaring lemas.
"Sayang, Mas udah tungguin kamu sampe selesai. Mas udah tepatin Janji Mas kamu bangun dong.." Kenan menahan suara tangusnya.
"Kamu bangun sayang, anaknya pingin ketemu kamu. Pingin peluk kamu.." Kenan dengan sedih lalu meletakkan anak bungsunya itu berada dipelukan Jesica.
"Waktu kita cari nama anak kita, kita udah sepakat kalo yang lahir perempuan namanya dari Mas, kalo anaknya laki-laki namanya dari kamu. Ini yang yang peluk kamu namanya Krisan..." Kenan dengan derai air matanya yang deras sementara anaknya kini menangis keras
"Jangan tinggalin Mas kaya gini sayang, Mas ga bisa kalo ga ada kamu, Maafin Mas.." Kenan mengusap pelan kepala Jesica lalu menciumnya sementara Krisan belum juga mau reda dari tangisannya seolah tahu bahwa ibunya tidak dalam kondisi yang baik sementara suasana diluar juga tak kalah menyedihkan. Kay yang biasanya terlihat paling kuat justru terlihat sedih dan sesekali mengusap air matanya. Ditemani sang Opa dia duduk menunggu hasil dari proses transfusi darah yang dilakukan.
"A..aku selalu bikin pusing mommy opa, aku ga pernah jadi anak yang baik buat mommy.."
"Engga, kamu baik kok Kay.."
"Bahkan kemarin aku bikin ulah nabrak orang pake motor bikin Daddy kesel tapi mommy ga pernah marah, aku tahu pasti mommy juga cape sama tingkah aku."
"Kata siapa?mommy kan ga pernah bilang gitu Kay."
"Aku ga mau mommy pergi opa..." Kay mulai menangis sekarang membuat Damar langsung merangkulnya.
"Emang siapa yang bilang mommy pergi?"
"Aku denger Tante katerin ngobrol sama dokternya kalo mommy belum sadar-sadar."
"Ya mungkin butuh proses Kay, mommy kan ga mungkin tiba-tiba sadar gitu aja."
"Tapi kenapa lama?"
"Mommy pasti baik-baik aja Kay.."
"Kalo mommy baik-baik aja Daddy ga akan sesedih itu opa, aku mau ngelakuin apa aja sekarang buat mommy."
"Udah doain aja mommy, opa yakin mommy bisa ngelewatin masa kritisnya."
"Aku pingin liat mommy.."
"Sabar...nanti ada waktunya Kay. Udah-udah tenang." Damar mengusap halus punggung Kay sementara Jay masih diam mematung di samping oma-nya merasa tak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Dia bukannya tak bersedih dia hanya benar-benar terkejut dengan apa yang dialami ibunya dan tak tahu sekarang dia harus berbuat apa. Tatapannya kosong memandang lurus kedepan. Dia melihat kearah sekitar yang menampakkan wajah tegang dan sedih disaat bersamaan menunggu Ayahnya dan dokter keluar.
"Oma, apa ngelahirin itu harus kaya gini?"
"Setiap orang punya caranya masing-masing buat ngelahirin anaknya Jay."
"Apa mommy ga papa di dalem?apa mommy kesakitan oma sampe bikin Daddy nangis?"
"Mommy pasti baik-baik aja Jay.."
"Aku liat darah dikaki mommy Oma, ga mungkin mommy baik-baik aja, wajahnya pucet kaya pasien sakit yang selalu aku liat kalo berobat."
"Tenang Jay, dokter pasti ngelakuin yang terbaik buat sembuhin mommy."
"Kalo mommy ga sembuh gimana?"
"Kok kamu mikirnya gitu?semua bakalan balik ke kondisi yang lebih baik Jay."
"Aku pingin masuk aja, nemenin mommy." Jay beranjak berdiri namun oma-nya langsung menahan langkah kaki Jay.
"Jangan Jay, tenang..."
"Daddy boleh masuk, aku juga boleh." Jay kini dengan suara keras membuat semua orang menoleh kearahnya, Riko yang tahu ada yang gak beres segera menghampiri mereka.
"Kenapa Oma?"
"Jay pingin masuk Rik.."
"Jay, udah tunggu dulu Jay, sabar.."
"Aku ga bisa uncle, mommy diapain-apain sama dokter di dalem."
"Kan ada Daddy.."
"Engga!!aku pingin liat." Jay tetap bersikeras namun Riko menahannya tidak lama Kenan keluar dengan wajah sedihnya.
"Dad..mommy?" Ara langsung menghampiri ayahnya begitupun Jay dan Kay. Melihat ketiga anaknya didepannya Kenan langsung memeluk mereka.
***To be continue