webnovel

SEORANG PELARIAN

Lycan buas berwarna putih itu menerobos masuk ke dalam rumah, mencari sumber suara. Seseorang menangis dan diikuti dengan suara gemuruh dan gumaman yang menggema di seluruh rumah.

Sepertinya sesuatu yang buruk telah terjadi dan mereka berduka sekarang, berduka atas sesuatu atau seseorang yang telah meninggal.

Kace tidak bisa merasakannya. Ikatan batin antara dirinya dan pasangannya. Sang monster itu tidak bisa merasakannya.

Begitu binatang buas putih itu tiba di depan pintu yang diukir indah, ada sekitar sepuluh orang di sana, menangis, terisak, dan menghibur satu sama lain.

Seketika itu juga sang monster putih itu merasa tubuhnya menegang, saat suasan tiba- tiba berubah menjadi suram. Sesuatu yang buruk telah terjadi di sana.

Lycan putih itu sempat melihat keempat wanita, yang berdiri di luar pintu, menangis di bahu satu sama lain.

Namun, tidak satupun dari mereka adalah pasangannya. Kace akan segera mengetahui kalau mereka adalah pasangannya.

Entah itu berkah atau kutukan lain, karena apapun yang ada di balik pintu ini, akan jadi jauh lebih buruk daripada wanita menangis di luar sana.

Monster buas putih itu menyelipkan tubuhnya yang besar ke dalam ruangan dan matanya yang gelap berubah menjadi keruh ketika dia melihat seorang wanita menangis di samping tempat tidur bayi berwarna putih, pria lain memegangi bahunya dan membisikkan sesuatu ke telinganya untuk menenangkannya.

Sementara itu, tiga pria lainnya, yang tampaknya adalah dokter, mengucapkan belasungkawa dan berdiri di sana dengan ekspresi sedih terukir di wajah mereka.

Binatang buas putih itu berjalan mendekati tempat tidur bayi dan melihat makhluk kecil tersebut, seindah dan semurni embun pagi.

Binatang buas putih itu sangat tinggi, sehingga kepalanya bisa melihat ke atas kotak tanpa banyak kesulitan.

Bayi cantik itu mengerutkan bibir merah mudanya dan jari- jari kecilnya melengkung. Dia sangat cantik dengan rambut hitam dan kulit yang lembut.

Tapi, bayi itu tidak bernapas.

==============

Angin menderu dan gemerisik dedaunan adalah satu- satunya suara yang menyertai Serefina saat dia menunggu Kace kembali dari dalam rumah.

Penyihir itu telah menangani Maximus dan orang- orangnya, tetapi mereka harus pergi dari sana segera sebelum Lycan yang menyebalkan itu kembali dengan lebih banyak orang, atau lebih buruk; Maximus akan memanggil Jedrek.

Segalanya akan menjadi sangat buruk jika itu terjadi.

Tak berapa lama, Serefina bisa melihat sosok Kace berjalan keluar rumah, tapi dia sendirian. Mengapa dia tidak datang dengan pasangannya?

Ekspresinya tidak bisa terbaca, jadi Serefina tidak tahu apa yang terjadi di dalam sana.

"Apa itu?" Serefina yang tidak sabar mendekati Kace dan bertanya padanya dengan tergesa-gesa. "Dimana pasanganmu? Kenapa kau hanya sendiri? Sesuatu terjadi di sana? "

Namun, alih- alih menjawab pertanyaan Serefina, Kace tidak berhenti untuk berbicara dengannya dan terus berjalan saat dia mengajukan pertanyaan lain. "Di mana para Lycan itu?"

"Tentu saja, aku telah menangani mereka, tenang saja." Serefina berjalan di sampingnya saat dia menjawab dengan sombong. "Sekarang, jawab pertanyaanku, dimana temanmu?"

Kace melirik penyihir di sebelahnya dan menggeram kesal. "Pasangan apa maksudmu?!"

Tamparan keras jatuh di punggung Kace, tapi Lycan itu bahkan tidak bergeming. "Perhatikan kata- katamu, nak!"

Kace memutar matanya, saat mendengar cara Serefina memanggilnya, meskipun dia menganggap Serefina sebagai kakak perempuannya, tetapi penyihir itu tampak terlalu asyik dengan gagasan itu dan mengganggunya setiap kali dia bisa.

Nah, seperti seorang saudara perempuan ...

"Jadi apa yang terjadi?" Serefina mencoba mengikuti langkah Kace yang terburu- buru saat mereka berjalan menjauh dari sana, meninggalkan rumah, yang diasumsikan oleh sang penyihir kepadanya bahwa pasangannya ada di sana.

"Kau salah." Kace memelototi Serefina. "Pasanganku tidak ada di sana."

"Betulkah?" Serefina mengerutkan kening, dia merasakannya, energi aneh dari dalam rumah. Dia telah mencari perasaan aneh itu sejak beberapa dekade yang lalu, sehingga pada saat dia merasakannya, dia pikir dia telah menemukan salah satu dari tiga malaikat pelindung.

Tapi… apakah dia salah? Serefina sangat bingung.

"Mustahil… aku yakin itu." Serefina bergumam.

"Seperti, seratus persen yakin?" Kace menyipitkan mata padanya, meragukan penilaiannya sendiri jika Serefina mengatakan dia yakin akan hal itu. Mungkin Kace harus kembali dan memeriksanya untuk kedua kalinya bersama dengan sang penyihir.

Bisa jadi Kace salah dan bayi yang tidak bernyawa di dalam sana adalah memang pasangannya. Memikirkan hal itu saja sudah membuat Kace mengerutkan keningnya.

"Hmm… seperti enam puluh persen." Serefina mengusap dagunya, sorot matanya terlihat rumit ketika dia menatap Kace.

"Sialan kau." Kace mengutuk. "Kau memanggilku ke sini hanya untuk enam puluh persen yakin?" Dia tidak percaya itu, Serefina tidak pernah bertindak begitu sembrono jika dia tidak yakin tentang sesuatu.

Mungkin waktu akhirnya mengubahnya?

"Diam. Aku sangat bingung sekarang. Tapi, enam puluh persen adalah peluang yang tinggi." Serefina membalas. Dia tidak ingin disalahkan. "Bagaimana Kau tahu dia bukan pasanganmu? Apakah kau menyentuhnya? "

"Aku tidak bisa merasakan kehadiran pasanganku bahkan ketika aku berada sangat dekat dengan rumah itu, satu- satunya hal yang menarikku lebih dekat adalah suara tangisan, orang- orang di dalam sana tengah berduka karena Maximus salah membunuh jiwa yang tidak berdosa." Kace teringat apa yang terjadi di dalam rumah. Ada banyak wanita di dalam rumah itu.

"Lalu?" Serefina menyelidiki. "Tak satu pun dari mereka pasanganmu?"

"Tidak ada dari mereka, tapi ada bayi di dalam kamar, rupanya mereka menangisi bayi itu karena dia sudah tidak bernyawa lagi." Kace mengerutkan kening, ia teringat bahwa bayi itu sangat cantik dengan aroma bunga.

"Mati?" Serefina mengulangi.

Adapun saat ini, mereka telah berjalan sangat jauh dari rumah dan berbelok menuju tempat keramaian di mana mobil dan sepeda motor melaju di jalan dengan toko- toko berjejer dengan lampu yang terang di sebelah kiri mereka.

"Ya, aku pikir Maximus berhasil membunuh bayi malang itu." Kace menyimpulkan. "Tapi, bahkan bayi itu pun bukan pasanganku." Dan dia bersyukur untuk itu.

Kace tidak bisa membayangkan, bagaimana dia akan bereaksi jika melihat pasangannya telah meninggal. Dia tidak ingin menghadapi kakaknya, tetapi jika karena perintahnya dia akan kehilangan pasangannya, maka dia tidak akan pernah memaafkan Jedrek untuk itu.

"Apakah kau yakin? Aku senang jika dia bukan milikmu, tapi bagaimana aku bisa membuat kesalahan? " Serefina membantah kesalahannya dengan angkuh.

"Semua orang membuat satu atau dua kesalahan." Kace mengutip.

"Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang? Kau tidak bisa kembali ke kastil. " Serefina mengabaikan kata- katanya. "Tapi jika kau tetap di sini kau akan…"

"...menjadi pelarian." Kace menyelesaikan kesimpulannya.

Próximo capítulo