webnovel

Bab 34

"Maafkan aku. Aku berjanji tak akan meninggalkanmu. Apapun yang terjadi." Hati Elena menghangat. Dia bangkit dan duduk di kursi samping ranjang.

"Apa dokter sudah memeriksamu?"

"Sudah. Dokter mengatakan aku bisa kembali berjalan dengan normal setelah menjalani beberapa kali terapy. Untuk saat ini aku harus sering menggerakkan otot tubuhku yang kaku karena sudah terlalu lama tidur."

"Aku yakin kau bisa kembali berjalan dan segera sehat kembali."

"Tentu saja, aku harus kembali sehat ... agar bisa segera menikah denganmu."

Elena tersenyum dan mengenggam jemari Diego yang terulur padanya. Tapi tiba-tiba perutnya mengencang dan terasa sakit. Kening Elena mengerut menahan sakit di perutnya. Dia harus keluar dan menjauh dari Diego sementara, agar pria itu tak tau apa yang sedang dia rasakan saat ini.

"Ada apa?" Diego melihat kening Elena yang mengerut.

"Aku keluar sebentar."

"Kemana?" Diego menahan Elena, tak rela wanitanya pergi padahal Diego belum puas menatap wajah cantiknya.

"Aku akan menemui dokter dan menanyai langsung mengenai kondisimu." Elena memberi alasan. Dia tak sepenuhnya berbohong, karena Elena memang mau menemui dokter.

"Aku keluar dulu. Kau beristirahatlah." Diego mengangguk dan Elena langsung bangkit. Menahan ringisan dengan mengepalkan tangannya erat.

Saat Elena keluar ruangan dan menutup pintu dia memegang perutnya lalu duduk di kursi panjang yang ada di lorong itu. Perutnya kram, mungkin efek dari Elena yang memaksakan diri dengan berlari kencang kemari. Elena mengusap-usap perutnya mencoba mengurangi rasa sakit itu. Tapi sama sekali tak berpengaruh.

Dari sudut lorong, Mira sedang berjalan setelah mengganti infus pasien lain yang sudah habis, dia melihat Elena tertunduk di kursi itu.

Mira dengan cepat menghampiri Elena. Berdiri di hadapannya.

"Elena, ada apa?" tanya Mira cemas melihat Elena yang mengerut kening dan terus menerus mengusap perutnya.

"Perutku sakit," lirih Elena.

"Apa?"

"Aku berlari terlalu kencang saat kemari, sepertinya hal itu berefek pada kehamilanku."

"Astaga Elena. Ayo cepat kita harus memeriksakan kandunganmu." Mira membantu Elena berdiri. Wanita hamil itu meringis merasakan nyeri. Mira menopang tubuh Elena dan membawanya ke ruangan dokter kandungan.

Kini Elena sudah berbaring di atas brankar, dokter baru saja memeriksanya. Dan memberikan tindakan medis yang tepat untuknya. Elena diminta untuk berbaring selama empat jam disana.

"Untung saja kau membawanya segera kemari. Jika tidak, dia bisa saja keguguran dan kehilangan bayinya." Dokter wanita itu memberitahu Mira.

Elena tertegun saat mendengar kata keguguran yang dikatakan dokter itu. Dia hampir saja kehilangan baby yang sangat berharga ini. Sangat berharga karena Elena mengorbankan keperawanannya dan merelakan Brian menyentuhnya. Dan baby ini memang sangat berharga bagi Elise. Tangan Elena mengusap perutnya lembut. Dia merasa sangat bersalah. Akibat kepaknikannya dia membahayakan baby's. Bayi kembarnya.

"Jangan berlari kencang lagi, nyonya. Anda dilarang berlari. Sedarurat apapun keadaamnya, usahakan untuk tidak berlari. Kau tidak mau terjadi hal yang buruk dengan bayimu, kan?" Elena mengangguk paham dan dokter itu meninggalkannya bersama Mira.

"Istirahatlah, Elena."

"Tapi Diego pasti menunggu dan mencemaskanku. Aku bicara padanya hanya pergi sebentar menemui dokter untuk mengetahui kondisinya."

"Tak usah khawatirkan dia. Aku akan menemuinya dan mengatakan kau ada keperluan lain dengan perkejaanmu. Dan memintanya untuk beristirat." Elena tersenyum lemah.

"Ya, terima kasih Mira." Setelah itu Elena memejamkan matanya. Dia sangat lelah. Kehamilannya memang membuat dia cepat lelah, ditambah lagi dengan dirinya yang berlari cepat tadi. Dan kondisinya saat ini yang menuntut istirahat.

....

Di lain tempat. Di parkiran rumah sakit lainnya. Tempat di mana tadi Brian dan Elena pergi memeriksakan kehamilan wanita itu.

Brian membanting pintu mobilnya kencang. Kesal dan marah menyelimuti hatinya. Elena pergi begitu saja tanpa mengatakan apapun. Berlari kencang tanpa memikirkan kehamilannya. Dan tak bisa dihubungi sama sekali. Brian tak tau jika ponsel Elena sedang lowbet.

Dia berpikiran Elena sengaja mematikan ponselnya. Menghindar dan menjauh darinya.

Brian meremas stir mobilnya. Pria itu menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mencoba menekan amarah yang membara di hatinya. Setelah merasa cukup tenang, Brian menghidupkan mobil dan kembali ke mansion. Dia ingat jika Elise masih menunggunya.

Saat Brian sudah sampai di mansion. Wajahnya masih kusut dan matanya masih memancarkan amarah.

Elise yang mendengar deru mobil Brian langsung bergegas menghampiri suaminya. Kening Elise mengerut saat melihat wajah kusut dan kemarahan yang terpancar dari mata Brian.

"Ada apa? Mengapa kau terlihat marah? Dimana Elena?" Elise sudah menengok ke kanan dan ke kiri tapi tak menemukan bayangan Elena sedikitpun. Brian tak mungkin meninggalkan wanita hamil itu di rumah sakit, kan.

"Wanita itu kabur?" Intonasi suara Brian meninggi. Amarahnya kembali tersulut jika mengingat aksi Elena tadi.

"Apa maksudmu?"

Dan mengalirlah semua hal yang diketahui Brian. Tentang kehamilan kembar Elena. Mengenai Elena yang meminta salah satu bayinya untuk dirawat. Dan aksi Elena yang berlari tanpa mengatakan sepatah katapun pada dirinya. Juga mengenai ponsel wanita itu yang tak bisa di hubungi.

"Dia pasti kabur karena aku tak mengabulkan keinginannya untuk memiliki salah satu baby." Brian dan Elise kini sudah duduk di sofa ruang tamu.

Elise mengusap lengan Brian. Mencoba menenangkan pria pemarah itu.

"Tidak. Aku yakin Elena tak akan menghianati kita. Dia tak akan serakah seperti itu."

"Lalu mengapa dia pergi dengan berlari cepat seakan takut aku akan mengejarnya? Dia jelas ingin kabur dengan dua bayi itu."

"Mungkin ada hal mendesak lainnya yang dia dapatkan. Kau bilang sebelumnya dia menelpon seseorang bukan. Mungkin saja orang itu mengatakan hal darurat pada Elena."

Brian sedikit merenggangkan ototnya yang tegang.

"Tenanglah. Kita tunggu saja. Jika Elena tidak kembali juga, kita akan mencarinya. Tapi aku yakin dia pasti akan kembali." Sekali lagi Elise menenangkan Brian dengan kata-katanya. Walau sebenarnya dia juga cemas dengan aksi Elena yang menghilang saat ini.

....

Hari sudah malam ketika Mira membangunkan Elena. Tidur selama empat jam sudah membuat Elena jauh lebih baik.

"Aku membawakan makanan untukmu. Makanlah. Kau pasti lapar." Mira memindahkan nampan yang sebelumnya dia letakkan di nakas ke atas pangkuan Elena.

"Bagaimana keadaan Diego?" Elena mulai memakan makanannya.

"Jangan khawatir. Dia baik-baik saja. Diego tadi menanyakan keberadaanmu. Dan aku katakan padanya, kau sedang ada urusan dengan pekerjaanmu." Elena tersenyum lemah.

"Terimakasih Mira. Aku tak tau harus membalas semua kebaikanmu dengan apa."

"Hei, kau tak perlu sungkan. Kau sudah seperti keluargaku. Aku senang bisa membantumu. Tapi, Elena...." Mira terdiam sesaat. Matanya menatap Elena lekat.

Elena menghentikan suapannya dan menoleh ke arah Mira. Siap mendengarkan apa yang ingin wanita itu katakan.

"Diego sudah sadar sekarang. Lalu bagaimana dengan kehamilanmu? Apa kau akan mengatakan semuanya pada Diego? Atau menyembunyikannya?"

Elena terdiam dan menunduk. Menatap perutnya yang kini sudah menyembul, namun masih belum begitu besar. Elena belum memikirkan itu. Apa yang harus dia lakukan? Menyembunyikan atau mengatakan semuanya pada Diego?

Próximo capítulo