webnovel

Bab 11: Aplikasi Penyedia Nomor Palsu

Setelah proses interogasi selesai untuk sementara waktu, Arvin bergegas mengikuti Kanit Gerdian ke ruangan mereka. Keduanya terlihat serius dengan kening berkerut dalam.

"Komandan, apa Anda memikirkan apa yang saya pikirkan?"

Sampai di ruangan, Arvin langsung mengutarakan kegundahan hatinya. Sesuatu yang beberapa hari ini berputar-putar di kepalanya.

Kanit Gerdian menatap Arvin penuh tanya. Lebih tepatnya, belum bisa menangkap apa yang akan anak buahnya ini utarakan. Di kepalanya pun terlalu banyak yang dia pikirkan, jadi akan sangat mustahil langsung paham pada maksud Arvin.

"Tentang telepon misterius itu. Kenapa dia menghubungi saya di kasus kedua dan ketiga? Sementara di kasus pertama tidak." Arvin berucap dengan ekspresi resah. Dia benar-benar tidak bisa tenang.

Seharusnya hal ini diselidiki lebih awal, tapi karena Arvin tidak berterus terang pada Kanit Gerdian, jadinya seperti ini. Banyak tanda tanya. Banyak misteri. Dia jadi kewalahan dibuatnya. Arvin sangat menyesali kecerobohannya yang satu ini. Seharusnya, dia menyadari jika telepon itu lebih penting dari apa pun.

Kanit Gerdian yang awalnya sibuk membereskan tumpukan kertas di mejanya, dia mulai berhenti dan mengalihkan fokus pada Arvin. Ah, telepon misterius itu. Arvin baru membahasnya tadi di mobil, dan sedikit yang dia ingat.

Seseorang menelepon Arvin, lalu terjadilah kasus pembunuhan. Terdengar sangat mustahil dan berisiko bagi si pelaku memang, tapi seperti itulah yang terjadi.

"Katakan padaku lagi tentang hal itu," ucap Kanit Gerdian. Dia duduk di kursinya dan mengambil buku catatan.

"Pada tanggal 8 dini hari, tepat ketika korban kedua tewas, seseorang menghubungi saya. Saya tidak sempat bertanya dan langsung berpikir jika itu telepon dari Anda. Jadi, saya bergegas menuju Jalan Bukit Golf, tapi Anda dan yang lain tidak ada."

Kanit Gerdian masih menyimak. Dengan serius.

"Saya berpikir jika mungkin ini telepon dari seorang saksi, dan menyelidiknya sendiri. Tapi buntu. Dan pada korban ketiga atau dini hari tadi, orang itu menghubungi saya lagi. Dan Anda tahu kelanjutannya seperti apa."

Kanit Gerdian mengangguk-anggukkan kepalanya. Tidak perlu berada di posisi Arvin untuk memahami hal ini, karena dilihat dari segi mana pun, ini akan sangat berguna bagi jalannya penyidikan. Atau justru membuat semua menjadi kacau dan berbelit. Tergantung apa sebenarnya tujuan dari si penelepon misterius itu sendiri. Membantu, atau mempersulit?

"Saya rasa kita harus menyelidiki hal ini terlebih dahulu. Siapa orang itu, dan apa motif dibaliknya. Setelah itu, kita bisa fokus pada Daryo." Arvin sedikit ragu dengan ucapannya.

Mengesampingkan Daryo, sama dengan menahan pria itu sedikit lebih lama. Dan jika pada akhirnya pria itu memang tidak terlibat apa pun, risikonya akan sangat tinggi. Karena bisa dibilang, mereka merenggut kebebasannya secara paksa.

Kanit Gerdian tampak berpikir. Keputusan yang sulit, tapi mau bagaimana lagi. Misteri telepon yang Arvin dapatkan sama pentingnya dengan menguak alasan kenapa Daryo ada di TKP. Jika diabaikan yang satu, harus yang mana? Jika tidak memilih yang tepat, bisa semakin semerawut dan tiada ujung.

Yang Kanit Gerdian rasakan saat ini seperti ditindih ratusan tanda tanya. Keberadaan Daryo nyatanya bukan membuat mereka fokus dan sedikit lebih dekat pada pemecahan kasus, tapi justru membuatnya hampir melupakan misteri lain. Misteri utama jika boleh Arvin sebut.

Ditambah lagi, publik sudah terlanjur heboh dengan penangkapan Daryo, jika malah menyelidiki masalah lain, bisa makin gempar lagi. Masyarakat akan bertanya-tanya. Dan itu sama sekali bukan hal baik.

Pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Bian datang menenteng sebuah keresek belanjaan berukuran sedang. Pria jangkung itu langsung menghampiri Arvin dan Kanit Gerdian. Dia membongkar isi kereseknya, menyerahkan minuman kaleng dan beberapa roti pada Kanit dan rekannya itu.

Rupanya, setelah keluar dari ruang interogasi, Bian bergegas ke toko yang letaknya tak jauh dari Kantor Polres Metro. Membeli beberapa roti dan minuman. Selain untuk mengganjal perutnya, dia juga termasuk polisi yang sangat memperhatikan rekan-rekannya. Akan sangat jarang mendapati Bian makan seorang diri. Atau tidak membawa apa-apa untuk rekannya.

"Kau masih sempat-sempatnya memikirkan perut." Arvin berseloroh.

"Aku bukan robot sepertimu." Bian membuka satu bungkus roti dan melahapnya di situ juga.

"Serahkan itu pada Bian. Dia yang akan menyelidiknya," ucap Kanit Gerdian secara tiba-tiba.

Arvin yang paham langsung mengangguk. Sementara Bian hanya menatap dengan penuh tanya. Dia melewatkan sesuatu yang penting.

Arvin langsung menyeret Bian menuju mejanya. Dia juga menyalakan komputer Bian untuknya. Lalu, sibuk mengutak-atik ponselnya sendiri.

"Selidiki siapa pemilik nomor ini." Arvin menyodorkan ponselnya pada Bian. Dengan tega dia juga merampas roti yang hanya tinggal satu suap lagi itu dari tangannya.

Bian ingin protes, tapi lebih memilih untuk mengalah. Sama-sama keras kepala tidak akan membawa perubahan. Yang ada hanya semakin runyam dan membuang waktu percuma saja. Meski tidak bisa dipungkiri jika dia kesal, tapi biarkan saja kali ini. Toh masih bisa membalas di lain kesempatan.

"Nomor siapa ini?" Bian bergumam pada dirinya sendiri.

Pria itu mulai melakukan tugasnya. Jemarinya dengan cekatan mengetik setiap nomor yang Arvin berikan. Mula-mula dia melakukan panggilan menggunakan ponselnya. Tidak bisa tersambung.

Lalu mulai mencocokkan digit angka awal dengan beberapa perusahaan penyedia kartu seluler. Namun, Bian tidak menemukan satu perusahaan pun yang cocok dengan nomor tersebut.

"Ah, ini mustahil!"

"Ada Apa?" Arvin masih setia di sana. Menunggu sebuah perkembangan.

"Sepertinya nomor ini berasal dari sebuah aplikasi penyedia nomor palsu sekali pakai. Aplikasi yang sempat digemari dua tahun lalu, dan membuat kasus penipuan semakin menjadi-jadi," tutur Bian.

Tidak bisa dihubungi balik. Kode tidak terdaftar di perusahaan mana pun di negara ini. Sudah dipastikan nomor itu berasal dari sebuah aplikasi penyedia nomor palsu sekali pakai.

Bian langsung yakin akan hal ini, tapi di sisi lain juga ragu. Mengingat, hampir semua aplikasi penyedia nomor palsu sekali pakai yang dia tahu, satu pun tidak ada yang bisa digunakan untuk melakukan panggilan telepon secara langsung.

"Tapi bukankah nomor dari aplikasi itu hanya bisa dipakai untuk verifikasi akun media sosial?"

Bian mengangguk, "Kebanyakan seperti itu. Tapi nomor ini sepertinya dari aplikasi yang lebih canggih."

Arvin hanya menyimak dan menjawab jika Bian bertanya. Dia benar-benar menyerahkan perihal nomor telepon ini pada rekannya itu. Masalah melacak, Bian memang jagonya. Dia tidak akan kehilangan jejak dan tipe yang gigih pula. Sekali memiliki target, akan dikejar sampai titik darah penghabisan.

"Biasanya di aplikasi seperti ini, satu orang hanya mendapat satu nomor untuk satu kali digunakan, tapi kau justru mendapat dua telepon dari nomor ini, 'kan?"

Arvin mengangguk. Bian merengut. Benar-benar ada yang salah di sini.  Dia yakin betul nomor itu berasal dari sebuah aplikasi, tidak mungkin jika bukan. Karena jika nomor itu pernah dikeluarkan oleh suatu perusahaan, akan dengan mudah dia bisa menciduk pemiliknya. Menyeretnya dan satu kasus pun selesai.

Namun yang terjadi saat ini, justru tanda tanya dan tanda tanya. Sampai bosan melihat dan memikirkannya. Satu nomor palsu sekali pakai tidak mungkin bisa digunakan dua kali. Bahkan digunakan untuk melakukan panggilan pun lumayan mustahil. Otak Bian benar-benar diperas kali ini.

"Apa kau bisa mengecek aplikasi penyedia nomor palsu itu dan mencari nomor yang cocok?" Arvin mencoba memberi saran.

"Mana bisa seperti itu!" Sembur Bian.

Perusahaan aplikasi penyedia nomor palsu bersikap tertutup, dan sangat menjaga privasi penggunanya. Mereka tentu tidak akan dengan mudah mengumbar setiap nomor yang ditawarkan begitu saja.

Jangankan mengumbar nomor yang disediakan, nomor yang sudah terpakai pun sangat dirahasiakan siapa pemiliknya. Jadi, akan sangat mustahil mengecek dan mencocokkannya dari satu aplikasi ke aplikasi lain.

Satu hal lagi yang menjadi hambatan. Perusahaan dari aplikasi seperti ini tidak berada di Indonesia. Kebanyakan dari mereka berasal dari Amerika dan Eropa.

Tentu akan sangat sulit untuk meminta informasi pengguna dari pihak mereka. Jika pun bisa, pasti akan memakan waktu yang tidak bisa dibilang sebentar. Negosiasi yang akan dilakukan pun pasti terasa alot.

"Beberapa menit lalu aku begitu percaya diri, tapi sekarang aku tidak tahu harus memulai dari mana." Bian mengacak rambutnya.

Rasa percaya diri memang bisa tumbuh dan lenyap sesuka hati. Tak jarang begitu membuncah, tapi ketika mendapat hambatan akan melempem dalam sekejap. Perasaan yang paling menyebalkan memang. Bian mengakui hal itu sebagai kelemahannya sendiri.

"Aku rasa kau bisa memulainya dari menyeleksi setiap aplikasi yang ada. Mengelompokkan mana saja yang menyediakan nomor palsu berkode Negara Indonesia."

Arvin menepuk pundak Bian dengan pelan. Dia menatap rekannya itu dengan rasa percaya yang penuh. Juga memberinya semangat agar tidak menyerah. Padahal tidak perlu dipinta pun, Bian tidak akan menyerah begitu saja. Ini baru dimulai.

Bian hanya menatapnya sekilas. Berbicara dan memberi saran memang mudah, sangat berbeda dengan mempraktikkannya secara langsung. Namun, bukan berarti dia menolak saran itu mentah-mentah. Toh bagaimana pun, apa yang Arvin katakan memang benar. Tidak ada cara selain menyeleksinya terlebih dahulu.

"Arvin, sebaiknya kau selidiki soal mobil yang Daryo katakan di ruang interogasi tadi. Apa benar ada mobil atau dia hanya membual."

Kanit Gerdian memberinya perintah. Hal yang sudah pasti akan Arvin lakukan hari ini. Memastikan mobil dan beberapa hal di TKP.

"Siap, Komandan!" Arvin memberi hormat dan berlalu. Meninggalkan Bian yang sibuk dengan nomor telepon misterius itu.

Sementara tidak lama setelah Arvin pergi, Kanit Gerdian pun meninggalkan ruangan dengan beberapa kertas yang sudah disusun rapi. Dia pergi dengan tergesa-gesa.

Próximo capítulo