Sebelum fajar menyingsing,aku sudah terbangun dari tidur ku.Seakan aku memiliki alarm otomatis.Ini mengingatkanku pada kehidupan ku sebelumnya,dimana setiap kegiatanku sudah terjadwal.Mulai dari bangun di pagi hari,berlatih,belajar,sampai tidur di malam hari.Mungkin kebiasaan lama ku terbawa juga sampai ke dunia ini.
Aku masih belum tahu sampai mana aku memiliki tubuh ini.Masih ada perasaan tertinggal untuk keluarga anak ini yang tak bisa aku abaikan.Mungkin jiwa anak ini belum sepenuhnya menghilang.Jika memang itu yang terjadi,apa yang akan terjadi padaku saat dia terbangun nanti?
Apa aku akan menghilang?
Ya tak apalah.Sejak awal ini memang bukan tubuhku,aku tak berhak merebut apa yang bukan miliki.
Sebisa mungkin aku akan bermanfaat di kehidupan ini.
Paling tidak saat aku pergi nanti,anak ini bisa hidup mandiri.
Aku harus menyiapkan rencana untuk skenario yang terburuk.
Dengan berat hati aku beranjak dari lantai kayu yang dingin ini,untuk menghirup udara pagi.Jujur saja aku merasa nostalgia dengan aroma ini.Bau tanah yang sedikit lembab ini mengingatkanku pada keseharianku di fasilitas itu.Jauh dari perkotaan dan terletak di kaki gunung.
Walaupun jarak pandangku masih terbatas karena sinar matahari belum muncul.
Hmm,matahari?
Mungkin bukan matahari,tapi bintang yang menyerupai matahari.
Ini bukan di Tata surya yang kukenal.
Paling tidak di kehidupanku dulu,planet yang bisa dihuni hanya bumi saja.Planet yang lain tak mendukung adanya kehidupan.
Aku melakukan peregangan untuk melemaskan ototku.Dengan melakukan peregangan,paling tidak ototku tak terkejut saat melakukan aktivitas fisik yang berlebihan.
Namun aku masih melupakan mayat bandit yang dibiarkan di luar semalaman.Bau darahnya masih terasa cukup kuat,namun kali ini disertai bau busuk.
Ugh,ini merusak suasana saja.
Tak selang beberapa lama,aku melihat siluet 2 orang dari kejauhan.Sepertinya mereka menuju kemari.
Aku tak perlu khawatir,karena salah satu siluet itu kukenal.Dia Olivia.
Semakin mereka mendekat,aku melihat sosok yang dia ajak.Seorang wanita,berumur kira-kira 20 tahun.Tubuhnya yang ramping bak model dan wajahnya yang cantik membuatku berpikir sejenak.
Apa Olivia tak mendengar apa yang aku bicarakan kemarin?
Kenapa dia membawa wanita yang kelihatan tak bisa bertarung kemari?
Apa mungkin wanita ini cukup kuat,namun menyembunyikannya dengan kecantikan agar bisa memperdayai musuhnya?
Aku tak bisa berpikir wanita ini bisa melindungi Olivia.Namun aku tak boleh meremehkannya.Olivia pasti memiliki alasan kuat untuk mengajak wanita ini.
Di duniaku dulu memang ada wanita seperti ini.Memanfaatkan kecantikan wajah dan tubuhnya untuk memperdaya target.Selain untuk menipu musuh,kecantikan wanita bisa digunakan untuk mengumpulkan informasi.Tapi di duniaku,mereka dilengkapi dengan peralatan untuk melindungi diri.Mulai dari pistol,pisau yang tersembunyi di alat make-up,atau barang tak masuk akal lain seperti alat kejut listrik.
Namun wanita ini tak membawa apapun selain sebuah pedang di pinggangnya.Tak terasa mereka sudah ada di depanku.
"Hai Vin,bagaimana tidurmu?"
"Sama seperti biasanya."
Aku tak bisa berkata bahwa aku menikmatinya.Siapa juga yang nyaman tidur di lantai kayu.
"Maafkan aku,tak bisa membantumu.Tapi seperti yang dijanjikan,aku membawa beberapa barang yang mungkin berguna untukmu."
"Benarkah? Aku sangat terbantu karena.Bolehkah aku tahu apa saja barangnya?"
"Tentu saja,Caroline tunjukkan padanya."
Jadi wanita ini Caroline.Dia memandangi sejak awal.
Bukan.Dia memelototiku.
"Tuan Puteri telah memintaku mencari barang yang mungkin kau butuhkan,ini storage pouch kualitas bagus.Di dalamnya ada persediaan pakaian sesuai dengan ukuran anak-anak,makanan,beberapa pedang pesanan khusus,namun karena permintaannya mendadak,jadi kualitasnya mungkin tak begitu bagus.Selain itu,aku juga menyiapkan peta kerajaan Evandel.Walaupun belum begitu detail,peta itu sudah menggambarkan lokasi penting di kerajaan Evandel,mulai dari Ibu Kota,kota dagang,sungai,dan perbatasan."
"Woah,terima kasih banyak.Mohon maaf aku telah merepotkanmu."
"Jika kau ingin berterima kasih,berterima kasih lah pada tuan Puteri...kalau tidak kepalamu sudah kupenggal...
Hmm,dia berbisik di akhir kalimatnya.Dari pandangannya,sepertinya dia tak suka padaku ya.
Kalau begitu,aku harus menyelesaikan urusanku secepatnya.
"Jika,Caroline kau masih harus membantunya agar bisa masuk ke kota bukan?"
"Baiklah Tuan Puteri.Saya sarankan dia untuk memakai penutup mata untuk menutupi salah satu matanya.Lagipula ada banyak petualang yang memakai penutup mata bukan?"
"Memang benar sih,bagaimana menurutmu Vin?
Memakai penutup mata huh?
Aku membayangkan bagaimana penampilan memakainya.Tentu saja penampilannya di kehidupan sebelumnya.
Memakai penutup mata membuatku terkesan seperti orang yang mengintimidasi,arogan,dan kuat.
Seperti bajak laut.
Walaupun Aku tak berniat merubah kepribadianku saat memakai penutup mata,namun itu tak akan mengubah kenyataan,jika memakai penutup mata akan mengubah citra diriku.
Aku tak ingin menciptakan karakter seperti itu.Sebaliknya,aku ingin membuat seolah diriku perlu dikasihani.Ini akan memudahkan di masa depan.
Karena aku masih anak-anak,tak mungkin para penjaga membiarkannya masuk begitu saja tanpa ada orang dewasa yang mendampingi.Dengan berpenampilan menggunakan penutup mata,aku akan kesulitan menarik simpati orang lain.Tapi lain ceritanya dengan menggunakan perban.
Aku bisa membuat seolah-olah aku anak yang terluka dalam perjalanan jauh.
Aku bisa menjual nilai positifku yaitu kemampuan bertarungku,pengetahuan dari anak ini,dan kemampuan berhitung.
Kemampuan berhitung di dunia ini sangat dibutuhkan.Karena tidak adanya kalkulator dan juga ilmu sangat sulit didapatkan oleh rakyat biasa.Sekolah di dunia ini hanya diperuntukkan bagi kaum yang memiliki kekayaan saja.
Bagiku yang merupakan orang modern,berhitung itu perkara yang mudah.
Aku akan berpura-pura sebagai anak yang berbakat yang sedang melakukan perjalanan mencari orang tuanya,namun karena suatu musibah,mata kiriku terluka.Aku bisa meminta bantuan pada orang dewasa yang menggunakan kemampuanku nantinya.
Menarik simpati hanyalah jaminan saja,jikalau bakat saja tak cukup meyakinkan mereka nanti.
Aku tak bisa berasumsi bahwa asal kau punya bakat,kau bisa melakukan apa saja.
Siapa yang tahu,malah aku dicurigai.
Aku tak memungkiri bahwa kemampuanku seperti bangsawan,yang memperoleh perlakuan khusus.Aku tak ingin tiba-tiba ada orang yang menggali identitasku.
Jika aku bisa meyakinkan orang dewasa dengan memanfaatkan rasa simpatinya,itu lebih baik.
Aku bisa membuat orang bersimpati,aku bisa memintanya untuk menemaniku saat masuk ke kota.
Selain itu,memperoleh bantuan karena simpati mereka bukanlah hal yang buruk bukan?
"Aku rasa aku tak cocok memakainya.Jika aku memakainya,aku akan terlihat seperti petualang veteran,padahal aku masih anak-anak.Jika bisa aku ingin menggunakan penyamaran ini selama mungkin.Karena aku tak bisa melepasnya jika aku di kota."
"Lalu apa yang menurutmu cocok?"
Caroline bertanya padaku dengan nada tak sabar.
"Mungkin seperti kain untuk.menutup luka cocok untukku.Aku bisa menutup mataku dengan alasan mataku terluka.Selain itu alasan luka bisa digunakan dalam jangka waktu yang lama."
Aku menyembunyikan niatku untuk menggunakan penampilan ini untuk menarik simpati seseorang.
"Begitu ya.Aku telah berjanji membantumu,jadi serahkan semuanya padaku."
"Terimakasih Olivia."
"Kau sangat tak sopan,kau di hadapan yang Mulia Tuan Puteri Olivia Gracia.Kau tak pantas mengucapkan namanya tanpa rasa hormat!!"
Ah,ternyata dia marah karena aku tak bersikap hormat.Maklumlah di duniaku dulu,aku tak pernah berinteraksi dengan keluarga kerajaan.
"Maafkan aku Tuan Puteri karena telah bersikap lancang."
Ugh.Tanpa sadar aku telah membiasakan diri berbicara pada Olivia tanpa tanda kehormatan.
Sembari menundukkan kepalaku,aku memberi hormat.Merendahkan diri seperti ini bukan apa-apa dibandingkan membuat musuh dengan anggota kerajaan.
"Tak apa Vin,kau telah menyelamatkanku.Jika tak ada kau,Aku tak tahu apa yang akan terjadi.Lagipula aku senang kau bisa berbicara tanpa memanggilku Tuan Puteri atau semacamnya.Aku merasa jika kau berbicara tanpa paksaan,akan lebih mudah mengatakan apa yang kau pikirkan bukan?"
Olivia,Kau terlalu naif.
Kau tak perlu membelaku.
Reputasi akan buruk jika kau terus bergaul denganku.
Bahkan Caroline pun tak tahan ingin menegur Olivia.
"Tapi tuan Puteri..."
"Cukup Caroline.Bisakah kau membantu Vin menutup matanya dengan kain?"
"Baiklah Yang Mulia."
Caroline menerima perintah Olivia dengan berat hati.Wanita itu mendekat padaku,dan mengeluarkan kain entah dari mana.Dia memegang pipiku dan menatap mataku dengan kuat.Aku membalas tatapannya itu.Sepertinya dia ingin mengujiku.
Perlahan-lahan dia menutupi mata kiriku.Aku bisa merasa,kalau ia terpaksa melakukan ini.Tapi aku tak peduli itu.Jika aku harus berbohong dan menipu demi bertahan hidup aku akan tetap melakukannya.
Setelah beberapa menit berlalu,dia sudah menutup mataku dengan benar.Sekarang penglihatanku terbatas hanya dengan 1 mata.Aku harus segera beradaptasi.
"Apa kau yakin dengan ini Vin? Jika kau menggunakan penutup mata,kau akan lebih mudah melepasnya bukan?"
Memang benar itu akan memudahkanku,tapi itu berisiko juga.Jika mudah melepasnya,ada kemungkinan saat aku bergerak berlebihan,penutupnya bisa lepas/bergeser.
"Aku lebih aman menggunakan ini.Jika mudah dilepas,aku takut jika ada kecerobohan,penutupnya bergeser/lepas."
"Haaah,aku tak bisa memaksakan pendapatku padamu.Terima ini Vin."
"Apa ini?"
Dia menyerahkan sebuah kertas yang memiliki simbol aneh.
"Ini adalah Magic Letter.Ini untuk berkomunikasi jarak jauh.Namun hanya bisa digunakan sekali saja.Gunakanlah saat kau butuh bantuan.Kau hanya perlu mengalirinya dengan mana,menyebut namaku dan isi pesannya.Setelah itu kertasnya akan terbakar,dan menyampaikan pesannya padaku."
Wow,dia benar-benar peduli padaku ya?
Aku merasa tak enak karena menipunya.
Kusembunyikan perasaan ini di dalam hatiku.Aku bersumpah akan membalas kebaikannya suatu saat nanti sekaligus mengakui kalau aku menipunya.
"Terimakasih banyak Tuan Puteri.Aku akan menggunakannya sebaik mungkin.Aku bahkan merasa kau membalasnya terlalu berlebihan."
"Jika kau merasa berlebihan,kau bisa mengembalikannya suatu saat nanti,maka dari itu teruslah bertahan hidup."
"Pastinya."
Kami berduan pun tersenyum sesaat,melupakan sejenak identitas kita.
Jika diibaratkan,seperti apa hubungan kami?
Apakah kami bisa disebut teman?
Di masa depan,aku akan memastikannya.
"Baiklah Olivia,aku akan pergi sekarang,jangan sampai terculik lagi."
"Aku tak akan mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya.Kau juga jaga diri baik-baik.Aku menantikan kisah petualangannya."
"Sampai jumpa."
"Sampai jumpa."
Aku pergi menjauh dari rumah bandit itu,sambil melambaikan tangan.Olivia membalas juga.Aku pergi semakin menjauh sampai tak melihat rumah itu lagi.
Kami pun berpisah sekarang.Aku pergi menuju bab petualangannya yang sesungguhnya.