Sudah tiga puluh menit Brian berbaring di ranjang. Dia seakan lupa dengan keinginannya pulang cepat. Dia melirik jam di atas nakas. Dan menghembuskan napas jengah. Dia bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Elena sejak tadi tak keluar dari kamar mandi. Padahal sudah tiga puluh menit berlalu.
Brian menatap Elena tak percaya. Wanita itu tengah tertidur di bathtub.
Astaga! Brian berdecak. Dia kini berdiri di sisi bathtub. Dan hal itu sangat dia sesali karena kini Brian bisa melihat dengan sangat jelas tubuh polos Elena yang sedang berendam. Pantulan cahaya lampu membuat tubuh Elena berkilau. Dan Brian tak bisa lagi menahan hasratnya. Dia melepaskan boxer yang dipakai dan mulai masuk ke dalam bathtub. Bathtub itu cukup besar untuk menampung mereka berdua. Brian menunduk dan mencium bibir Elena. Tangannya meremas salah satu payudara Elena.
Elena membuka matanya. Dia tak menyangka Brian kini sudah berada di hadapannya. Dia tak bisa menolak karena memang terikat kontrak dan tak bisa Elena pungkiri. Dia terbuai dan terlena dengan ciuman Brian. Memicu gairahnya. Brian menarik tubuh Elena untuk duduk di pangkuannya.
Mereka mengulang kembali aktivitas panas yang menggairahkan itu. Melakukannya dengan gaya yang berbeda membuat keduanya semakin gila dan ketagihan.
Malam yang sangat panjang untuk mereka dan Brian lupa jika dia berjanji pada Elise akan pulang ke mansion malam ini.
....
Lagi-lagi Elise tak bisa tidur. Dia sudah berbaring di atas ranjang dan memejamkan matanya rapat. Bahkan dia sudah mencari posisi yang enak dan pas tapi tetap saja tak bisa tidur. Elise gelisah dan otaknya dipenuhi dengan nama Brian ... Brian ... Dan Brian.
Jengah dengan aksinya yang berguling ke kanan dan ke kiri di atas ranjang. Elise bangkit dan berjalan ke arah balkon kamarnya. Membuka pintu kaca penghubung dan berjalan ke ujung balkon.
Elise menghembuskan napasnya panjang. Mencoba menenangkan hatinya. Namun semua itu tak berpengaruh sama sekali. Hatinya gelisah dan tak tenang. Dia memikirkan Brian, suaminya. Malam ini pria itu sedang bersama wanita lain. Lebih tepatnya dengan Elena, kakak kembarnya. Brian pasti sudah menyentuh Elena. Dan hal itu menimbulkan rasa sakit yang teramat ngilu di hatinya. Membayangkan pria yang dia cintai menyentuh wanita lain. Dan Elise tak bisa melakukan apapun. Dia sendiri yang mengusulkan ide gila ini. Dia sendiri yang menginginkan hal itu.
Airmata menyusuri pipinya. Elise benci pada dirinya sendiri. Benci akan kekurangannya yang tak bisa hamil. Elise menangis terisak.
Tangannya meremas pagar pembatas balkon. Dan memejamkan matanya membiarkan angin malam membelainya. Dia tersiksa dan terluka. Elise hanya bisa berharap Brian tak akan pernah meninggalkannya.
Elise membuka matanya. Sorot keyakinan dan tekad membara di pancaran matanya. Dia akan mempertahankan Brian apapun yang terjadi. Elise tak mau jika nantinya Brian berpaling dan tertarik pada Elena. Dia tak mau itu. Elise akan melakukan apapun agar Brian tetap di sisinya. Bahkan jika harus memusuhi Elena, dia akan melakukan itu.
Elise berbalik masuk ke dalam kamar. Berjalan menuju meja riasnya dan mengambil botol obat kecil di dalam laci meja itu. Dan menelan sebuah pil setelah mengambil air minum di atas nakas. Elise ingin malam ini cepat berlalu. Hanya dengan obat tidur ini dia bisa tidur malam ini.
....
Gerakan di sisi tubuhnya membuat tidur Brian terusik. Perlahan matanya terbuka. Mengerjap sekali hingga akhirnya terbuka dengan sempurna. Yang pertama dia lihat adalah wajah cantik seorang wanita. Dia tersenyum lebar dan menarik wanita itu merapat dan memeluknya erat. Namun sedetik, senyum itu menghilang saat dia menyadari jika wanita yang ada dalam dekapannya ini bukanlah Elise, melainkan Elena. Brian terdiam mengamati wajah Elena yang damai dalam tidur pulasnya. Semalam Brian tak hanya melakukan sekali, setelah pergumulan panas mereka di kamar mandi, Brian melakukannya lagi di atas ranjang. Lewat tengah malam akhirnya Brian berhenti dan membiarkan Elena tertidur.
Kening Brian mengerut saat teringat bahwa dia adalah pria pertama Elena. Ada rasa bahagia mendapati dia adalah pria pertama seorang wanita. Karena Elise sudah tak perawan saat bercinta pertama kali dengan Brian. Namun ada rasa tak tega dan kebingungan dalam benak Brian. Mengapa Elena menyerahkan keperawanannya begitu saja? Walau Elena meminta bayaran mahal akan hal itu, tapi gadis itu sama sekali tak mengatakannya di awal tentang keperawanannya. Uang lima ratus juta itu untuk bayaran kesepakatan Elena yang akan mengandung anak Brian, bukan bayaran untuk keperawanannya. Seharusnya gadis itu mengatakan mengenai keperawanan agar Brian tak menuduhnya pelacur. Kenapa Elena tak mengatakan hal ini padanya? Dan untuk apa uang lima ratus juta itu? Brian sudah memutuskan akan menyuruh orang untuk menyelidiki Elena.
Brian bangkit dengan perlahan, tak tega jika dia membangunkan Elena. Dia yakin Elena kelelahan setelah melayaninya semalam. Brian masuk ke dalam kamar mandi.
Beberapa saat kemudian Brian sudah selesai mandi. Pria itu sudah mengenakan pakaian yang dia ambil di dalam lemari. Hari masih sangat pagi untuk berangkat kerja, bahkan matahari belum muncul Tapi tujuan pertama Brian memang bukan ke kantor, melainkan ke mansion. Dia ingin pulang terlebih dahulu dan menemui Elise. Meminta maaf pada istri tercinta, jika dia tak bisa pulang dan malah menginap di apartemen ini. Brian berjalan ke sisi ranjang. Elena tengah tidur tengkurap dengan selimut tersibak dan Brian bisa melihat jelas bercak darah di atas sprei. Dia menghela napas pendek. Dan menuliskan satu note untuk Elena. Dan meletakkan satu kreditnya di atas nakas. Lalu mengambil ujung selimut dan menyelimuti Elena. Menatap wajah Elena sebentar dan berjalan pergi.
....
Brian masuk secara perlahan ke dalam kamar utama di Mansion. Berjalan mengendap dan berdiri di sisi ranjang. Dia duduk di sisi ranjang dan mengamati Elise yang tengah tertidur.
Brian menyadari mata bengkak Elise. Istrinya pasti menangis semalam. Brian menghela napasnya. Dia sangat tak suka melihat Elise menangis, apalagi jika alasan itu karena dirinya. Tangan Brian terulur mengusap pipi Elise pelan. Matanya hanya tertuju pada wajah Elise. Brian benci melihat Elise rapuh dan sedih seperti ini. Tapi tak ada yang bisa dia lakukan. Ini adalah keinginan Elise sendiri. Brian rela jika dia tak bisa memiliki keturunan dan hanya hidup berdua bersama Elise selamanya, asalkan Elise tak bersedih dan menangis. Tapi Brian juga tak bisa menentang keinginan ibunya. Seberengsek apapun dan sekeras apapun Brian, Rena adalah ibunya. Wanita kuat yang sudah melahirkannya ke dunia ini. Mengapa Rena dan Elise tak bisa akur? Seandainya Rena juga menyukai Elise, sama besar seperti Brian menyukai wanita itu, pasti semua ini tak akan serumit sekarang.
Brian menghela napas panjang. Tangannya kembali mengusap pipi Elise. Gerakan lembut dan halus itu ternyata masih bisa mengusik tidur Elise. Wanita cantik itu mengerjap dan perlahan membuka matanya. Bibirnya tersenyum menyadari Brian sudah berada di hadapannya. Dengan gerakkan cepat dia memeluk Brian erat. Rangkulan tangannya begitu kencang di tubuh Brian.
Brian menarik napas panjang dan sesekali mencium puncak kepala Elise.
"Maaf, semalam aku..."
"Jangan!" Suara Elise sedikit kencang menghentikan ucapan Brian.
"Jangan ucapkan apapun." Tangis Elise kembali pecah. Brian mengelus rambut panjang Elise. Menenangkan istrinya.