webnovel

Cantik

~POV Arumi~

"hmmm kita rekan satu proyek, iya kan Bang Ryan?" tanyaku pada Bang Ryan yang juga ikut menatapku.

"iya, kami rekan kerja," ujar Bang Ryan sambil mengangguk. Ia kemudian menoleh pada Bang Ken yang berada di sampingnya.

"proyek yang website itu maksudnya Aru?" tanya Dita yang masih memasang ekspresi heran.

"iya Dit," jawabku singkat.

"beneran? Kok bisa ya?" Bang Ken tersenyum padaku dan Bang Ryan, tak lama berselang dia melirik Dita dan mereka saling tersenyum. Hmmm apa sih yang mereka pikirkan?

"eh, kok malah bengong di sana, sini duduk," ajak Bang Ken padaku dan Dita yang masih berdiri di dekat pintu.

Dita segera duduk di samping Bang Ken, jadi aku tak punya pilihan lain selain duduk di samping Bang Ryan, sepertinya aku harus mulai terbiasa duduk di dekatnya, hehehe.

"hmmm jadi kenapa Babang ngajakin Arumi main ke sini nih?" tanya Dita.

Eh, kok Dita malah nanya itu ya? Bukannya dia sudah tahu alasan Bang Ken ingin bertemu denganku?

"Oh iya, sampe lupa tadi, makasih ya sayang," ujar Bang Ken lembut pada Dita. Ish... Bang Ken ini kok bikin aku iri saja sih!

"jadi gini Arumi, ada teman Bang yang minta dicomblangin sama cewek, dia pake kursi roda juga, ya mirip Bang sama Ryan lah, tapi sebelumnya Bang mau nanya Arumi dulu, kira-kira Arumi mau gak kenalan sama dia? Ya, kenalan aja dulu... kalo mau, biar nanti Bang kabari dia, jadi kalian bisa ketemuan," kata Bang Ken serius.

Aduh!!! Bagaimana ini??? Dita berarti belum bilang sama Bang Ken kalau aku menolak untuk dicomblaing ya... aku harus ngomong apa ini??? apalagi ada Bang Ryan pula di sini, kok jadi rumit begini sih?

Dari sudut mataku tertangkap bayangan wajah Bang Ryan yang sedang menatapku, aku tak berani melihatnya, aku takut!

Tadi Bang Ken bilang kenalan kan? Gimana ini? kalau aku menolakknya nanti malah dikira aku sombong, masa hanya diajakin kenalan saja aku tak mau. Tapi... kalau aku mau saja, apa yang akan dipikirkan Bang Ryan nanti? Apa jangan-jangan dia merasa aku cewek gampangan?

Eh... tunggu dulu! Bukannya Bang Ryan sudah punya pacar kan? Terus kenapa juga aku harus peduli dengan pendapatnya? Toh dia saja tak peduli denganku, dan tak mengannggapku lebih dari rekan kerja.

Oh... Arumi! Apa sih yang kamu pikirkan? Bang Ryan itu gak tertarik sama kamu! Sudahlah! Kenapa juga aku harus mempersulit diri seperti ini.

"iya gak pa pa kok Bang Ken," kataku sambil tersenyum.

Aku kemudian melirik Bang Ryan dengan keberanian yang baru saja muncul di hatiku, kami saling menatap untuk beberapa detik sebelum akhirnya dia membuang muka.

"ah, baguslah kalo begitu, nanti biar Bang kabari dia, semoga kalian tak hanya sekedar kenalan aja nanti hehehe, dia orangnya baik loh Arumi," tutur Bang Ken mencoba meyakinkanku.

Aku tak memberikan tanggapan apapun, aku hanya tersenyum kecil, dalam hatiku ada rasa bersalah telah memberikan jawaban itu, hanya saja apalagi yang harus kupikirkan, aku telah melakukannya.

"iya... kalo Arumi jadian sama temen Babang itu kan seru... kita nanti jalan barengannya samaan gitu, hehehe sama-sama punya pasangan yang pake kursi roda," sambung Dita nyengir padaku.

Bahkan mendengar pendapat sahabatku seperti itu, hatiku malah bertambah tak karuan rasanya. Aku seakan tak ingin pertemuan dengan teman Bang Ken itu terjadi dalam waktu cepat ini.

"hmmm Bang Ryan udah ketemu sama kliennya?" tanyaku basa-basi pada Bang Ryan. Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, aku merasa terlalu gugup di situasi yang aneh ini.

"belom, ini masih nungguin," jawab Bang Ryan singkat.

"oh ya Aru.... ceritain dong, kok kamu sama Bang Ryan bisa bikin proyek bareng sih?" tanya Dita seketika.

Aku segera menoleh pada Bang Ryan, berharap dia yang menceritakannya, tapi dia hanya memberikan tatapan tajamnya itu padaku. Aku pun kemudian menoleh pada Dita dan mulai menceritakan awal kisah itu. Sesekali aku meminta respon Bang Ryan, sedekar untuk meyakinkan dan memastikan ceritaku sesuai dengan yang sebenarnya, tapi Bang Ryan hanya memberikan jawaban dengan anggukan saja, ia sama sekali tak mengeluarkan suara, mengapa dia kembali dingin seperti sebelumnya?

***

Kembali mengerjakan proyek website di rumah Bang Abid, aku sekarang telah berada di mejaku, di samping Bang Ryan. Sama seperti kemarin, kami lebih banyak diam, sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Setengah jam berlalu dalam keheningan, tiba-tiba...

"Aru emang serius cari cowok disabilitas ya?" tanya Bang Ryan tanpa menoleh padaku.

Hmmm? Mengapa dia menanyakan hal itu?

"entahlah," jawabku asal.

Aku sebenarnya sudah tak begitu memikirkan lagi tentang pacar disabilitas, tepatnya aku tak memikirkan tentang hubungan apapun untuk saat ini dengan pria manapun, aku merasa ingin sendiri saja sekarang.

"maksudnya?" ia akhirnya menoleh padaku, aku menoleh juga padanya.

Apa aku harus menjelaskan apa yang ada di hatiku itu? tapi itu sepertinya bukan hal yang bisa kubicarakan pada 'rekan kerja' seperti dia, ini jelas urusan pribadi!

"cerita aja, anggap aja aku Abang Aru, bukannya kita mirip?" Bang Ryan kemudian tersenyum manis.

Detak jantungku tiba-tiba terasa berpacu lebih cepat, mengapa aku merasakan ini kembali bersama Bang Ryan? Apa aku menyukainya?

Aku masih menatap matanya, mungkin lebih jauh ke dalam matanya, meskipun ia mengenakan kacamata, aku merasa terseret jauh entah kemana.

"ehm...! ng... kalian ngapain?" suara Bang Abid tiba-tiba mengejutkanku.

Bang Ryan segera mengalihkan pandangannya, aku pun begitu, kami tak bertatapan lagi untuk beberapa detik, namun... tatapan kami kembali beradu, kami saling menatap untuk beberapa saat.

"ah... udah sampe mana kamu bikin desainnya, Aru?" tanya Bang Ryan seketika, ia segera mengalihkan pandangannya dengan melihat monitorku.

"oh... ini baru mau masuk layout depan Bang," jawabku gugup sambil menunjuk monitorku.

"hmmm gimana kalo kita jalankan dulu, coba bawa sini, kirim aja lewat ini." Bang Ryan menjelaskan cara memindahkan data menggunakan WiFi.

Eh, data bisa dipindahkan dengan cara seperti ini juga ternyata ya? Aku baru tahu.

"nah, jadi kalo sudah pilih ini klik Share, lalu ambil yang ini." Bang Ryan menjelaskannya dengan rinci, aku suka melihatnya melakukan ini, ia tampak keren dengan wajah seriusnya itu.

"gampang kan?" tanyanya.

"iya... gampang..." jawabku agak terbata-bata sambil tersenyum.

Bang Ryan juga membalas senyumanku.

***

Karena kami memulai kerjaan proyek pada sore hari, jadi aku menyelesaikan pekerjaanku untuk hari ini ketika Adzan Isya berkumandang, kami sholat di mesjid berjamaah seperti sebelumnya, aku mulai terbiasa dengan kebiasaan ini, karena Bang Ryan dan Bang Abid selalu melakukannya.

Kami pulang dari mesjid beriringan, aku masih menggunakan mukena, sama seperti sebelumnya.

Sambil mendorong kursi roda Bang Ryan menoleh padaku, aku yang menyadarinya menoleh kembali padanya.

Aku kira Bang Ryan akan mengatakan sesuatu, karena dia masih saja memandangiku, tapi dia tak mengatakan apapun.

"ada apa Bang Ryan?" tanyaku heran.

"kamu lebih cantik pake mukena," ujar Bang Ryan seketika.

OMG!!! Apa yang baru saja dikatakannya?

Seketika jantungku berdetak kencang, rasanya wajahku panas sekarang, langkah kakiku terasa berat, aku mulai melambat.

Aku tak sanggup menatap mata Bang Ryan lagi, aku segera menunduk.

Aku tidak salah dengar kan? Bang Ryan sungguh memujiku barusan kan?

Mengapa pujian ini membuatku benar-benar bahagia? Mengapa? Bukankah aku sering mendengarnya selama ini, tapi... kali ini terasa berbeda, terasa lebih istimewa.

***

Próximo capítulo