webnovel

Aku Inginkan Segalanya

"Ini adalah obat penghilang rasa sakit. Ini adalah obat tidur." Jelas Sovia kepadaku. Mulai hari ini, ia akan pulang ke rumahnya. Ia hanya akan berjaga dari sore sampi sekitar tengah malam. Ini menandakan kondisi Vina yang semakin membaik.

"Jika sesuatu yang buruk terjadi, panggil ambulance dan segera pergi ke ruamash sakit. Tapi seharusnya, tidak akan ada yang terjadi. Dia sudah jauh lebih baik. Hanya masalah waktu yang akan membuat luka-luka ini sembuh total."

"Aku mengerti terimakasih."

Hildan mengantar Sovia kembali ke apatermennya.

"Kita mempunyai obat penghilang rasa sakit dan obat penenang. Sovia bilang, kau tidak tidur dengan cukup."

Vina mengambil obat dari tanganku. Ia mengamat-amati obat itu.

"Apa masih sesakit itu?"

Ia tak menjawab dan meminum obat penghilang rasa sakit.

"Maafkan aku, kau mengalami banyak kesulitan karena aku."

Aku mengambil obat penenang yang akan Vina minum, membuangnya ke tempat sampah. Aku tak ingin ia kecanduan.

"Mintalah apapun sebagai gantinya." Kataku. "Aku akan memberikan apa yang kau inginkan."

"Mengapa?"

"Aku tak ingin melihat lukamu dan merasa bersalah setiap hari. Maka mintalah."

Ia menyilangkan kedua tangannya.

"Berikan semua yang kau miliki kepadaku."

Nandanya datardan terdengar lugas. Ia tidak bercanda. Aku tak tahu harus menjawab apa.

"Georgia mengingankan sebagian, tapi aku ingin semuanya."

Wanita ini menarik. Ia tak takut untuk meminta semua hal yang kau miliki. Umunya, seseorang akan merayumu agar memberikan semua yang kau miliki. Ia, cukup berkata datar dengan wajah netral. Seolah yang ia minta hanyalah semangkung sup panas.

"Menarik, aku setuju." Jawabku.

Ekspresi wajahnya tidak berubah sama sekali. Jika wanita lain, mungkin ia akan langsung bahagia dan memeluk serta menciummu. Tidak dengannya. Aku kini mengerti apa yang Leona maksudkan.

~Ia seperti mati~

"Kita akan urus besuk pagi" jawabku. "Namun sebelum itu, mari kita buat kau tidur nyenyak tanpa obat penenang apapun. Kau ingin semuanya bukan? Maka itu termasuk aku."

Tanpa sadar aku sudah berada di sampingnya dan meraihnya. Ia tidak melawan. Goresan-goresan ini membuatku harus berhati-hati. Jika tidak ia akan kesakitan. Ia cukup kooperatif kali ini dan tak butuh waktu kama untuk membuatnya tertidur pulas meski lampu menyala cukup terang.

"Hallo, Luke, ada yang harus kita bicarakan besuk. Datanglah sebelum konferensi pers dimulai."

Aku menutup sambungan telepon. Jam sudah menunjukkan sangat larut malam. Aku tak bisa tidur semalaman, meskipun orang disampingku terlihat tidur dengan tenang. Apa ini yang disebut gelisah?

"Jika tak sanggup menyerahkan apapun, sebaiknya jangan serahkan."

Suara itu membuatku tersentak. Vina sudah bangun. Aku melihat ke arah jam digital. Aku tertidur meski hanya beberapa saat.

Aku mencoba untuk duduk perlahan mengembalikan kesadaranku. Vina beranjak dari tempat tidur dan pergi untuk bersiap. Tak ingin terlihat buruk, aku mencuci muka dan merapikan diriku.

"Aku bukan orang yang suka mengingkari janji." Kataku pada Vina yang berada di kamar mandi. Aku berada di powder room dan tentu ia bisa mendengarku.

Aku mendegar langkah kakinya keluar. Ia berjalan dengan handuk menutupi tubuhnya.

"Maka lakukanlah."

Aku meraih tangannya dan menciumnya. Hingga aku puas, berharap kegelisahan hati ini pergi.

"Ciuman tak bisa menyelesaikan apapun, Lux."

Aku tersadar, dan memberinya ruang. Seseorang mengetuk pintu.

"Nyonya, kami membawa pakaian untuk anda."

Aku mengambil kemeja dan memakainya secepat mungkin. Merapikan dan melihat diriku di kaca. Pria yang menyedihkan sekali.

"Berpakaianlah dan tunjukkan pada dunia kau pantas mendapatkan semuanya."

Ia tak menjawab, aku mencium keningnya dan keluar.

"Ini tidak baik, semua orang mempertanyakan keputusan mu Lux." Kata Luke. Ia duduk di sofa kamar kami.

"Ini bisa berpengaruh buruk pada nilai jual saham. Dan asal kau tahu, Kalleb sudah berkoar-koar mengumpulkan para direksi lain."

"Apa aku terlihat punya pilihan?"

"Tidak" jawabnya dengan putus asa. "Kita lihat, bagimana hasil konferesni pers hari ini. Ini akan cukup memengaruhi keadaan."

"Minggir! Biarkan aku masuk! Aku ingin bicara pada Hemel!" teriak seseorang di luar kamar.

"Ini rumah pribadi, anda tidak bisa masuk sembarangan Tuan" suara Hildan menekan orang itu.

"Kau tahu siapa aku?" bentaknya. "Aku bisa membut hidupmu berakhir saat ini juga jika aku mau!"

Tak ingin membuat masalah, aku memberitahu Hildan untuk membiarkannya masuk.

"Di sini kau rupanya. Kau membuat kami semua mengalami kebangkrutan. Kau harus bertanggung jawab!"

"Kalleb cukup!" seseorang membentaknya.

"Aku yang bertanggung jawab. Bukan dia!"

Kami semua menoleh. Vina keluar dengan gaun yang terbuka pada lenganya. Ia tak menutup luka pada tangannya sedikit pun.

"Kau?" tanya Kalleb menunjuk Vina.

"Aku akan mengambil alih semua mulai hari ini!"

"Kau lah yang membuat nilai saham ini anjlok wanita gila!" teriak Kalleb. "Karena ulahmu, publik tidak percaya pada perusahaan.!"

Vina mendekati Kalleb.

"Aku juga tidak mempercayaimu! Di mana masalahnya?"

Vina berlalu dan duduk di tempat tidur. Meski kamar ini cukup luas, kini terasa sangat sempit. Dua orang asiten kami, sampai tak berani bergerak dari tempatnya berdiri.

Kalleb tiba-tiba megambil vas dan meleparkannya ke lantai hingga pecah. Vina hanya menatapnya dengan santai.

"Aku bisa membayangkan, bagaimana kau bertindak terhadap anak buahmu. Jika denganku saja kau berani bertindak seperti itu, bukan mustahil kau melakuakn hal buruk pada anak buahmu. Termasuk kecurangan-kecurangan yang mungkin perlu kami cari tahu."

Kalleb terlihat tak memiliki jawaban. Ia pergi meninggalkan kami begitu saja.

"Tolong bersihkan pecahan vas ini. Aku tidak mau seseorang terluka karenanya. Satu lagi, aku ingin rekamannya barusan. Kita akan membutuhkannya."

Seperti terhipnotis, asisten kami melakukan apa yang Vina inginkan.

"Olala, lihat apa yang terjadi. Semua wartawan memenuhi halaman rumah, aku hampir-hampir tidak bisa masuk dibuatnya."

Satu lagi orang aneh datang. Kyle.

"Vina, kenapa mereka semua begitu ingin mewawancaraimu? Kau benar-benar mengalahkan seorang artis saat ini. Lihat, meski dengan luka itu, kau masih terlihat memesona. Ini, aku membawakanmu minyak. Ini akan membuat lukamu sediki tersamar."

Perawat yang berjaga pagi hari menerima minyak itu dan membantu mengoleskannya.

"Ini momen yang bagus untuk mendapatkan perhatian semua orang di dunia."

"Dan momen yang akan menentukan ke mana arah tujuan kita." Luke menyela Kyle.

"Oh kau pasti seorang pengacara ya?" sindir Kyle. Ia terlihat tidak suka.

"Pastikan kau menjawab dengan benar, nasib semua hal ada ditanganmu." Kata Luke mengingatkan.

"Kurasa Vina cukup pandai, kau tak perlu mengajarinya. Bukankah begitu Tuan Immanuel?"

"Ini bukan masalah pintar atau tidak pintar Kyle. Tapi, ini adalah masalah membuktikan sebuah kebenaran. Aku tak akan menutupi apapun. Mari kita lihat reaksi mereka semua."

Próximo capítulo