webnovel

Sebuah Rahasia

Lux Hamel Imanuel menarik tubuhnya kembali. Ia melihat ke langit-langit dengan mata penuh penyesalan. Baginya, adalah mudah mendapatkan semua hal yang ia inginkan tapi tidak dengan masa lalaunya yang penuh penyesalan.

"Menyekolahkan anak kami ke Oxford adalah sebuah kesalahan terbesar yang kami lakukan." Ujarnya.

"Mengapa?"

"Ia bertemu dengan seorang sahabatnya bernama, Ach Maliq. Mereka bersekolah di jurusan yang sama. Aku tidak terlalu tau bagimana kisah persahabatan mereka yang bagaikan kepongpong itu. Yang kudengar, mereka selalu bersama setiap saat. Sampai sutau hari. Aku melihat youtube. Aku melihat anakku memenggal kepala seseorang secara sadis dengan pisau besarnya.

Aku mencoba menghubungi pihak kampus. Tapi menurut mereka, Daniel Hamel sudah tidak aktiv berkuliah sejak dua tahun. Padahal kami instens melakukan komunikasi dengan telepon dan media lainnya. Aku juga mengirimkan sejumlah uang tiap bulan kepadanya.

Hanya memang, belakangan ia tidak pulang meskipun itu adalah hari natal. Dan komunikasi terakhir kami, hanya saat ia mengucapkan selamat ulang tahun padaku."

Aku memiringkan tubuhku dan duduk. "Apa yang terjadi berikutnya?"

"Aku ke Oxford untuk mencoba mencari tahu. Aku tak menemukan apapun. Aku mecoba melapor ke kepolisian setempat, namun hasilnya nihil. Daniel diketahui memasuki kawasan timur tengah dengan paspor miliknya. Bersama beberapa orang dari kampus tersebut.

Ia menjadi burunoan internasional saat ini. Ia menjadi salah satu jenderal besar mereka. Ia mahir memainkan senjata tajam semacam golok, dan pistol besar. Kau bisa melihat videonya. Nama barunya adalah Johar. Aku tidak bisa menghubunginya. Tapi pihak Interpol meyakinkan jika mereka menangkapnya, mereka akan memberi kabar padaku. Hidup atau mati"

"Katakan padaku Vina, apa yang harus aku lakukan sebagai ayah yang anaknya menjadi pembunuh hebat? Bangga? Atau harus bersedih?"

Lux mengambil kedua tanganku.

"Aku akan membunuhnya jika dia adalah anakku. Karena aku akan lebih bahagia dia mati ditanganku dan berhenti melukai orang lain. Mungkin aku akan berdosa karena membunuh, tapi setidaknya aku menghentikannya melakukan kejahatan seumur hidup."

Lux Hamel tertawa mendengar jawabanku. Apa ini terdengar lucu baginya?

"Kenyataan akan sangat berbeda saat kau menjadi ibu kandungnya." Lux menarik tubuhku mendekat. "Aku berpikiran sama denganmu secara teoritis. Tapi beberapa saat yang lalu. Saat terjadi pertempuran dan Johar ada di dalamnya. Diam-diam aku berharap anak itu selamat.

Saat pihak kepolisian memberitahku, Johar berhasil lolos dari kepungan tentara, aku merasa sangat lega. Jadi katakan apakah aku benar atau salah?"

Dasar golongan darah B. Aku meminta Lux melepaskan tanganku agar aku bisa duduk dengan benar. Aku hany memberitahunya mungkin setiap orang butuh waktu untuk berubah dan ia mengharapkan hal itu diam-diam.

"Sayangnya, itu hampir-hampir terlihat mustahil Vina. Aku dengar beberapa waktu lalau Johar dan anak buahnya kembali menyerang sebuah kota dengan bom dan menewasakan banyak orang."

"Apakah Daniel Hemel anakmu itu anak yang kurang cerdas? Jangan tersinggung, jika ia cerdas mengapa ia mau melakukan hal yang tidak menghasilkan uang seperti itu? Apa ia pernah punya cita-cita saat kecil?"

Lux Hemel kembali ke posisi awal, ia perlahan memejamkan matanya. Aku kembali berbaring menghadap sisi lain tembok di sebelahnya.

"Daniel cukup mandiri dan pintar. Ia meraih penghargaan penemu termuda saat usia 18 tahun. Aku tak begitu ingat apa penemuannya. Tapi yang jelas, alat itu bisa digunakan untuk mendeteksi dini efek kerusakan organ jika kita mengkonsumsi sesuatu secara periodik dan berkala. Alat itu bisa mendeteksi alergi yang bahnkan orang itu sendiri belum pernah mengetahuinya.

Jika kau sakit, kau meminum obat. Dengan alat yang ia temukan, ia akan bisa mendeteksi apa yang akan terjadi. Dan bagimana reaksinya pada tubuhnya dengan kecocokan sekitar 95 %. Jika dirasa obat itu akan memberikan efek alergi, maka dokter akan dengan mudah mengetahuinya dari awal sebelum obat diberikan. Sehingga dokter akan mengganti obat dan mencari obat yang tepat untukmu."

Anak yang sangat cerdas sama seperti ayahnya.

"Sangat disayangkan kepandainya harus jatuh ketangan orang yang salah."

Lux Hemel menggeleng mendengar pernyataanku. "Tidak ada yang salah dengan itu. Sejauh yang ku lihat Johar tidak menggunakan kepandainya dalam menemukan sesuatu di organisasi. Ia hanya terlihat menggunakan kecerdikannya dalam memainkan senjata. Kurasa anak iu sudah mengubur dalam-dalam kejeniusnnya dalam dunia teknologi."

"Apa yang membuatmu berfikir demikian?"

"Aku pernah mendapat telepon dari Johar. Ia mengancam akan membunuhku dan Georgia jika aku tak mengirirmkan jumlah uang tertentu padanya. Saat itu aku berfikir jika memang Johar atau Daniel masih sepandai dulu, ia tak akan pernah kesuliatan mendapatkan uang. Dari situ ku simpulkan, ia sudah tak lagi mengenal jadi dirinya."

"Kau tak meberinya uang?"

Hemel menggeleng, "Sat itu aku sedang berseteru dengan Georgia masalah pembagian harta setelah perceraian. Dan lagi aku memutuskan mengundurkan diri dari Sleep and See. Otomatis semua uang di rekeningku beku sampai semua masalah beres."

"Kau beruntung dia tak menembak kepalamu."

"Entahlah beruntung atau tidak tergantung, dari sini mana kita melihat masalah ini Vina."

Cerita yang rumit. Aku memutuskan tak menanyakan apapun lagi.

"Kau sendiri bagimana?" tanyanya padaku. Pertanyaannya membuatku cukup tertegun. Aku tak mengiria ia akan menanyakan pertanyaan seperti itu padaku.

"Aku tidak memiliki cerita serumit itu untuk di ceritakan Lux. "Jawabku.

Lux memiringkan tubuhnya ke arahku. Aku membelakanginya dan tak menoleh seolah tak memerdulikannya. Ia mendekapku dari belakang.

"Setiap orang memiliki cerita rumitnya masing-masing. Hanya saja mereka memilih memendamnya atau menyimpanya sendiri."

Lux benar. Apa yang dikatakannya itu benar. Dalam kasusku, mungkin aku bisa katakan aku berada di pilihan nomor dua. Bukan nomor satu.

"Vina, menikahlah dengan denganku. Aku tidak keberatan dengan cerita rumit yang kau miliki."

Próximo capítulo