"Tidak usah Jean, aku akan pergi naik bis." ucap Nadia tidak ingin merepotkan Jean.
"Baiklah, hati-hati di jalan Nadia." ucap Jean mengantar Nadia sampai di depan rumah.
Nadia menghentikan sebuah bis kota yang kebetulan lewat. Sambil melihat ke arah ponselnya yang beberapa kali berbunyi, Nadia mengambil tempat duduk. Nadia melihat ke sekelilingnya terlihat banyak kursi yang sudah kosong.
"Hanya ada beberapa penumpang, mungkin sudah malam. Aku sampai tidak melihat jam sama sekali." ucap Nadia sambil melihat jam di ponselnya.
"Jam sepuluh malam, pantas saja sepi." ucap Nadia sambil mengirim pesan pada Marcos kalau dirinya sebentar lagi sampai. Dan Nadia ingin Marcos menunggunya di depan rumah. Nadia tidak ingin bermasalah dengan satpam yang menjaga rumah.
Setelah beberapa menit bis kota yang ditumpanginya Nadia sudah berhenti di depan rumah Jonathan. Segera Nadia turun dari bis kota dan menyeberang jalan ke rumah Jonathan. Terlihat Marcos sudah berdiri di depan rumah di pinggir jalan.
"Tuan Marcos, maaf aku terlambat datang?" ucap Nadia sedikit membungkukkan punggungnya.
"Tidak apa-apa Nona Nadia, ayo...kita masuk sekarang. Demam Tuan Jonathan tidak juga turun." ucap Marcos dengan wajah cemas mengantar Nadia ke kamar Jonathan.
Nadia menelan salivanya saat dia dan Marcos sudah berada di depan pintu kamar Jonathan. Hati Nadia ragu untuk masuk ke kamar Jonathan, Nadia masih ingat dengan jelas pertengkarannya dengan Jonathan.
"Silakan masuk Nona Nadia, Aku sudah menyiapkan apa yang diperlukan untuk merawat Tuan Jonathan." ucap Marcos kemudian meninggalkan Nadia setelah membuka pintu Jonathan.
Sambil menggigit bibirnya Nadia masuk ke dalam kamar Jonathan dan menghampiri Jonathan yang terbaring lemah dengan dada telanjang di tempat tidurnya.
"Aku tidak tahu dengan adanya aku ada disini, keadaan Jonathan akan lebih baik atau malah semakin memburuk. Karena aku yakin, Jonathan pasti tidak akan senang kalau tahu aku ada disini." ucap Nadia dalam hati seraya meraba kening Jonathan yang berkeringat. Luka di kening Jonathan masih tertutup perban.
"Demamnya sangat tinggi sekali aku akan mengompresnya lebih dulu, setelah itu aku harus membujuknya untuk minum obatnya." ucap Nadia sambil mencari baskom yang berisi air yang sudah di siapkan Marcos.
"Syukurlah air dan handuk kecilnya sudah ada, aku tinggal mengompresnya dan setelah ini tugasku selesai." ucap Nadia seraya mengambil baskom yang sudah berisi air dan handuk kecil untuk mengompres Jonathan.
"Semoga kamu tidak tahu, kalau aku melakukan hal ini Tuan Jonathan." ucap Nadia mulai mengompres kening Jonathan dengan pelan dan berulang-ulang.
Hampir satu jam lamanya Nadia menjaga dan mengompres Jonathan tanpa henti.
"Kenapa demamnya tidak turun sama sekali? apa ada yang salah?" tanya Nadia dalam hati dengan tangannya yang masih berada di kening Jonathan tanpa curiga luka yang ada di kening Jonathan.
"Ugghhh...uhukk..uhukk... uhukk"
Jonathan melenguh gelisah seiring dengan batuk yang tak berhenti. Keringat dingin mulai keluar di sekitar keningnya.
Nadia mengamati wajah Jonathan yang terlihat semakin pucat.
"Dingin... dingin sekali." ucap Jonathan semakin meracau berulang-ulang dengan wajah gelisah.
Dengan cepat Nadia menyelimuti tubuh Jonathan dengan selimut tebal sampai pada batas leher Jonathan.
"Uhukk.. uhukk..uhukk"
Berkali-kali Jonathan terbatuk-batuk tanpa henti.
"Sepertinya memang ada yang salah, apa karena dia belum minum obat?" tanya Nadia dalam hati sedikit heran dengan sakitnya Jonathan.
"Aku tidak bisa terus menunggu, aku harus memberikannya obat." ucap Nadia seraya mengambil obat yang sudah di siapkan Marcos.
"Tuan Jonathan pasti tidak akan bisa minum obatnya kalau tidak dalam keadaan bangun." ucap Nadia berpikir untuk menghancurkan obat Jonathan menjadi serbuk.
Sesaat kemudian, Nadia mencampurkan serbuk obat dengan sedikit air di dalam gelas kecil.
Sambil mengangkat kepala Jonathan yang masih belum sadar karena demamnya, Nadia menyuapi Jonathan sedikit demi sedikit hingga obat Jonathan habis.
"Semoga setelah minum obat ini, demam Tuan Jonathan akan segera turun." ucap Nadia seraya membaringkan kembali kepala Jonathan di atas bantal.
Setelah memberikan obat pada Jonathan, Nadia kembali menunggu dan menjaga Jonathan sambil membaca buku. Namun rasa bosan menyelimuti hati Nadia.
"Berapa jam lagi aku harus menjaganya? sudah jam sepuluh malam, aku harus pulang. Tapi bagaimana aku bisa pulang? demam Tuan Jonathan masih belum turun." ucap Nadia seraya tegak di samping Jonathan sambil menatap wajah Jonathan yang pucat.
Dengan hati panik, Nadia kembali duduk di kursi sambil meraba kening Jonathan.
"Aneh, kenapa demam Tuan Jonathan tidak turun?" tanya Nadia dalam hati sambil menekan pelipisnya mengamati luka di kening Jonathan.
"Apa mungkin luka di kening Tuan Jonathan mengalami infeksi?" tanya Nadia sambil menyentuh luka dan membuka pelan perban yang menempel di kening Jonathan.
"Ya Tuhan, kenapa sampai biru seperti ini? pantas saja demam Tuan Jonathan tidak turun-turun." tanya Nadia sangat terkejut saat melihat luka Jonathan.
Dengan perasaan cemas, Nadia mengambil kotak obat-obatan yang di sudah sediakan Marcos.
"Bagaimana kamu tidak peduli dengan lukamu Tuan Jonathan." ucap Nadia sambil membersihkan darah kering di luka Jonathan dan memberikan serbuk obat anti infeksi sekaligus mengganti perban dengan perban yang bersih.
"Semoga dengan ini, keadaan Tuan Jonathan akan membaik." ucap Nadia tanpa sadar mengusap wajah Jonathan dengan perasaan iba.
Kepala Jonathan bergerak pelan saat merasakan usapan lembut di wajahnya. Perlahan kedua mata Jonathan terbuka, melihat Nadia di hadapannya kening Jonathan mengkerut.
"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Jonathan menatap Nadia dengan tatapan tajam.
"Aku! aku di sini, menjaga dan merawatmu." ucap Nadia membalas tatapan Jonathan lebih tajam.
"Siapa yang menyuruhmu merawatku?" tanya Jonathan dengan wajah terlihat marah sama sekali tidak senang dengan adanya Nadia di kamarnya.
"Marcosssss!! Marcos!! uhukk..uhukk.. uhukk." panggil Jonathan pada Marcos dengan berteriak keras sambil terbatuk-batuk.
Melihat Jonathan akan berteriak lagi, segera Nadia menutup mulut Jonathan dengan salah satu tangannya.
"Ccckkk!! tidak perlu berteriak! Tuan Marcos tidak akan mendengarmu! Tuan Marcos sudah tidur, ini sudah malam!" ucap Nadia dengan tatapan penuh.
Dengan lemah Jonathan menarik kasar tangan Nadia dari mulutnya.
"Aku tidak peduli ini kamarku, dan ini rumahku." ucap Jonathan dengan wajah terlihat kesal dan marah.
Nadia terdiam ingin sekali membungkam mulut Jonathan dengan sebuah bantal.
"Ada apa? kenapa kamu menatapku seperti itu? apa kamu tidak terima dengan sikapku ini? Marcosss!! Marcos!!" teriak Jonathan semakin histeris.
Mendengar teriakan Jonathan semakin menjadi-jadi dengan gemas Nadia menutup kembali mulut Jonathan dengan kedua tangannya.
"Ummppp...umppp!!" suara Jonathan tidak bisa keluar karena kedua tangan Nadia membekap mulutnya.
Nadia tersenyum penuh kemenangan melihat Jonathan tidak bisa berkutik lagi.
"Dengar Tuan Jonathan, kalau anda masih keras kepala aku tidak akan melepas tanganku." ucap Nadia dengan penuh tekanan.