webnovel

Keraguan Setiap Individu

Kelas ini sudah jatuh dalam Status Quo.

Suasana Awal dan Rencana Awal

pasti akan sama dengan Hasil Akhir.

Apapun yang kulakukan pasti akan ada dalam genggamanku.

Meskipun Aku menghindar, hal itu secara tak kebetulan akan menghampiriku.

>===o===<

Clarissa Dorothy POV

Sudah tiga hari setelah pemilihan ketua kelas. Suasana pagi hari masih saja terasa dingin. Aku saat ini memandangi keadaan di luar melalui jendela. Aku juga sempat melirik murid di dalam kelas.

Mereka masih sering berkumpul dengan kubunya masing-masing, kecuali kubu kami. Rafael tidak mengijinkan kami untuk berkumpul saat di kelas. Aku sendiri merasa heran dengan apa yang dia tentukan.

Dua hari sebelumnya selepas bel pulang sekolah berbunyi. Rafael mengajakku ke belakang aula. Awalnya aku ragu untuk menerima ajakannya. Dia bilang kalau area itu adalah titik buta sekolah.

Aku tau yang dia maksud itu adalah tidak ada kamera CCTV di sana. Mengingat kelas, ruangan dan setiap lorong di sekolah ini terpasang CCTV. Lalu apa hubungannya dengan CCTV? Kalau dilihat-lihat dari penampilannya Rafael. Dia gak mungkin akan berbuat aneh-aneh.

Pada akhirnya aku menerima ajakannya. Saat sudah berada di tempat yang disebutkan. Kukira dia mengajak yang lain. Firasatku malah jadi gak enak.

Beginilah penampilan Rafael dan selalu saja begini semenjak pertama kali kami bertemu. Berambut hitam lebat acak-acak'an, tinggi sekitar 170cm, berkulit putih, dan bentuk tubuh lumayan berisi serta gaya berpakaian yang monoton. Tampang dan parasnya pun orang eropa banget bagiku. Selain itu, caranya menunjukkan ekspresi sepertinya dapat membuat persepsi orang berbeda-beda.

Sudut pandangku mengenai lelaki ini adalah orang yang cuek dari luar akan tetapi baik dari dalam. Dalam beberapa suasana sifatnya sangat acak. Terkadang pendiam, terlihat malas, dan juga terlihat antusias. Pada saat tertentu dia terlihat bersemangat.

Selain itu dia berasal dari keluarga yang kaya. Hanya saja penampilannya tak mengatakan begitu. Seharusnya orang seperti dia berada di kelas C.

"Tidak usah tegang ... bukan cuma kamu yang kuajak ke sini, yang lain sepertinya masih di kelas," ucap Rafael.

Dia terlihat lebih serius dibandingkan saat di kelas. Perbandingannya saat di kelas dan di luar sangatlah berbeda.

"Jadi apa yang mau dibicarakan di tempat begini?" tanyaku penasaran.

"Sangatlah tidak berguna jika kita menunggu jawaban dari para murid netral ...," gumam Rafael.

"Lalu apa rencanamu?" tanyaku.

"Aku tidak punya rencana akan hal itu ...," ucap Rafael santai.

"Hah?" heranku.

Sejenak Rafael terdiam dan memejamkan lalu mulai perlahan mengacak-acak rambutnya sendiri. Aku saat itu hanya bisa terdiam melihat tingkahnya yang aneh.

"Menurut perhitunganku, masalah ini tak akan selesai secara internal," ucapnya sembari perlahan membuka mata.

"Memangnya kamu penerawang ya?" heranku.

"Nah pas yang lain sudah datang," ucapnya mulai menoleh ke arah yang lain

Saat itu juga Ivan, Luna, dan Rio datang. Rafael melirik ke sekitar, rupanya dia memastikan agar tak ada orang lain yang mengamati kami.

"Rio ... apakah kau mendapatkan informasi lagi?" tanya Rafael.

"Sudah dipastikan dua orang itu tak akan memberikan suaranya," jawab Rio.

Pada saat itu aku tak tahu apa-apa mengenai topik awal. Sepertinya yang mereka maksud murid-murid netral.

"Di antara kedua orang ini, yang pertama sudah pasti tak memilih siapapun karena dari ketiga calon tidak ada yang ia akui kemampuannya termasuk dirimu," sambung Rio.

"Lalu untuk si cewek?" tanya Rafael.

"Dia itu mantannya Edward-"

"HAH BOHONG!" kejut Rafael memotong ucapan Rio.

"Hmm, kenapa kaget?" tanya Luna curiga.

"Ekhem ... tidak apa-apa, lalu?" sambung Rafael.

"Dia juga punya hubungan yang buruk dengan Arkan saat acara penerimaan," sahut Rio.

Aku sama sekali tidak bisa menebak siapa saja yang dimaksud oleh Rafael dan Rio. Awalnya aku ingin bertanya, tapi rasanya cukup memalukan. Karena di antara kami berlima cuma aku yang gak masuk ke topik pembicaraan.

Kulihat Rafael ingin mengatakan sesuatu, "oke kalau begitu kita kesampingkan topik tentang dua orang itu. Ada beberapa hal yang ingin kusampaikan. Pertama, aku melarang kalian untuk berkumpul saat di kelas. Kedua, dilarang berkomunikasi digital saat di kelas-"

"Yaa gimana caranya komunikasi digital ... kontak sosmed kalian saja aku tidak punya," potongku.

"Hah gak punya?" heran Luna.

"Rafael! Kamu belum mengundang Dorothy ke dalam grup chat?" sahut Ivan.

Sudah berapa orang coba yang memanggilku dengan nama itu.

"Maaf saja ... jangan panggil aku dengan nama itu," ucapku.

"Hah emangnya kenapa?" tanya Ivan.

"Ah sudahlah tidak usah bahas itu. Ini HP-ku tidak dikunci kok, silahkan add kontak sosmedku," sahut Rafael meminjamkan HPnya kepadaku.

Apakah dia berusaha melindungiku? Kurasa tidak. Lalu apa maksudnya coba baru ngasik tau kontaknya.

"Maaf tadi selepas pulang sekolah aku langsung mengajaknya ke sini jadi gak sempat memberi tau dia," sambung Rafael.

Alasan aja nih orang. Padahal waktu tadi di jalan canggung banget.

"Ya sudah lanjutin aja yang tadi!" ujar Luna.

"Oh oke ... Kedua, dilarang berkomunikasi digital saat di kelas, kecuali jika ada hal penting. Ketiga, sebisa mungkin jangan menjaga jarak dari murid lainnya. Keempat, dimanapun kalian berinteraksi dengan murid lainnya harap perhatikan CCTV sekitar. kelima, kumpulkan informasi apapun sebanyak mungkin. Terakhir Keenam, Apapun yang kuberitahu di Grup Chat bersifat absolut," jelas Rafael.

Awalnya aku merasa aneh dengan peraturan yang dia jelaskan. Namun Luna lebih dahulu merasakan itu.

"Hah? Cuma itu? Kau gak ada niat nyebarin pengaruh atau mengajak murid-murid netral itu," ujar Luna.

"Kalau itu ... Ivan! Bujuk salah satu dari ketiga murid netral, selain yang dimaksud Rio," seru Rafael.

"Cuma dia?" sahut Luna.

Pada waktu itu Luna terlihat emosi'an. Aku sendiri merasa risih dengan sikapnya.

"Sensi amat sih ama Rafael," ucapku.

"Maksudmu apa?" sahut Luna mulai melirikku.

"Emosinya tuh bisa dikondisikan?" sindirku.

Tatapan Luna sedikit membuatku takut. Tak kusangka Idol manis seperti dia memiliki tatapan seperti itu.

"Sudah-sudah, ini bukan saatnya untuk berselisih ... Luna aku ngerti maksudmu, yang kamu pikirin kenapa kelompok kita tidak seantusias kelompok lainnya, kan?" jelas Rafael kepada Luna.

"Hah kenapa kamu bisa baca-"

"Untuk saat ini percaya aja sama aku dan tolong baca situasi kondisinya," potong Rafael.

Luna langsung terdiam setelah mendengar ucapannya. Aku sendiri masih berusaha masuk ke dalam inti topik. Inginku bertanya maksud mereka semua tuh apa, hanya saja aku tak memiliki keberanian yang cukup. Hingga pada akhirnya hal lain yang kuucapkan, "ehmm ... Kalau gitu langsung saja bagi beberapa tugas kepada kami."

Rafael sedikit tersenyum dan menampilkan mimik wajah yang cukup membuat orang lain menganggapnya merencanakan sesuatu.

"Alasanku mengumpulkan kalian tak hanya sekedar membagikan tugas, melainkan menjelaskan rencana besar kita yang berpacu pada perspektif suasana individu," jelas Rafael dengan mimik percaya dirinya.

Setelah itu, Rafael banyak sekali menjelaskan hal-hal yang harus kami lakukan dan hindari selama kelas ini belum memiliki ketua kelas.

Dia menyebut rencananya dengan sebutan, Operasi Revisi Sudut Pandang. Aku sendiri sudah pasti paham dengan yang dia maksud. Apalagi setiap tindakan kami di kelas saat ini sudah terpaku pada langkah-langkah yang telah dijelaskan Rafael sebelumnya.

Apakah sampai hari ini Pak Saragi tak masuk kelas? Mungkin saja tidak. Waktu itu dia bilang tidak akan mengajar sampai kelas ini benar-benar memiliki ketua kelas. Sebagian dari kami senang akan hal itu.

Karena beberapa murid sangat suka jam bebas. Bukankah ini terlalu berlebihan? Seorang guru tidak mengajar hingga tiga hari. Sudah berapa banyak materi yang tertinggal? Kurasa tak hanya diriku yang sadar akan hal itu.

"Permisi ... kelas A angkatan 16, kan?" Aku mendengar suara cewek.

Meskipun tempat dudukku di pojok belakang, aku masih bisa mendengar suara sampai pintu masuk.

Kakak kelas? Kurasa iya, aku tak pernah melihat kedua cewek itu. Lagipula mereka lebih tinggi jika dibandingkan dengan murid-murid kelas ini.

Apa yang mereka bicarakan dengan Rafael? Dia mempersilahkan kedua kakak kelas itu untuk masuk.

"Halo Semuanya!!" sapa kakak kelas itu.

Mungkin saja mereka OSIS. Buktinya dengan gampang masuk dan berdiri di depan begitu saja. Aku sedikit mengingatnya, gadis berambut hitam panjang yang diikat dua. Kurasa aku pernah bertemu dengannya saat acara penerimaan. Namun, aku lupa akan parasnya, hanya gaya rambutnya yang membekas di pikiranku. Jadi, parasnya dia sendiri seperti gadis jepang dan pastinya berkulit putih. Lalu yang lagi satu, berambut hitam lurus sedada berkulit putih dengan paras gadis dari britania raya.

Sementara para murid lainnya masih curiga dan merasa aneh akan kehadiran mereka berdua. Di tengah suasana perebutan kekuasaan seperti ini, kenapa harus ada orang luar yang ikut-ikut'an?

Hal seperti ini sudah diperkirakan Rafael sebelumnya. Maka daripada itu yang kami duga bahwasannya akan ada pihak di luar kelas yang ikut campur. Maka, yang pertama kali akan mencampuri urusan ini adalah OSIS.

"Woaahhh ... murid-murid di kelas ini cukup cuek yaa ... meskipun begitu pepatah mengatakan ...," ujar kakak kelas dengan rambut hitam sedada itu.

Sumpah dah nih kakak kelas sok asik banget. Apakah di antara kami semua tidak ada yang mempertanyakan kehadiran dua orang ini?

"Tak Kenal maka tak sayang. Meskipun kenal belum tentu sayang ...," sambung kakak kelas berambut ikat dua itu.

Apakah dia Idol seperti Luna? Cara berbicaranya hampir mirip. Sifatnya yang periang dan hiperaktif membuat beberapa lelaki di kelas ini terpesona olehnya. Kecuali Rafael yang seakan-akan telah melihatnya berulang kali.

Drrt ... Drrt ...

HP-ku bergetar, rupanya ada notifikasi masuk dari Grup Chat. Kurasa Rafael ingin memberitahu sesuatu.

"Kakak kelas yang ada di depan kalian bukanlah anggota OSIS, coba perhatikan lencana yang ada di dadanya."

Aku tidak mengerti maksudnya. Hanya saja yang dia katakan benar, lencananya itu bukanlah logo OSIS.

Di lencana itu hanya ada huruf M dan P, mungkinkah murid-murid lainnya menyadari hal itu? Hanya saja hal seperti ini bisa saja menjadi siasat untuk saling menjatuhkan.

"Mohon perhatiannya yaa!! Maaf mengganggu waktu kalian. Perkenalkan Nama Saya Ruka Manami dan di sebelah saya ...," ucap kakak berambut ikat dua itu.

"Hannah Mitchell, salam kenal yaa ...," sambung kakak di sebelahnya

"Kami berdua dari OSIS dan sudah pastinya kakak kelas kalian ...," ujar mereka berdua.

Sungguh suatu kebohongan yang kudengar pertama kali di sekolah ini. Aku yang duduk di belakang tidak terlalu tau persis ekspresi-ekspresi dari murid lainnya, yang kurasakan saat ini adalah Kesunyian kelas ini mencoba membungkam kedua kakak kelas di depan.

"Kedatangan kami berdua ke kelas ini untuk meminta jawaban dari murid-murid netral ...," ucap Hannah.

"Yups ... dan kami dari OSIS sudah tau permasalahan yang melanda kelas tertinggi di sekolah ini," sambung Ruka.

Kurasa semua murid merasa aneh dan heran dengan ucapan mereka. Tak usah ditunggu hingga kelas benar-benar jatuh dalam suasana canggung. Arkan dan Edward sudah mengacungkan tangannya.

"Apakah kalian berdua yang akan menentukan pilihannya hari ini?" tanya Hannah.

"Maaf saja! Saya sendirilah yang akan dipilih di sini," ujar Arkan percaya diri.

Edward sedikit tertawa setelah mendengar perkataan Arkan,

"Hahaha ... Arkan ... kepercayaan diri saja tidak cukup sebagai modal untuk menjadi pemimpin kelas ini ...."

"Lalu apa? Uang yaa? Maaf saja aku bukanlah orang sepertimu yang selalu mengandalkan uang!" balas Arkan.

"Oh ya! Tidak'kah engkau tau ... bahwasannya uang sudah menjadi pondasi mendasar kehidupan setiap insan...," ujar Edward.

"Ah, sudah-sudah ... jangan berselisih dulu, lebih baik begini saja. Yang merasa netral di sini harap segera memberikan suaranya hari ini yaa!" jelas Ruka.

Mulai dari sinilah rencana dan perhitungan Rafael akan dibuktikan. Karena Rafael sendiri mempertaruhkan sesuatu.

Pada saat itu dia mengucapkan, "mulai tiga hari ke depan, lihat saja apa yang akan terjadi. Apakah perkiraanku sangat akurat atau tidak? Jika tidak, kalian bisa meninggalkanku dan membiarkanku. Akan tetapi, jika nantinya tanda-tanda awal yang kuperkirakan benar ... maka kalian semua wajib mengikuti rencana jangka panjangku."

Bagiku dan teman-teman yang satu suara denganku. Sebenarnya hari ini adalah penentuan kami untuk menghilangkan keraguan diri terhadap apa yang akan dilakukan Rafael.

>===o===<

Cerita ini adalah Fiksi.

Semua orang, kelompok, tempat, dan nama yang muncul di Cerita ini.

Tidak ada kaitannya dengan dunia nyata.

Nächster?

Unparteiisch

Próximo capítulo