Malam tiba, istanaku yang ramai mendadak sepi seperti sebuah bongkahan makam Cina kuno tak berpenghuni. Hampir-hampir tidak ada cahaya kecuali di kamar, tempatku berada. Setelah putra mahkota memecat semua pelayan dan pengawal, istana ini seperti kehilangan cahayanya.
"Aku akan memerintahkan beberapa pelayan baru dan pengawal dari istanaku untuk datang besuk. Hari ini, cukuplah kalian berdua di sini. Istana ini berada di dalam kota terlarang. Tidak akan ada yang berani menganggu kalian. Selamat malam." Kata putra mahkota meninggalkan kami.
Hanya tersisa aku dan jendral Huo di kamar ini. Ia mengambil penerangan dan menyalakannya.
"Kita dalam bahaya Nona, seseorang pasti akan datang untuk membunuh Anda malam ini." Kata Huo kepadaku.
Aku tidak membenarkan tapi tidak juga menyangkal pernyataanya. Sebab pada kenyataanya aku memang memiliki banyak sekali musuh. Sebut saja, keluarga Ling. Keluarga pelayan yang aku penggal kemarin. Aku memang telah menghilangkan nyawa mereka sekeluarga. Tapi tidak ada jaminan, bahwa keluarga atau kerabat dekat lainnya tidak memiliki dendam.
Atau katakanlah Ling dan keluarganya hanya sekelompok orang bayaran, maka pastilah orang yang menjadi dalang atas insiden kemarin akan berusaha mencari cara membunuhku dengan cara lain. Jika memberi racun gagal,mungkin berikutnya adalah membunuhku secara terang-terangan.
"Nona, sudah larut malam. Silahkan beristirahat." Kata Huo membunyarkan lamunanku. Aku benar-benar tak menyangka. Waktu berlalau begitu cepat dan tragis hari ini.
Aku bangkit dari kursi dan menuju tempat tidur. Huo yang melihatku berbaring segera menepuk kedua tangnnya. Dalam hitungan detik, beberapa orang bawahannya muncul.
"Aku tak peduli apa yang Kaisar katakan, aku akan tetap menjaga Nona Siane." Kata Huo membuka percakapan dengan tiga orang prajurit wanita yang berlutut dihadapannya.
"Aku yakin, kita akan kedatangan tamu. Apapun yang terjadi, tugas kalian adalah melindungi Nona Siane dengan segenap kekuatan kalian. Aku akan menindak tegas setiap penghianatan maupun kegagal. Apa kalian mengerti"
Ketiga prajurit wanita itu menjawab serentak "Kami mengerti".
"Baguslah, karena seperti kalian lihat. Perang ini sudah dimulai" kata Huo yang tiba-tiba bergerak meraih sebuah senjata tajam yang terbang kedalam kamarku. Gerakannya yang cepat berhasil menghentikannya. Jika tidak jarum panjang tajam seukuran sumpit itu pasti sudah mengenaiku.
Melihat yang terjadi, ketiga prajurit itu segera bangkit dan hampir keluar dari kamar.
"Berhenti! Tugas kalian adalah di sini. Aku akan mengurus yang di luar. Pastikan saja Nona bisa tidur dengan aman."
"Baik, Jendral."
Setelah mereka menjawab, Huo dengan perlahan keluar dari kamar ini. Samar-samar aku mendengar beberapa langkah kaki yang mengikuti Huo. Langkah kaki itu seperti langkah kaki ringan yang berirama. Aku yakin, itu adalah langkah kaki anak buah Huo yang diam-diam mengikuti kemana pun sang Jendral wanita ini pergi.
"Nona, silahkan istirahat dengan tenang. Kami akan berjaga dan memastikan tidak ada seorangpun yang bisa menyentuh Anda." Kata salah satu dari tiga prajurt wanita ini.
Mereka berpakaian sama. Dengan model rambut yang sama. Mereka memakai pakaian seperti pelayan. Namun mereka terlihat kuat. Saat ini, aku tak punya pilihan selain mempercayakan nyawaku pada mereka bertiga.
"Aku mengandalkan kalian bertiga. Aku tak punya pilihan apapun saat ini." Kataku sambil berbaring dan membelakangi mereka.
Dari posisi ini, aku bisa mendengar nafas salah satu dari mereka mendadak bertambah cepat.
"Aku begitu lemah, dan seperti yang kalian lihat. Aku hanyalah seorang Putri yang kehilangan kedudukanku. Selamat Malam."
Aku pun menutup mata. Berpura-pura tidur. Diam-diam aku mencari pisau yang aku sembunyikan di balik pakaianku. Aku merasa, salah satu dari ketiga prajurit ini akan membunuhku. Tapi yang mana? Yang kanan atau yang kiri?
Aku adalah orang yang terlatih dalam berbagai seni bela diri. Aku bisa merasakan ritme gerakan dan nafas seseorang. Tadi hanya satu yang nafasnya menjadi cepat. Kini ada dua. Apakah ada dua penghianat yang akan menyerangku saat aku tidur?
Saat aku mencoba mendengarkan lebih lagi, aku mendengar dentingan senjata tajam saling beradu di luar kamarku. Ku rasa Huo dan anak buahnya sedang berjuang menangkap penyusup yang tadi melemparkan senjata ke dalam kamarku. Tidak bisa dipungkiri, ini memnag saat emas dimana semua orang akan dengan mudah mengambil nyawaku.
Bersiap dan berserah. Sebab siapa kehilangan nyawa, maka ia kan mendapatkannya. Sementara siapa yang mempertahankannya, mereka akan kehilangan.
Tiba-tiba saja, aku merasakan angin dari gerakan cepat seseorang.
"Lepaskan aku!" teriak salah satu prajurit di belakangku.
Sepertinya, serangan dimulai. Aku mendengar seseorang berkelahi dan saling pukul dari posisi ini. Mataku terpejam dan menghadap ke tembok, namun aku bisa merasakan aura membunuh yang tajam dari perkelahian mereka.
Satu orang di antara mereka mencoba menyerangku. Sedang dua lainnya berusaha menghentikan. Memang akan selalu ada penghianat di antara kita. Mendengar suara pedang saling beradu. Dan suara-suara keras yang berisik, aku mulai mengenggam erat pisau terbang yang aku sembunyikan. Aku harus berjaga-jaga, bila dua prajurit yang berkelahi di belakangku gagal mengalahkan si penghianat.
Atau, jangan-jangan akan ada orang lain yang tiba-tiba datang membantu penghinat itu? Apapun itu, aku harus siaga. Ditambah lagi, aku mendengar dentingan pedang semakin sengit di luar kamar. Apa Huo gagal? Atau bagaimana?
Sesaat aku merasakan, angin dari gerakan penghianat menuju ke arahku. Saat aku akan melempar pisau terbangku, tiba-tiba aku mendengar seseorang jatuh.
"Sudah selesai!" kata seorang kepada yang lain.
Sepertinya penghiatan yang sesaat hendak menusukku, berhasil dikalahkan. Apakah ia mati? Atau mereka membiarkannya hidup dalam penyiksaan? Aku penasaran.
Dari posisi tidurku yang tenang, aku mendengar suara senjata dilempar ke lantai. Tak lama, kamar ini kembali hening. Sepertinya dua orang prajurit yang tersisa, kembali berlutut. Entah bagaimna nasib si penghianat saat ini.
KreKKKK, seseorang masuk.Langkahnya berat.
"Jendral ?" kata mereka berdua serempak.
"Apa Nona sudah tidur?" tanya suara itu.
"Benar", jawab salah satu dari mereka. aku merasakan Huo mendekat. Aku yakin Jendral wanita itu tahu jika saat ini aku hanya berpura-pura tidur.
Tak lama aku mendengar Huo membanting sesuatu ke lantai. Sesuatu yang terdengar tajam. Kurasa itu adalah sebuah senjata.
"Kita akan urus mereka besuk pagi. Untuk hari ini, cukup sekian. Kalian boleh pergi."
"Baik Jendral"