webnovel

Bab 20

"Faen?"

Deg

Deg

Deg

Rasya mematung di tempatnya, matanya masih mebelalak lebar.

Ia merasa seluruh tubuhnya kaku dan sulit sekali untuk di gerakkan. Bahkan untuk menelan salivanya sendiripun terasa begitu sulit.

Percy beranjak dengan membawa boneka bebek kuning yang berbunyi, ia berjalan mendekati Rasya.

Dan saat ini ia sudah berdiri tegak di depan Rasya yang masih menatap dirinya dengan kaku dan jantung yang berdebar hebat. "Apa maksud semua ini?"

"I-itu."

"Katakan kalau kamu bukan Faen!"

Mendengar bentakan Percy membuat Rasya terpekik dan mundur selangkah ke belakang. "Katakan Rasya Prasaja!" pekiknya dengan mata yang memerah karena emosi.

"Itu, a-aku."

"Ternyata benar kamu."

Percy tersenyum sinis dengan mencengkram kuat boneka bebek kecil itu. "Kenapa Sya? Kenapa kamu melakukan ini?"

"Kamu menipuku selama ini!"

Rasya menggelengkan kepalanya diiringi tangisannya.

"Kamu mempermainkan perasaanku Rasya, apa kamu puas sekarang HAH?"

"Tidak, bukan begitu maksudku." Isaknya.

"Lalu apa, lalu apa Sya? Katakan?"

"Karena-,"

"Karena apa hah?" Percy menghembuskan nafasnya jengah.

Rasya menundukkan kepalanya diiringi tangisannya. "Karena aku mencintaimu, Percy. Aku memang bodoh dan mungkin terlambat, tetapi aku sudah lama sekali mencintai kamu." Cicitnya membuat Percy mematung di tempatnya.

"Aku mencintai kamu, Percy." Rasya memberanikan diri untuk menatap manik mata Percy.

"Terlambat!" ucapan Percy membuat Rasya mengernyitkan dahinya bingung. "Kamu bilang ini cinta? Setelah apa yang kamu lakukan. Kalau kamu memang mencintiaiku, lalu kenapa kamu tidak mengatakan kejujuran? Kenapa kamu diam membisu selama ini?"

Rasya terdiam mendengar penuturan Percy yang terlihat kesal itu. "Kenapa Rasya, KATAKAN?"

"Percy ini di rumah papa,"

"Aku tau, maka dari itu jawab pertanyaanku jangan membuatku semakin emosi."

"Aku terlalu takut mengakuinya, aku terlalu malu mengatakan yang sebenarnya padamu. Aku tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya." Rasya menundukkan kepalanya.

"Malu kamu bilang?"

Percy berjalan mundur dengan senyuman sinisnya, "Selamat Rasya kamu berhasil membuat hidup dan hatiku hancur dan terombang-ambing."

"Cinta macam apa ini? Kamu mengatakan ini cinta tetapi kamu tidak mengungkapkannya sama sekali. Padahal dulu, terang-terangan aku menceritakan gadis bernama Faen dan aku menyukainya. Tetapi kamu diam membisu, menikmati segalanya sendiri. Aku tidak menyangka kamu seegois ini." Percy menjambak rambutnya sendiri ke belakang. "Kamu menganggapku bodoh."

"Tidak Percy sama sekali tidak seperti itu."

"Lalu apalagi? Kalau kamu jujur dari dulu siapa kamu dan perasaanmu mungkin sekarang tidak akan seperti ini. Tidak akan ada hati yang terluka, dan tidak akan ada Rindi di antara kita terutama di hati aku. Mungkin sekarang semuanya normal dan bahagia, Rindi tidak akan kecelakaan dan hancur karena aku. Dan kamu, mungkin kamu tidak akan sakit hati karena melihatku dengan Rindi." Ucapnya. "Kenapa Sya? Kenapa kamu begitu egois? Kenapa hanya memikirkan diri sendiri dan egomu itu."

"Aku-," Rasya semakin menangis terisak. "Aku pikir kamu akan mengenaliku sebagai Faen, hatiku terluka saat kamu bersama Rindi."

"Kamu pikir aku ini cenayang? Yang bisa menebak begitu saja?" Percy terkekeh bodoh. "Aku tidak bisa melakukan itu, kamu hanya menuliskan inisial R. Mana bisa aku menebaknya, saat Rindi datang aku pikir dialah Faen."

"Tapi di surat terakhir yang aku berikan padamu itu di ambil Rindi. Dia juga mengakui sebagai Faen, aku merasa tersudutkan saat itu. Rindi mengaku sebagai Faen dan kamu tidak menyadarinya."

"Kamu salah, Rindi tidak sejahat dan seegois itu. Ya, memang benar surat terakhir darimu sudah di buang Rindi. Dia mengakui segalanya padaku, dia mengatakan kalau dia bukan Faen kekasih penaku, dia juga meminta maaf untuk surat terakhir yang dia buang." Ucapnya. "Kamu tau saat itu aku melukai Rindi, karena emosi. Aku mendorongnya karena sudah membohongiku hingga dia terserempet dan harus terluka. Aku marah besar padanya,"

Rasya membelalak lebar mendengar penuturan Percy barusan. "Tetapi dia tidak marah padaku, dia malah berbohong pada kedua orangtuanya kalau dia tidak hati-hati."

"Kamu tau dia mengatakan apa, dia bilang pergilah cari Faenmu. Petunjuknya adalah dia orang terdekatku, dia menyuruhku untuk lebih peka agar bisa menemukan Faen. Aku sempat memaksa dia untuk mengatakan siapa Faen tapi dia bilang dia tidak tau. Dia memintaku mencari Faen sendiri dengan clue yang ada di dalam surat terakhir. R~A."

Rasya membelalak lebar mendengar penuturan Percy. "Aku pergi meninggalkan Rindi yang terluka di rumah sakit hanya untuk mencari R~A alias Faen. Awalnya aku sudah mengira kamu, kamu adalah Faen. Tetapi melihat sikapmu yang santai dan biasa saja aku pikir kamu bukan Faen. Aku tidak berpikir bahwa kamu-," Percy menghentikan ucapannya dengan tatapan tak percaya.

"Ini konyol, aku berpikir kita hanya bersahabat dan hanya ada rasa sayang satu sama lain."

Rasya terdiam membisu dengan kepala yang menunduk. "Suatu hari aku ingin bertanya blak-blakan dan langsung padamu, tetapi kamu menjalin hubungan dengan Rocky dan setelahnya kamu berbeda padaku. Duniamu seakan hanya Rocky dan kamu bahkan tidak pernah membalas chatku lagi. Lalu bagaimana aku bisa bertanya kalau kamu itu Faen."

"Aku menghapus kamu dari daftar kemungkinan Faen itu, aku kembali ke sekola kita dan mencari semua siswa dari kelas 1 sampai 3 yang bernama R~A, apa kamu bisa bayangkan banyaknya? Aku mencari tahunya setiap masing-masing gadis itu, bahkan terang-terangan aku menanyakannya langsung. Hingga akhirnya aku putus asa karena tidak membuahkan hasil. Aku pikir Faen is not real."

Rasya menatap Percy dengan tatapan tak menyangka dan terluka. "Aku pikir itu hanya khayalanku, lalu aku kembali menemui Rindi. Kamu tau, dia tidak menyerah. Dia terus memberiku clue tentang Faen itu. Dia membuatku semakin bingung. Hingga aku kembali menyakitinya dengan membentak dia untuk menghentikan sikapnya."

"Aku mulai tertarik dengan sikap sabarnya, dia selalu sabar dan tenang menghadapiku. Di mulai dari ketidaksetujuan orangtua kami karena ulahmu."

Rasya membelalak lebar mendengarnya. "kenapa? Kamu kaget aku mengetahuinya?"

"Percy-"

"Aku awalnya sangat marah padamu, aku ingin bertanya langsung padamu, apa maksudmu dengan melakukan itu. Aku bercerita pada Rindi kalau kamu yang membuat orangtua kami seperti itu, dia bahkan tidak marah. Dia membenarkan semuanya karena memang tak seharusnya kami bersama, perbedaan kami berdua tidak bisa di satukan."

Percy duduk di sisi ranjang dengan menjambak rambutnya ke belakang. "Sikapnya yang selalu sabar membuatku perlahan melupakan Faen, aku mulai menyukainya dan semakin banyak rintangan rasa suka berubah menjadi cinta. Dan sekarang keadaan seperti ini lagi. Kenapa Sya? Kenapa kamu melakukan ini? Karena ulahmu kita jadi dalam keadaan serumit ini."

Rasya hanya mampu menangis, menangis terisak mendengar penuturan Percy barusan.

"Entah harus senang atau sedih, kini aku menemukan Faen, kekasih penaku yang membuatku kesal dan marah. "Dan sialnya itu adalah kamu, sahabat yang begitu aku sayangi."

"Maafkan aku," cicitnya.

"Sudah terlambat." Percy beranjak dengan menyambar kunci mobilnya dan berlalu pergi meninggalkan Rasya sendiri.

Tubuh Rasya luruh ke lantai dengan tangisnya yang pecah. Ia menangis sejadi-jadinya,

Siapa sebenarnya yang egois disini, Rindi. Aku, kamu atau Percy?

Rasya menyadari satu hal, dialah yang egois disini. Dia biang dari semua kekacauan ini, Rasya menangis sejadi-jadinya dengan memeluk tubuhnya sendiri.

Bukankah cinta itu egois???

Tetapi kenapa keegoisan Rasya hanya untuk memilih melepaskannya walau itu menyakitkan tanpa melihat keadaan yang sebenarnya terjadi...

Siapa yang bersalah disini sebenarnya???

"Hikzz....hikz...hikzz....." isaknya sejadi-jadinya.

***

Rindi tengah menyirami bunga di depan rumahnya dengan senyumannya. Ia merasa bahagia bisa kembali pulang dan menikmati suasana seperti ini. Sudah lama sekali ia tidak merasakan kesejukan ini menyirami bunga-bunga kesukaannya.

Gerakannya terhenti saat melihat mobil milik Percy memasuki pekarangan rumahnya. Rindi menatapnya dengan tatapan tak terbacanya. Kebetulan sekali tidak ada siapapun di rumahnya, kecuali Randa yang masih tidur di kamarnya.

Percy terlihat emosi berjalan mendekati Rindi yang masih duduk tenang di atas kursi rodanya. Langkah Percy terhenti tepat di hadapan Rindi.

Tak ada yang mengeluarkan suara, hanya tatapan mereka yang menyiratkan tatapan yang berbeda.

"Kamu tau Faen itu Rasya, kan?" Rindi seketika tersentak mendengar penuturan Percy yang tanpa basa basi.

"Kamu-"

"Kenapa Rindi? Kenapa kamu terus memberiku clue bukan mengatakan siapa Faen itu, kamu sudah mengetahuinya." Pekik Percy.

"Awalnya aku tidak tau apapun, aku juga mengaku sebagai Faen dengan biasa saja. Tetapi saat itu, saat kita putus karena orangtua kita. Aku mendapat surat dari kamu dan ternyata kamu juga mendapatkan surat yang sama atas namaku, padahal aku tidak menulis apapun. Aku sedikit janggal dengan itu." Ucapnya.

"Aku mencari tau siapa yang menulis surat itu, hingga aku menemukan beberapa tumpukan surat di kamar Rasya saat aku mengantarkan oleh-oleh dari Randa untuk Rasya. Tante Ratu memintaku untuk menyimpannya langsung di kamar Rasya. Dan aku melihat beberapa kertas dengan beberapa ketikan disana, aku mengambil kesimpulan surat yang di kirim untuk kita atas namaku dan namamu itu adalah ulah Rasya. Karena sebelumnya kamu mengatakan Rasyalah yang menghasut kedua orangtua kita." Ucapnya.

"Dan aku juga mengingat satu hal, mengenai Faen itu R~A adalah inisial Rasya. Aku memikirkan itu karena merasa bingung kenapa Rasya menghasut orangtua kita, dan semuanya terjawab kalau Rasyalah Faen. Dia menyukaimu,"

"Dan kamu tidak mengatakannya padaku? Kenapa?"

"Karena aku tidak ingin membuatnya malu di depanmu. Bukankah jauh lebih baik mengetahuinya sendiri, atau mendengar langsung dari orangnya daripada oranglain. Aku memberimu clue agar kamu menemukannya." Rindi memalingkan wajahnya seakan menahan kesakitan di dalam hatinya.

"Aku berusaha mengiklaskanmu saat itu karena aku merasa bersalah pada Rasya, aku pikir Faen bukan dia. Aku berusaha membantumu bersama dengannya kembali sebelum terlambat."

"Lalu kenapa kamu menerimaku kembali?"

"Karena aku tau Rasya sudah dengan Rocky, aku tau mereka begitu dekat. Dan aku pikir, untuk apa aku berkorban perasaanku sendiri kalau kenyataannya kamu juga tidak bersama Faen. Apa salah kalau aku menerimamu kembali dan menikmati kebahagiaan itu?"

"Lalu kenapa sekarang kamu menekanku untuk menceraikannya?" pekik Percy.

"Karena aku rasa, sekarang saatnya aku egois. Dulu aku memberi Rasya kesempatan untuk bersamamu, tetapi Rasya mengabaikannya. Dan sekarang setelah kita bersama selama ini dan perasaanku juga semakin kuat. Apa aku harus kembali mengiklaskanmu? Katakan Percy, apa aku salah kalau sekarang aku egois?" pekiknya.

Percy terdiam membisu di tempatnya. "Kalian menganggapku ini apa? Apa kalian pikir aku ini boneka yang bisa kalian oper sesuka hati kalian?"

Rindi tersentak mendengar bentakan Percy. "Kamu menekanku dan sekarang kamu menjauhiku? Apa maumu hah? Dan sekarang Rasya itu Faen, kalian berdua membuat perasaanku semakin kacau."

"Apa maumu, RINDI?"

"Aku tidak tau,"

"Kenapa? Apa sekarang kamu mulai menyukai pria itu jadi kamu menjauhiku setelah menekanku?"

"Aku masih mencintaimu, dan sangat mencintaimu. PERCY! Apa kamu puas." Teriaknya diiringi tangisannya.

"LALU KENAPA MELAKUKAN INI? KENAPA MEMBUATKU LINGLUNG DI TENGAH JALAN?"

"Karena aku memikirkan status dan perbedaan kita. Apa dengan kamu bercerai dengan Rasya, kita akan bersama dan bersatu? Aku lumpuh sekarang, aku tidak sempurna. Kamu membutuhkan wanita yang sempurna untukmu, Percy." Isaknya. "Aku pikir aku hanya akan menyusahkanmu dan menekanmu terus menerus. Bersamanya kamu bisa tertawa lepas, tetapi saat denganku kamu terlihat stres dan berpikir keras. Seakan banyak tekanan, walau aku terlambat memikirkan semua ini. Tetapi belum terlambat untuk berjalan mundur dari jalanmu."

"Kamu akan berkorban lagi?" Rindi menatap mata Percy dengan mata merahnya.

"Mungkin seharusnya sejak dulu aku melakukan ini, bukan bertahan menantimu tetapi melepaskanmu untuk melihatmu bahagia."

"Great! Kalian berhasil membuatku merasa terombang ambing dan di oper kesana kemari. Kalian berdua pikir kalian siapa HAH?" Rindi mengernyitkan dahinya karena bingung.

"Percy-,"

"Enough! Ini hidupku, aku yang menentukan kemana arah tujuanku. Kemana hatiku berlabuh, kalian tidak berhak mengaturnya aku harus dengan siapa." Rindi masih menatap nanar ke arah Percy yang terlihat terluka dan kalut. "This is my life! Kamu bukan tuhan yang bisa mengaturnya sesukamu."

Setelah mengucapkan itu Percy pergi meninggalkan Rindi yang masih menangis menatap punggung lebarnya yang menghilang di balik pintu mobil.

***

"AH SIALAN!" Percy memukul samsak di depannya.

"MARTIN KEPARAT!" Verrel tak kalah emosinya, dia juga memukuli samsak lainnya yang bersebelahan dengan Percy.

"Mereka pikir gue ini apa, seenaknya mereka oper kesana kemari. Sialan!"

"Dia pikir kali ini gue bisa menerimanya! Sebenarnya dimana perasaan dia, dia kembali berselingkuh di belakangku, SIALAN!"

"Gue akan meninggalkan mereka berdua, mereka pikir gue tidak bisa berontak dan berbelok dari jalan ini?" amuk Percy.

"Kenapa wanita itu semakin di cintai, malah semakin menyakiti."

"Setuju, kali ini gue setuju dengan ucapan loe." Verrel menengok ke arah Percy.

"Sudah seharusnya loe setuju." Ucap Verrel membuat Percy mengedikkan bahunya.

"Kita harus memberi mereka pelajaran kali ini, gue lelah berusaha menjaga perasaan wanita tetapi hati gue malah semakin sakit. Sekarang saatnya gue berontak,"

"Setuju, itu yang harus loe lakukan." Ucap Verrel mengambil minumannya dan handuk untuk mengusap peluh di seluruh tubuhnya.

"Loe pulang?"

"Maybe,"

"Sebaiknya kita habiskan malam bersama," ucap Percy.

"Oke, ide yang bagus."

***

Rasya masih menangis di pelukan Ratu. Angga terlihat menghela nafasnya berkali-kali menatap keluar jendela.

"Kenapa kamu melakukan ini? Kenapa tidak mengatakan kejujuran kalau menyukainya? Kamu juga malah mendapatkan akibatnya kan hampir di nodai pria sialan itu." Ucap Angga.

Rasya hanya menggelengkan kepalanya, pertanyaan itu terus saja terucap dari mulut Angga.

"Sudahlah Ga," ucap Ratu yang masih memeluk putri kesayangannya itu.

"Kalau Papa ada di posisi Percypun pasti akan marah, kamu seakan mempermainkannya. Harusnya kamu jujur saja, jangan takut untuk berkata jujur."

"Rasya terlalu takut, takut kalau kejujuran Rasya akan membuat kami saling menjauh." Isaknya.

Hanya helaan nafas yang terdengar dari Angga, kali ini dia merasa bingung harus mengatakan apa.

"Sebaiknya kamu tenangkan diri kamu dulu."

Angga berlalu pergi meninggalkan mereka berdua disana.

Próximo capítulo