webnovel

Chapter 32 : One More Thing

Semua mata tertuju ke arah dua sosok yang tengah berdiri di hadapan mereka, terus mengukir senyum lembut yang nampak membuat semua mata yang melihat seketika itu membulat.

"A-apa k-kalian b-baru s-sa-ja?" Ino berbicara, terbata-bata sambil silih berganti menunjuk Naruto dan Sakura yang terus memasang senyum ceria.

Sakura dan Naruto hanya menangguk sebagai jawaban, dan setelahnya Sakura nampak mengangkat telapak tangan di depan dada. Memperlihatkan sebuah cincin indah nan berkilau yang tersemat di jari manis-nya.

"Akamaru tolong gigit aku." Kiba bersuara, nampak terus memandang kosong Naruto dan Sakura, masih terkejut.

Di sana Akamaru hanya bisa menggelengkan kepala mendengar perintah tuan-nya, secara tidak langsung mengatakan Kiba tidak lah sedang bermimpi.

"Kapan ini terjadi?" Shikamaru mulai ikut berbicara, namun wajahnya masih sama terkejutnya dengan teman-temannya yang lain.

"Baru saja!" Sakura berucap ceria, nampak terus tersenyum sambil tetap memperlihatkan sebuah cincin yang tersemat di jari manis-nya.

"Apa ini benar Naruto-Kun?" Hinata juga ikut terkejut, nampak masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang.

Naruto hanya mengangguk lagi sebagai jawaban, nampak terus tersenyum, membuat semua orang semakin terkejut melihatnya.

"Aku tidak salah lihat kan?" Tenten yang kali ini berbicara, masih terkejut.

"Tidak, kita tidak salah lihat, Naruto dan Sakura sudah bertunangan sekarang." Shino berbicara dengan entengnya, nampak tidak ikut terkejut seperti teman-temannya yang lain.

Sekarang semua perhatian tertuju kepada Shino, kecuali Sai yang masih tersenyum dengan aneh, mereka semua nampak tak percaya Shino bisa mengatakan hal itu dengan mudah.

"Aku tidak salah dengarkan, coba katakan sekali lagi, Shino." Chouji yangs ekarang bersuara, berusaha memastikan pendengarannya tadi tidak salah.

"Apa, kalian masih tidak percaya?" Tanya Shino enteng, nampak mulai risih dengan perhatian yang ditujukkan ke arahnya.

"Shinooo, bagaimana kau bisa mengatakan hal itu dengan mudah.." Lee tampak mengeluarkan air mata, begitu deras hingga membasahi kedua pipinya.

"Shino, tolong minta seranggamu untuk menggigitku sekali saja!" Kiba memohon, nampak masih belum percaya dengan kenyataan yang ada di hadapannya sekarang.

"Ini harus diabadikan." Sai bergumam, nampak terus tersenyum, mulai mengeluarkan sebuah kanvas kecil dari tas punggungnya.

Tidak seperti yang lainnya, Toneri nampak tak bergeming, pandangannya hanya terfokus ke satu arah, menatap Hinata yang perlahan mulai tersenyum bahagia.

"Aaaa, Selamat Sakura!" Ino dengan cepat menghampiri Sakura, memeluknya dengan erat sambil menangis bahagia.

"Euh Ino, kau membuatku sesak!" Sakura nampak memberontak, merasakan Ino yang memeluknya dengan sangat erat.

"Selamat Naruto-Kun, Sakura-San!" Hinata nampak berbahagia, ucapannya terdengar sangat tulus.

"Terima kasih Hinata!" Naruto membalasnya dnegan senyuman ceria.

Sementara Toneri yang melihat hal itu perlahan mulai menampakkan ekspresi kesal, mulai menatap tajam ke arah Naruto yang tidak di sadari oleh Naruto sendiri.

"Sakura-Saaaan!" Lee mulai berlari, menghampiri Sakura yang masih di dalam pelukan Ino, berniat ingin melakukan hal yang sama.

Tep.

Lee tidak dapat meneruskan langkahnya, sebuah tangan tepat menahan dahi-nya, sukses membuatnya seperti lari di tempat sambil tetap air mata yang terus mengucur deras dari kedua mata-nya.

"Kau tidak boleh, Sakura-Chan tidak boleh dipeluk oleh mu." Tegas Naruto, menatap tajam ke arah Lee.

"Kau jahat Naruto-Kun." Mata Lee terus mengeluarkan air mata, nampak mulai memohon kepada Naruto.

"Tidak boleh." Sahut Naruto cepat, merasa jika terus menatap Lee, dirinya pasti akan segera luluh.

Lee seketika itu berubah drastis, tertunduk lesu, keinginannya tidak dikabulkan.

Sekejap tertunduk lesu, hingga akhirnya mengangkat lagi kepalanya, api mulai berkobar di kedua mata Lee.

"Kalau begitu, jangan sampai pernikahan ini mengacaukan masa muda-mu Naruto-Kun!" Teriak Lee, mengacungkan kepalan tangan di udara.

Naruto terkekeh pelan, hanya bisa mengangguk pelan setelahnya.

Semua orang nampak tak terkejut lagi, mulai bisa mencerna kejadian yang baru saja mereka lihat, akhirnya beberapa senyuman mulai ditampakkan hingga beberapa ucapan selamat yang keluar mengikutinya.

"Huwaa, aku benar-benar iri, kisahmu benar-benar berakhir bahagia seperti drama yang sering kutonton." Ino masih menangis bahagia, nampak tidak berkeinginan untuk melepaskan pelukannya.

"Jadi kau berharap kisah-ku berakhir buruk?" Tanya Sakura, terkekeh pelan.

"Tentu saja tidak bodoh!" Sahut Ino cepat, mulai membuat pelukannya semakin erat dan Sakura merasakannya, merasakan sebuah kehangatan di sana.

"Ya, tentu saja bukan." Sakura menjawab, mulai membalas pelukkan Ino.

Naruto yang berdiri di samping Sakura hanya bisa menatap hangat kedua sahabat itu, memilih untuk diam agar tidak mengganggu momen yang sedang terjadi.

Tep.

"Ah, Shikamaru!" Naruto menoleh, mendaoati Shikamaru baru saja menepuk pundaknya.

"Selamat ya, kau pantas mendapatkannya." Shikamaru berbicara, mulai mengukir senyum lembut ke arah Naruto.

"Ah, Sankyuu." Naruto berucap pelan, sesekali menoleh kearah Sakura dan Ino yang nampak mulai tertawa ceria.

"Jadi kapan acaranya?" Shikmaru bertanya, membuat semua perhatian tertuju ke arahnya sekarang.

"Ya-ya Benar! Kapan kalian akan menikah?" Ino bersaut kegirangan, kedua mata-nya mulai berbinar-binar.

Sakura dan Naruto nampak terdiam beberapa saat, semua peehatian tertuju ke arah mereka berdua sekarang, menunggu sebuah jawaban.

Saling menatap, sebelum akhirnya terkekeh pelan bersama, kembali serentak menoleh ke arah teman-temannya yang sedang menunggu sebuah jawaban.

"Minggu depan!"

--------------------

Tring....

Tring.....

"Sebentar lagi..."

Tring.....

Tring.....

"Sebentar lagi!"

Tring...

Tring....

Duak.

"Jam kecilku!" Pekik Naruto.

Jam alarm yang selalu membuatnya terbangun sekarang sudah hancur berkeping-keping di atas lantai, terbentur dengan dinding akibat pukulan yang dilayangkan Naruto secara tidak sadar.

"Hah... Harus beli lagi deh.." gerutu Naruto, mulai beranjak dari tidurnya, sedikit meregangkan badan sebelum bergerak menuju pintu kamar.

"Hmm?"

Ruang tamu nampak begitu bersih, Naruto sendiri tidak tahu siapa yang membersihkan apartemennya selama setahun ini, mungkin Konohamaru pikirnya.

Bergerak ke arah kulkas, mencoba mengambil sekotak susu yang baru saja dia beli tadi malam selepas mengantar Sakura pulang ke rumahnya.

Srek..

Naruto menarik kursi, terduduk di atasnya, mulai menuangkan susu ke dalam gelas yang berada di atas meja.

"Mmmm" Naruto menegak segelas susu, kedua mata safir-nya mulai bergerak ke segala arah, memperhatikan apartemennya yang terlihat begitu bersih dan nyaman.

"Mungkin memang seharusnya aku bersihkan apartemen ini setiap hari." Gumam Naruto sambil mulai menyenderkan badannya di senderan kursi.

"Eh?" Naruto terlihat heran, mendapati tirai jendelanya masih tertutup rapat.

Tep.

Srek.

Tirai terbuka, menampilkan pemandangan Konoha yang begitu indah dan menyilaukan, Matahari begitu terik menyinari pagi itu, atau mungkin ini terlalu siang untuk Naruto bangun?

"Jam berapa sekarang?" Gumam Naruto kembali, mulai menoleh ke arah jam yang menempel manis di depan dinding, dan seketika itu kedua mata-nya membulat.

"Sial, aku kesiangan!" Umpat Naruto, dengan tergesa-gesa segera berlari ke arah kamar mandi.

----------

"Sial-sial!" Naruto terus mengumpat, telihat tegesa-gesa memakai jaket hitam-nya, nampak mulai berlari kecil ke arah pintu keluar.

Dengan cepat memakai sendal shinobi-nya, dan langsung bergerak ke arah pintu.

Cklek.

"Eh?!"

"Eh?!"

Naruto seketika itu terkejut, mundur beberapa langkah, mendapati sosok Sakura yang secara tiba-tiba sudah berada di depan pintu apartemen-nya.

Sama halnya dengan Naruto, Sakura terlihat terkejut, bahkan kepalan tangan-nya masih melayang di udara, sedikit mundur beberapa langkah.

"Ah maaf, tadi aku berniat mengetuk dulu padahal." Sakura berbicara, mulai menurunkan kepalan tangan, tersenyum canggung.

"Ada apa Sakura-Chan?" Tanya Naruto, perlahan mulai berjalan mendekat sambil menutup pintu apartemen-nya.

"Betsu ni." Sakura memalingkan muka, nampak menyembunyikan sebuah semburat merah kecil yang tiba-tiba menghiasi kedua pipi-nya.

Naruto yang mendengarnya mulai tidak mengerti, menaikkan salah satu alisnya sebagai pertanda.

"Lalu ada apa kau kemari pagi-pagi begini?" Naruto mulai bertanya, nampak mulai melupakan dirinya sedang terlambat melakukan sesuatu hari ini.

"Mmm..." Sakura nampak menggaruk-garuk pipinya sebentar, sementara Salah satu tangannya masih setia bersembunyi di belakang punggungnya, terlihat menyembunyikan sesuatu.

"A-apa kau s-sudah s-sarapan?" Tanya Sakura terbata-bata, masih memalingkan muka, tidak berkeinginan menatap Naruto secara langsung.

Naruto tampak memikirkan sesuatu, mengalihkan pandangannya ke arah atap luar apartemen-nya.

"Untung kau bertanya, aku belum sarapan tadi, aku bangun kesiangan hehehe." Naru tertawa canggung, nampak menggaruk belakang kepala.

"Ohh iya aku terlambat!" Ekspresi Naruto seketika itu berubah, dengan segera mulai ingin beranjak pergi dari sana.

"Ini." Sakura menundukkan kepala, dengan cepat menyodorkan sebuah kotak bento ke arah Naruto menggunakan kedua tangan-nya.

"Untukku?" Tanya Naruto, nampak terkejut melihat bento yang baru saja disodorkan ke arahnya.

Sakira perlahan mengangkat kepala, mengangguk singkat, mulai tersenyum lembut.

"Wah kau benar-benar menyelamatkanku hari ini!" Naruto bersuara ceria, mulai mengambil sekotak bento itu dari tangan Sakura, mulai menampakan cengiran seperti biasa.

"Ya kalau begitu aku pergi dulu, terima kasih atas bentonya, Sakura-Chan!" Naruto nampak mulai tergesa-gesa lagi, dengan cepat berlari meninggalkan Sakura sambil terus melambaikan tangan.

Sakura tak bergeming, nampak terus tersenyum sambil melambaikan tangan pelan.

'Bagaimana aku memberitahunya ya?'

-------------

"Hah... Dokumen-dokumen ini membuatku lelah..." Gerutu Naruto.

Naruto terduduk di sana, di belakang sebuah meja yang dihiasi dengan berbagai tumpukkan dokumen, membaca satu persatu dokumen, memeriksa jika ada sesuatu yang salah dengan dokumen itu.

"Kau akan segera terbiasa." Shikamaru berbicara, nampak terfokus ke arah dokumen yang berada di tangan-nya.

"Ya, mungkin." Naruto menyaut, kembali fokus membaca dokumen yang berada di atas mejanya.

"Terbiasalah, ini kan baru tugas asisten Hokage, menjadi Hokage tidak semudah yang kau perkirakan." Shikamaru menambahkan.

Naruto tak berbicara lagi, sebuah dokumen tampak menyihirnya seketika, mulai tertarik dengan isi dari dokumen itu.

"Ne Shikamaru." Panggil Naruto tanpa menoleh.

"Ada apa?" Shikamaru bertanya, mulai menoleh ke arah Naruto yang masih tampak fokus membaca dokumen di tangan-nya.

"Apa benar, ada gedung baru yang dibangun di Konoha?" Tanya Naruto, nampak menggerakan kursinya mendekat ke arah meja Shikamaru, dengan segera menyodorkan sebuah dokumen yang ada di tangannya ke arah Shikamaru.

"Hmm?" Shikamaru mengambil dokumen itu, mulai membacanya dengan cepat.

"Ah untung kau bertanya, ya memang ada gedung yang baru saja selesai di bangun beberapa bulan yang lalu." Shikamaru dengan cepat menjawab, nampak telah selesai membaca dokumen itu dengan seksama.

"Seorang Investor memintanya setahun yang lalu, katanya dia ingin membuat gedung di tengah-tengah taman pohon Sakura." Shikamaru menambahkan.

"Untuk bisnis ya?" Tanya Naruto memastikan.

"Ya begitulah, dia bilang gedung itu akan terus disewakan, katanya suasana di sana cocok sekali untuk mengadakan sebuah pesta, termasuk pesta pernikahan tentunya." Shikamaru menekankan kalimat akhirnya, mulai tersenyum kecil ke arah Naruto.

Naruto yang mendengarnya hanya bisa terkekeh pelan.

"Kau benar-benar mengerti pemikiranku ya, Shikamaru." Naruto mulai tersenyum.

"Kenapa, apa kau belum menemukan tempat untuk pesta pernikahanmu nanti?" Tanya Shikamaru, mulai penasaran.

"Tidak, aku sudah menemukan beberapa tempat yang cocok, namun membaca dokumen tadi membuatku bimbang lagi." Jawab Naruto, sedikit tertawa canggung.

"Ya, hubungi saja tempatnya, seperti kataku tadi, tempat itu memang benar-benar cocok." Tegas Shikamaru, kembali lagi terfokus ke arah dokumen di atas meja.

"Ya, mungkin aku akan menghubunginya setelah shiftku selesai hari ini." Jawab Naruto, kembali ke arah meja-nya yang masih di penuhi oleh tumpukkan dokumen.

Hening..

Ssmua orang kembali fokus kepada pekerjaaanya masing-masing, hingga akhirnya Naruto dan Shikamaru secara bersamaan berhasil menyelesaikan semua dokumen yang berada di atas meja mereka masing-masing.

"Akhirnya selesai juga..... Tidak terlalu sulit ternyata..." Naruto menghela nafas panjang, merentangkan tangan-nya yang terasa kaku, mulai menyenderkan tubuh-nya di atas senderan kursi.

"Benarkan, kau hanya perlu waktu untuk terbiasa." Sahut Shikamaru ikut melakukan hal yang sama seperti yang Naruto lakukan.

"Ah, bagaimana kalau kita mengambil istirahat di luar, hari masih panjang sepertinya." Ajak Naruto, mulai beranjak dari kursinya.

"Ya, kau benar." Sahut Shikamaru sambil menguap lebar.

-------------

Cklek.

Cess..

Hah..

Huuhh....

Asap putih tampak keluar dari mulut Shikamaru, terlihat menikmati suasana Konoha di siang hari sambil sesekali menghisap sebuah batang rokok yang berada di tangannya.

"Sejak kapan kau mewarisi kebiasaan jelek Asuma-Sensei, Shikamaru?" Tanya Naruto, sedikit memandang risih ke arah Shikamaru.

"Hanya saat aku butuh saja." Jawab Shikamaru enteng, masih terfokus melihat pemandangan Konoha dari atas menara Hokage.

"Ketergantungan maksudmu?" Tanya Naruto lagi, semakin menatap sinis ke arah Shikamaru.

"Hmm, kenapa kau mau?" Shikamaru berbalik bertanya, menyodorkan sebungkus rokok ke arah Naruto.

"Tidak terima kasih." Sahut Naruto singkat, memandang sinis sebungkus rokok itu lalu memalingkan muka, memfokuskan pandangannya ke arah pemdangan desa Konoha.

Shikamaru hanya bisa terkekeh pelan, lalu segera memasukkan kembali bungkusan rokok itu ke dalam saku celana-nya.

"Aku hanya bercanda, tidak usah memandangiku seperti itu." Shikamaru berucap pelan, masih terkekeh dengan kelakuan Naruto yang seperti itu.

"Ne naruto, beritahu aku." Shikamaru mulai berbicara lagi.

Naruto memutar bola mata-nya ke arah Shikamaru, nampak tidak ingin menoleh, masih risih dengan asap rokok yang terus keluar dari mulut Shikamaru.

"Hari pernikahanmu tinggal enam hari lagi, tapi yang kulihat kau begitu santai dan tenang, apa semua persiapan sudah selesai?" Shikamaru bertanya, nampak ikut tak menoleh.

"Entahlah." Naruto tersenyum kecut.

"Kemarin malam aku sudah membicarakannya dengan Sakura-Chan, dia ingin mengurus semuanya sendiri, dia hanya memintaku untuk mengurus masalah gedung dan masalah undangan, katanya dia tidak ingin merepotkan diriku." Naruto menambahkan.

"Apa tidak apa-apa, membebani semuanya pada Sakura?" Shikamaru bertanya kembali, sedikit terkejut mendengar jawaban Naruto.

Naruto menggeleng pelan, tatapannya mulai menyendu.

"Sebenarnya aku khawatir, bisa saja dia kewalahan mengurus semuanya, mungkin aku akan membicarakannya lagi malam ini." Jawab Naruto dengan nada pelan, nampak Khawatir.

"Lalu bagaimana dengan orang tua Sakura?" Shikmaru bertanya lagi, mulai mengalihkan topik pembicaraan.

"Kami akan bertemu malam ini, Sakura-Chan sudah sepakat akan hal itu, tapi.." Naruto nampak sedikit meragu.

"Kenapa? Kau gugup?" Tanya Shikamaru melihat Naruto yang bertingkah aneh.

"Ya begitulah, berbicara hal yang seperti ini tentu tidak akan mudah, apalagi aku belum terlalu mengenal dengan baik orang tua Sakura-Chan." Naruto tertawa satir, menghela nafas panjang.

Tep.

Shikamaru menepuk pundak Naruto, nampak mulai tersenyum kecil.

"Kau pasti bisa, tidak mungkin orang tua Sakura akan menolak calon menantu sebaik dirimu." Tegas Shikamaru, berusaha memberikan semangat.

Naruto yang melihatnya hanya bisa terkekeh, mulai ikut tersenyum.

"Ya, terima kasih, Shikamaru."

--------------

"Terima kasih atas hari ini!"

Kakashi memasuki ruangan, melepas senyum dari balik maskernya, menyapa Naruto dan Shikamaru yang tengah membereskan berkas-berkas di atas meja.

"Ah, Kakashi-Sensei!" Naruto membalas sapaan, tersenyum ke arah Kakashi yang mulai mendekat.

"Bagaimana hari pertamamu Naruto?" Tanya Kakashi.

"Ya begitulah, awalnya terasa sulit, tapi aku mulai terbiasa sekarang." Jawab Naruto, mulai kembali fokus membereskan beberapa berkas-berkas.

"Kau memang bisa diandalkan!" Ucap Kakashi, memberi sebuah pujian.

Naruto hanya bisa terkekeh pelan sebelum akhirnya berbicara lagi.

"Aku jadi kepikiran, coba katakan lagi, kenapa sensei tiba-tiba menunjukku sebagai asisten?" Tanya Naruto.

"Ya, seperti yang kau katakan tadi, aku ingin membuatmu terbiasa mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan berkas-berkas ini." Jawab Kakashi mulai membentuk sabit di kedua mata-nya.

"Baiklah, sekarang aku mengerti." Seru Naruto, nampak telah selesai membereskan berkas-berkas-nya, bersiap mengakhiri shift panjang pertamanya sebagai asisten Hokage.

"Ya, kalau begitu aku pulang dulu!" Shikamaru berbicara, mulai berjalan ke arah pintu keluar.

"Ya aku juga akan pulang, terima kasih atas hari ini!" Seru Naruto, mengikuti jejak Shikamaru dari belakang.

"Hei Naruto." Kakashi memanggil lagi, menepuk pundak Naruto, membuat langkah Naruto terhenti.

"Bagaimana kalau kita makan malam bareng hari ini?" Tanya Kakashi.

"Kalau kau mau, aku yang traktir, kita bisa makan di Ichraku." Tambah Kakashi.

"Maaf sensei, aku sudah ada janji hari ini." Jawab Naruto.

"Dengan Sakura kah?" Tanya Kakashi penasaran.

Naruto hanya mengangguk singkat, perlahan ekspresi wajahnya mulai lesu.

"Ada apa?" Tanya Kakashi yang menyadari ekspresi lesu Naruto.

"Entahlah sensei, aku hari ini sedikit gugup." Jawab Naruto lesu, nampak menghela nafas pelan.

"Ah, kau ingin bertemu orang tua Sakura ya, malam ini?" Tanya Kakashi menebak-nebak.

"Kau tahu sensei?" Tanya Naruto nampak terkejut.

Kakashi hanya bisa melepas senyum, lebih memilih diam tak menjawab pertanyaan Naruto.

"Apa kau punya saran sensei? aku benar-benar merasa gugup hari ini." Naruto menghela nafas lagi, nampak menyerah dengan keadaaan.

"Hmm?" Kakashi nampak berpikir sesaat.

"Ah, coba kalau ini!" Seru Kakashi, segera mendekatkan kepala ke arah telinga Naruto, berbisik sesuatu.

Beberapa saat berbisik, hingga membuat Naruto tersenyum senang mendengar hal yang dibisikkan Kakashi.

"Saranmu bagus juga sensei!" Seru Naruto, tampak kegirangan.

"Benarkan, harusnya dari dulu kau percaya padaku." Ucap Kakashi, nampak percaya diri.

"Haha, maaf-maaf." Naruto tertawa canggung.

Namun seketika itu raut wajah Naruto berubah lesu lagi, nampak melupakan sesuatu.

"Ada apa lagi?" Tanya Kakashi keheranan, apa sarannya itu ternyata buruk?"

"Ini tentang saranmu tadi-" benarkan, pasti ada yang salah.

"-Aku... Aku tidak tahu makanan kesukaan orang tua Sakura-Chan..." Naruto menunduk lesu.

"Hmm" Kakashi berpikir lagi, mulai memutar otak untuk menemukan sebuah solusi.

"Makanan kesukaan Sakura?" Tanya Kakashi.

"Anmitsu." Jawab Naruto singkat.

"Kalau begitu bagaimana kalau kau membawa anmitsu saja, aku yakin selera orang tua tidak akan jauh dari anaknya." Jelas Kakashi, kembali tersenyum.

"Ah, iya! Kenapa aku tidak kepikiran ya!" Seru Naruto, mulai merasa semangat lagi.

"Kalau, begitu aku pergi dulu, terima kasih atas sarannya sensei!" Ucap Naruto, seketika itu berlari meninggalkan Kakashi sendirian di ruangan itu.

"Hah.." Kakashi menghela nafas panjang, perlahan mulai menghampiri pintu yang masih terbuka.

"Jadi sekarang, apa langkah selanjutnya ya..."

-----------

Naruto terus mondar-mandir, menggigit salah satu jarinya, tampak ketakutan.

"Bagaimana ini...?" Gumam Naruto, terus mondar-mandir di depan pintu sebuah rumah, membuat beberapa warga des yang melewatinya hanyabisa tertawa kecil melihat kelakuannya.

"Jadi benar ya, Naruto sudah melamar seorang Kunoichi dari desa kita?" Seorang wanita berbisik kepada teman-nya, sesekali mencuri pandang ke arah Naruto yang masih mondar-mandir di depan sebuah pintu.

"Iya, kudengar juga begitu, bahkan katanya mereka akan segera menikah dalam waktu dekat." Salah satu wanita ikut berbisik, tampak mengikuti temannya yang asik bergosip ria.

"Wah aku penasaran siapa wanita yang beruntung itu!" Seru si wanita setengah berbisik.

Bisa dibilang obrolan mereka  itu dapat di dengar oleh Naruto, namun karena rasa gugup dan takut, telinga Naruto seolah-olah tuli seketika, nampak terus menggigit jari sambil mondar-mandir.

"Eh, Naruto?!" Seru seseorang dari kejauhan, membuat para wanita yang sedang bergosip mulai menoleh, diikuti Naruto yang juga ikut menoleh, familiar dengan suara itu.

"Eh, Sakura-Chan?" Naruto terkejut, mendapati ternyata Sakura belum sampai kerumahnya.

"Jadi kau belum pulang?" Tanya Naruto setelah Sakura mulai mendekat.

"Apa yang kau bicarakan? Ini kan rumahku, lagian shiftku di rumah sakit baru saja selesai beberap jam yang lalu." Sakura terkekeh, membuat Naruto tersipu malu, merutuki kebodohannya.

Naruto tertawa satir, memalingkan pandangan ke arah samping.

'Untung saja aku belum mengetuk, aku tidak tahu akan jadi seperti apa jika ternyata Sakura-Chan belum pulang.'

"Kau datang lebih cepat, dan lagi apa yang kau bawa itu?" Tanya Sakura, mulai menilik bungkusan plastik  yang berada di tangan kanan Naruto.

"Ah ini." Naruto menoleh ke arah bungkusan plastik, segera menyodorkannya ke arah Sakura.

"Ini anmitsu, untukmu dan juga... orang tuamu." Naruto tampak meragu, rasa percaya dirinya hilang seketika sesaat setelah sampai di depan rumah Sakura.

"Hei, apa kau berniat menyogok orang tua-ku?" Sakura menyeringai, menyindir Naruto.

"Tidak, bukan seperti itu!" Sanggah Naruto, dengan cepat menggelengkan kepala.

"Aku hanya bercanda." Sakura terkekeh pelan, bergerak menghampiri pintu rumah-nya.

"Bercandamu tidak lucu, sudah tahu aku sedang gugup." Gerutu Naruto.

Cek.

Putaran kunci terhenti, Sakura nampak terdiam, tak jadi membuka pintu.

"Naruto." Panggil Sakura pelan.

"Ya?"

"Apa kau sudah yakin?" Tanya Sakura.

"Apa maksudmu?" Tanya Naruto, menaikkan salah satu alis, tidak mengerti.

Sakura berbalik cepat, menatap serius wajah Naruto, membuat Naruto sedikit terkejut.

"Aku sebenarnya ingin membicarakan ini tadi pagi, apa kau yakin ini waktu yang tepat?" Tanya Sakura, nampak ikut meragu.

Naruto tak bergeming, ikut merasa ragu.

"Maksudku, aku takut orang tua-ku akan mengecawakanmu, mereka selalu saja tidak menanggapi hal dengan serius." Tambah Sakura, menunduk lesu.

"Tidak, hari pernikahan semakin dekat, cepat atau lambat ini harus dilakukan, sekarang atau tidak sama sekali." Jawab Naruto, mulai tersenyum riang, ada sebuah dorongan halus yang membuat dirinya kembali percaya diri.

"Kau benar, ini harus dilakukan, sekarang atau tidak sama sekali!" Seru Sakura, ikut tertular semangat Naruto.

Tidak jauh dari sana, para wanita yang sedari tadi bergosip ria mulai tersenyum lembut, menatap Sakura dan Naruto yang tengah bersemangat.

"Jadi Haruno Sakura ya?" Ucap salah satu wanita.

"Tidak salah lagi." Salah satu wanita mengangguk.

"Memang benar ya, dibalik seorang pria hebat, pasti ada seorang wanita hebat yang selalu mendukungnya, mereka benar-benar diciptakan untuk selalu bersama ya." Ucap salah satu wanita, membuat kedua temannya mengangguk setuju.

"Pasangan terbaik di Konoha."

——————

"Tadaima."

"Okaeri, ah nak Naruto sudah datang ya." Mebuki tersenyum lembut, menyambut kedatangan Naruto dan Sakura.

"H-halo tante!" Sapa Naruto sedikit gugup.

"Haha, tidak usah gugup seperti itu nak Naruto, mari masuk." Mebuki tertawa pelan, mulai melangkah pergi ke arah meja makan.

"Baik Tante, mohon bantuannya." Naruto menggaruk belakang kepala, berusaha menyembunyikan rasa gugup.

"Ayo Naruto." Ajak Sakura, menarik tangan Naruto.

Akhirnya dengan semangat yang mulai mencuit, Naruto mulai berjalan, mengikuti tarikan tangan Sakura ke suatu tempat, sedikit membuat detak jantungnya mulai kembali normal.

"Kaa-san lihat apa yang Naruto bawa untuk kita!" Sakura berseru ceria, berlari kecil ke arah Mebuki sambil membawa sebuah kantong plastik kecil berisi anmitsu.

"Biar kaa-san tebak, pasti anmitsu kan?" Tanya Mebuki yang sudah terduduk di kursi meja makan.

Sakura mengangguk semangat, segera menaruk palstik itu di atas meja.

"Sudah kaa-san bilang kan, hanya kau yang suka anmitsu disini." Seru Mebuki enteng, nampak tersenyum.

Sakura terdiam, tak melanjutkan aktivitasnya mengeluarkan beberapa bungkusan anmitsu dari dalam kantong plastik, nampak sangat terkejut.

Begitu pula Naruto, nampak sangat terkejut, keringat dingin mulai mengucur di dahi-nya, nampak terdiam beberapa saat.

'Sial, tidak seharusnya aku percaya pada Kakashi-sensei!'

"Ibu bicara apa sih?!" Sakura nampak memaksakan senyum, merasakan suasana canggung yang begitu kentara.

Mebuki akhirnya kembali tertawa, nampak begitu puas mengerjai Naruto dan Sakura.

"Aku hanya bercanda." Sela Mebuki di tengah tawanya.

Sakura yang mendengarnya mulai menghela nafas lega, menoleh ke arah Naruto yang ikut menghela nafas.

'Sepertinya aku mulai mengerti sekarang'

Naruto akhirnya ikut tertawa, takut membuat suasana kembali canggung.

"Mari duduk nak Naruto, ada yang ingin kubicarakan denganmu." Ajak Mebuki, nampak telah berhenti tertawa.

Naruto hanya mengangguk, mulai bergerak ke arah Kursi yang berada di samping Sakura, duduk berhadapan dengan ibu Sakura yang mulai memasang senyum lembut ke arahnya.

"Jadi kau sudah melamar anakku ya?" Tanya Mebuki.

Naruto mengangguk singkat, nampak belum berani untuk berbicara.

"Begitu, lalu sekarang jawab pertanyaanku, apa yang membuatmu tertarik dengan anak semata wayangku?" Tanya Mebuki, memandang serius ke arah Naruto.

"Kaa-san!" Pekik Sakura, mulai tersipu malu.

Naruto menghela nafas panjang, mengumpulkan kebaranian untuk menjawab.

"Aku tidak hanya tertarik, aku mencintainya." Tegas Naruto, raut wajahnya mulai serius.

"Dialah yang membuatku tersenyum, dialah yang selalu berada di sisiku di saat susah maupun senang, dia lah alasan diriku masih bisa hidup sampai sekarang." Tambah Naruto, nada bicaranya terdengar sangat serius.

Semua orang terkejut, Sakura dan Mebuki nampak tidak percaya mendengar jawaban Naruto tadi, membuat Mebuki hanya bisa tersenyum lembut, sedangkan Sakura, wajahnya makin merah padam.

"Baiklah kalau begitu." Ucap Mebuki, tersenyum ke arah Naruto, senang mendengar jawaban dari Naruto tadi.

Sekarang giliran Naruto dan Sakura yang terbelak, menatap Mebuki dengan ekspresi terkejut, nampak merasa tidak percaya rencana mereka akan berjalan semudah ini.

"Kaa-san setuju?" Tanya Sakura memastikan.

Mebuki mengangguk, masih tersenyum.

"Tentu saja aku setuju, mana mungkin aku akan menolak anak dari sahabatku."Tegas Mebuki, terus tersenyum.

Naruto dan Sakura makin terkejut, tidak ler aya dengan apa yang baru saja mereka dengar.

"Tante kenal ibukku?" Tanya Naruto memastikan.

"Ya aku kenal dengan Kushina." Jawab Mebuki, mulai menyendu, kembali mengingat masa lalu.

"Kalian tahu, Kushina lah yang pertama kali ingin menjodohkan kalian, bahkan Sakura kecil juga menyetujuinya." Tambah Mebuki, tersenyum lembut ke arah Sakura.

Naruto menoleh ke arah Sakura, mendapati Sakura sedikit tersipu sambil menggelengkan kepala, Sakura juga baru mengetahuinya.

"Tentu kau tidak ingat Sakura, waktu itu kau masih seorang bayi kecil, Kushina itu... bahkan sangat percaya diri jika anaknya yang akan lahir adalah seorang laki-laki, dan mungkin keinginanya itu akan segera terwujud." Jelas Mebuki, kembali tersenyum.

"Jadi tentu sebagai seorang sahabat aku akan mengabulkan keinginannya itu, bahkan aku sangat senang nak Naruto lah yang akan menjadi menantuku!" Tambah Mebuki.

"Aku bahkan sempat sedikit takut, saat ternyata Sakura malah menyukai Sasuke itu, tentu aku dan Mikoto juga bersahabat baik, tapi anaknya yang satu itu lebih mirip ke ayahnya, aku tidak terlalu suka dengannya." Jelas Mebuki, memicingkan mata ke arah Sakura, membuat Sakura hanya bisa tertawa canggung.

"Itu kan masa lalu bu." Tegas Sakura masibtertawa canggung.

"Iya-iya, akhirnya aku bisa bernafas lega melihatmu akhirnya berubah juga." Sahut Mebuki.

"Jadi enam hari lagi ya, apa kalian perlu bantuan?" Tanya Mebuki, kembali memperhatikan Naruto dan Sakura secara bergantian.

"Tidak kok Tante, semua sudah dipersiapkan, hanya tinggal menyebarkan undangan saja." Jawab Naruto.

"Hei-hei jangan panggil aku tante lagi, sekarangkan kau akan menjadi menantuku, panggil aku Ibu oke?" Mebuki terkekeh pelan.

"B-baik I-ibu." Naruto terbata-bata, masih belum terbiasa dengan panggilan itu.

Kret..

Suara pintu terbuka, membuat Mebuki seketika itu menoleh cepat.

"Kizashi sini-sini, calon menantu kita sudah datang." Seru mebuki, melambaikan tangan ke arah belakang Naruto dan Sakura.

Tubuh Naruto seketika itu menegang, sadar rencananya belum sepenuhnya selesai, masih ada satu lagi yang harus dia lakukan.

'Baiklah, satu hal lagi, ayo kau bisa Naruto!'

'Hahaha, kau takut Naruto?'

'Diamlah Kurama, aku sedang serius di sini, dukung aku oke!"

'Ya-ya semoga sukses, aku akan melihat dari sini.'

Kret.

Sosok pria dewasa terduduk di sana, nampak fokus melihat Naruto dengan pandangan serius, membuat Naruto menegak ludahnya sendiri, semakin gugup.

"Jadi kau Naruto ya?" Tanya Kizashi.

"Halo paman, salam kenal." Naruto mengangguk kencang, sangat gugup.

"Hmm, jadi kau yang sudah melamar putri kesayanganku?" Kizashi kembali bertanya, nampak mulai menadangi Naruto dari bawah hingga atas, menilik lebih jauh oenampilan Naruto.

"I-iya p-paman." Jawab Naruto terbata-bata, kembali menelan ludah.

"Tidak." Sahut Kizashi singkat.

Semua orang terkejut, begitu pula Mebuki, nampak tidak percaya suaminya akan berkata demikian.

"Kizashi?" Tanya Mebuki, memastikan pendengarannya tidak salah.

Sakura ikut memandang tidak percaya ke arah ayahnya itu, berniat ingin menyanggah, namun terhenti karena melihat Naruto yang mulai menunduk lesu.

"Lihat dia." Kizashi kembali berbicara, membuat semua orang sekarang memperhatikan dirinya.

"Dia itu sedikit bodoh." Tega Kizashi.

Jleb.

Sebuah anak panah seakan menusuk, tepat di dada Naruto, membuatnya tersentak tiba-tiba.

"Ceroboh."

Jleb.

Lagi, sebuah anak panah tertancap, membuat Naruto semakin terhuyung.

"Suka berbuat jahil."

Jleb.

Lagi dan lagi, tiga anak oanah sekarang tertancap di dada Naruto, membuat tubuhnya mulai lemas.

Sakura yang di sampingnya mulai khawatir, nampak menggerakan badan Naruto, berharap agar Naruto tidak pingsan di tempat.

"Tidak pernah berpikir panjang."

Jleb.

Empat anak panah sekarang.

"Dan yang paling buruk, dia sering mengintip perempuan yang sedang mandi bersama Tuan Jiraiya." Tegas Kizashi.

Jleb.

Anak panah yang kelima sukses menbuat Naruto lemas seketika, nampak tak ada lagi ada tenaga untuk duduk sekalipun, harga dirinya telah hancur.

"Naruto, kamu ga apa-apa?" Tanya Sakura Khawatir, terus menggerakan badan Naruto, berharap Naruto kembali sadar.

'Hahahaha, semua perkataanya tepat sasaran!'

'Ala hidupku sampai di sini saja Kurama?'

'Mungkin.'

"Tapi-"

Brak.

"Cukup ayah!" Sakura memukul meja keras, menatap tajam ke arah ayahnya yang sedikit terkejut, berusaha membuat ayahnya tidak berbicara lagi.

Kizashi hanya bisa tersenyum kecil, menghela nafas singkat.

"-tapi, dia adalah orang yang paling baik yang kukenal." Lanjut Kizashi, mulai tersenyum.

Semua orang tampak terkejut lagi, menatap Kizashi tidak percaya, namun Naruto masih tampak tak sadar, lima anak panah itu benar-benar menjatuhkan harga dirinya.

'Hei Gaki, lihat sepertinya ada harapan!'

'Dimana, disini gelap Kurama!'

'Bangun bodoh!'

Naruto tersentak, seketika itu tersadar, membuat Kizashi tersenyum sebelum melanjutkan perkataannya.

"Dia lah yang paling pantas menikahi Sakura kecil-ku, dialah yang selalu membuat Sakura kecil-ku selalu tersenyum, dialah yang membuat Sakura kecil-ku menjadi seperti ini, menjadi seorang Kunoichi paling hebat di desa yang bahkan tidak bisa aku lakukan sebagai seorang ayah." Jelas Kizashi.

"Dan yang terpenting, dia adalah pria yang paling tulus, dan itu membuatku iri." Tambah Kizashi terkekeh pelan.

"Jadi yang tadi semua?" Tanya Sakura.

"Ayah hanya bercanda, tapi, aku serius dengan hal yang terakhir, jangan lagi ada kata mengintip!" Seru Kizashi.

Naruto seketika itu menegang, mengangguk cepat tanpa basa-basi.

"Jadi ayah setuju?" Tanya Sakura lagi.

Kizashi yang mendengarnya mulai tertawa keras, membuat semua orang kebingungan.

"Tentu saja aku setuju, mana mungkin aku menolak! Tegas Kizashi.

Naruto dan Sakura menghela nafas lega, mengusap-usap dada.

"Aku akan sangat senang memiliki menangu seperti dirimu." Kizashi mengalihkan pandangannya ke arah Naruto, mulai tersenyum.

"Dengan begitu aku bisa tenang, karena aku bisa menyerahkan Sakura kecil-ku ke orang yang paling tepat." Tambah Kizashi, membuat Sakura sedikit tersipu malu.

Naruto yang mendengarnya mulai mengukir senyum.

"Ya, kau bisa mengandalkanku paman, aku berjanji akan selalu menjaga Sakura-Chan!" Tegas Naruto, mulai bersemangat lagi.

Sakura yang mendengarnya mulai mendelik tajam ke arah Naruto, mulai mengeluarkan hawa yang tidak enak.

Naruto tersentak, menegak ludahnya sendiri.

"Sepertinya aku tidak bisa janji paman..." lihir Naruto, tersenyum canggung, menggaruk belakang kepalanya.

"Kenapa?" Tanya Kizashi kebingungan.

"Sudah-sudah, mari anmitsunya nanti tidak enak jika dibiarkan terus." Sela Sakura ceoat, memasang senyum lembut yang membuat Kizashi dan Mebuki keheranan.

"Kalau begitu kalian berhutang satu hal lagi pada kami." Ucap Mebuki.

Sakura dan Naruto saling bertatapan, agak kebingungan.

"Ayo, aku ingin dengar cerita kalian selama perjalanan setahun itu, apa menyenangkan?" Tanya Mebuki penasaran, menbuat Kizashi juga ikut penasaran.

Sakura dan Naruto seketika itu tersenyum, mulai memandang Kizashi dan Mebuki yang sudah siap mendengarkan.

"Ya itu menyenangkan!"

To Be Continued.

Próximo capítulo