Drt drt drt
Drt drt drt
Huuuhh, ini pasti Kak Thomas lagi. Sudah terhitung tiga kalinya dia menge-chat ku lewat aplikasi WhatshApp hanya sekedar untuk mengambilkan buku di perpustakaan yang akan dia baca, membelikan minum, dan yang paling mengesalkannya lagi ketika aku d suruh menghadapnya karena ia ingin berbicara serius dan tak ingin melalui ponsel, ia menyuruhku menghampirinya yang tengah duduk di taman belakang sekolah dan ketika aku bertanya ada apa, ia berucap "Aduh gue lupa Li mau ngomong apa?" ujarnya dengan cengengesan.
Super duper nyebelin. Huf untung suka.
Dengan malas ku mengangkat panggilan Kak Thomas yang sedari tadi ku abaikan.
"Halo"
"....."
"Iya ka, lagi jamkos!"
"....."
"Tapi ka aku lagi banyak tugas"
"...."
"Tap--"
Tut tut
Astagfirullah, ku mengusap dadaku sabar. Dan membisikan kata sabar terus menerus dalam hati.
"Lo kenapa Li" tanya Alexa heran melihatku tengah mengusap dada.
"Sesek nafas lo?" tanya Verly.
Jangan tanya Ashley saat ini tengah apa? Dia sedang mengerjakan tugas yang di berikan guru tadi sebelum katanya ijin karena ada urusan. Rajin emang, ah terkadang aku ingin menjodohkannya dengan Kakaku.
"Gapapa ko. Gue ke toilet sebentar" alibiku pergi ke toilet, namun kakiku bergerak menuju ke atas gedung sekolah menemui Kak Thomas, siapa lagi.
Setelah sampai di atas gedung, ku melihat punggung dan bahu tegap Kak Thomas tengah berdiri menghadap pemandangan kota Bandung.
Ku langsung menghampiri Kak Thomas dan berdiri tepat di samping kanannya dan ikut menikmati pemandangan indah ini. Cuaca sedang mendung dan angin yang cukup kencang melambaikan poniku.
"Indah" bisiknya kecil namun masih terdengar di telingaku. Ku tersenyum kecil dan menganggukan kepala.
"Iya, indah" jawabku.
Ku merasa Kak Thomas kini berdiri menghadap dan memperhatikanku lekat.
"Lilly!" panggilnya.
Ku ikut menghadap Kak Thomas dan menaikan sebelah alis seolah bertanya 'kenapa?' dan bersedakep tangan di dada.
"Gue haus"
"Lah terus?" tanyaku.
"Lo beli minum gih d kantin" jawabnya santai.
Seenak jidat apa dia menyuruhku membelikan minum yang berada di lantai bawah, sedangkan sekolah ini mempunyai empat lantai. Dasar gila
"Tap--"
"Nih uangnya" dia mengangsurkan uang sebesar sepulluh ribu. Eh buset, emang dia pikir aku pembantunya kali.
Sadar Li, sadar, kamu adalah asisten pribadinya sepulluh hari kedepan, yang otomatis hidup lo bakal berubah dan banyak gangguan, khususnya hati.
"Udah sana beli, nunggu apa lagi" usirnya.
Ya Tuhan, tabahkan dan sabarkan hati hamba-Mu ini.
Sperjlanan dari membeli minum tak henti-hentinya mulut ku menyumpahi Kak Thomas, apa dia tak kasihan apa dengan ku.
Wajah ganteng emang, tapi kalau perilaku dia semenyebalkan ini aku berfikir ulang untuk menyukainya.
Huuhhtt akhirnya sampai, desahku lega.
"Nih.." sodorku minuman air mineral.
Tanpa babibu lagi iya langsung mengambilnya dan langsung meminumnya. Ckk dasar. Tak tau berterimakasih apa dia, apa aku harus mengajarkannya ucapan terima kasih, huh anak SD dan TK pun tau dengan ucapan itu.
"Ahh leganya" ujarnya lega dan menaruh air yang masih tersisa setengah di pinggir kanan dan mantapku dengan senyuman tulus.
"Sini duduk!" sambil menepuk kursi panjang sebelah kirinya.
Apa dia kerasukan, kenapa tiba-tiba baik begitu dengan ku setelah seharian ini hampir membuat emosi ku naik turun.
"Lama" tariknya menarik tangan ku, dan tubuh ku pun yang masih syok dengan tarikannya barusan hanya terdiam.
Setelah sepuluh menit terdiam aku menoleh ke samping Kanan dan menemukan Kak Thomas juga tengah memperhatikanku.
"Cantik" ucapnya kecil namun masih terdengar di telingaku.
"Iya, pemandangan yang cantik" jawabku menyahuti dengan senyum kecil terpatri di wajahku. Ku membuka kaca mata yang bulat ku dan membersihkannya, namun saat aku ingin memakainya kembali Kak Thomas langsung mencegatku dengan memegang kedua tangan ku dan langsung mengambil kaca mata itu.
"Jangan di pakai" ujarnya yang belum melepaskan tangannya yang masih menggenggam tangan ku setelah tadi menaruh kaca mata miliku ke kantung bajunya.
Deg deg deg
Itu suara apa? Apa suara jantung ku? Jangan sampai Kak Thomas tau jantung ku berdetak cepat sekarang. Tak terasa pipiku langsung memanas melihat tangan ku di genggam Kak Thonas.
Ah Lilly, kamu harus sadar.
Ku mencoba melepas tangan Kak Thomas sehalus mungkin, namun genggaman tangan tersebut semakin erat. Oh Tuhan, ini jantung Lilly kenapa kaya sedang berdisko.
"Jangan di lepas!" ujarnya selembut mungkin.
"Kenapa?" tanyaku heran.
"Karena jika terlepas, gue ga bisa ngerasain jantung gue berdetak seperti sekarang".
" Maksudnya?"
"Jika terlepas, gue ga bisa ngeliat muka cemberut lo lagi dan bibir manyun ke bebek itu!"
"Hah" sungguh aku semakin bingung sekarang.
"Gue suka lo Lilly"
"Kak Thomas" apa yang dia katakan sekarang, sungguh aku tak mengerti.
******
Sepulang sekolah setelah aksi Kak Thomas yang mengatakan sebuah pernyataan yang membuat aku senang dan bingung secara bersamaan. Senang karena rasa suka ku tak bertepuk sebelah kanan dan bingung karena mungkin ini hanya sebuah kebohongan yang di buat Kak Thomas.
" Ahh bingung gue" ucapku memeluk boneka panda ukuran besar yang di belikan oleh Kak Varo.
Kenapa tiba-tiba dia berucap seperti itu, kalau ini hanya sebuah lelucon, sungguh ini benar-benar tidak lucu.
"Aarrgghhh" teriak ku frustasi.
Tok tok tok
Terdengar pintu kamar di ketuk dan dengan malas aku beranjak dari kasur untuk membukanya.
"Iya Mah" tanyaku setelah mengetahui Mamah lah yang mengetuk pintu.
"Itu ada temen mu di bawah!"
CERITA BERSAMBUNG DI BAWAH INI
"Hah, siapa?"
"Biasa Alexa, Verly, Ashley" kenapa dengan anak itu datang ke rumah tanpa mengabariku. Biasanya dia langsung ngacir ke kamar ku.
"Oh yaudah, Lilly turun dulu" ujarku lalu mengecup pipi Mamah.
Author POV
Suara gaduh mulai terdengar saat Lilly menginjak anak tangga terakhir rumahnya yang berhubungan langsung dengan ruang tengah yang memang bersebelahan dengan ruang tamu.
"Haii Lilly" sapa mereka berbarengan saat melihat Lilly mulai menampakan dirinya.
"Kalian ngapain kerumah?".
" Wih sello mba bro!" terdengar kekehan mereka semua setelah Alexa mengucapkan kalimat barusan.
"Kita cuma mau main ko" sela Verly saat melihat tatapan tatapan sinis Lilly. Memang, di antara mereka Lilly lah yang mempunyai tatapan sinis setajam, silet.
"Dan kita juga udah beli pizza Li, buat makan di sini" tunjuk Ashley box pizza berukuran jumbo dan minuman, tak ketinggalan dengan kentang goreng dan beberapa cemilan lainnya dari mulai coklat, kue, makanan ringan, roti.
"Yaudah, kita ketaman belakang aja yah" ajak Lilly bingung dengan mereka yang tiba-tiba datang tanpa kabar dan membawa makanan yang sebwgitu banyaknya.
Seperti ada yang janggal. Batin Lilly.
Setelah menata makanan d atas meja mereka pun mulai menyantap satu persatu makananan yang mereka inginkan sambil mengobrol. Lilly yang masih bingung dengan keadaan ini hanya diam saja tak ikut menyahuyi apa yang mereka obrolkan.
"Lilly" panggil Alexa.
"Woy Lilly" panggil Alexa lagi sambil menggoyangkan bahu Lilly.
"Ehh iya kenapa?" sahut Lilly gelagapan.
"Lo nglamun ya?" tuding Verly.
"Ga!" sela Lilly cepat.
"Ngaku deh looh".
" Engga" salah lagi. Batin Lilly.
"Iya tau ko kita. Yang baru di tembak pujaan hati" goda Ashley mencolek dagu Lilly.
"Cieeee" goda mereka berbarengan dengan
"Apaan sih?" ujar Lilly tak faham.
"Kami tau ko, kamu tadi sore pas ngakunya mau ke toilet tapi ternyata, uhuk- keatas gedung" goda Verly tersenyum nakal.
"Iya, keatas gedung nyamperin pujaan hati" kini giliran Ashley menggoda Lilly lagi. Tak sadar jika pipi Lilly makin merona membuat mereka semakin gencar menggodanya.
"Kak Thomas" serang Alexa tepat sasaran.
"Cieee"
"Pit piww"
"Prikitiuwww"
Oh my god.
Mereka kenapa bisa mengetahui kejadian sore itu. Apa mereka membuntuti ku, atau memang hanya kebetulan lewat. Batin Lilly meratapi nasib. Semakin pipi Lilly merona semakin pula mereka menyoraki Lilly dengan gurauan, apa lagi sekarang Mamah Lilly, Fifi bergabung dengan mereka.
Matilah engkau Lilly, kini orang tuamu tau jika anaknya menyukai Thomas, pria kejam dengan ketampanan yang menyelubunginya.